“Position and Money merely consequency of Competencies and Contribution”
Eko Utomo
HARI BURUH
NASIONAL
Merevolusi paradigma berfikir bagaimana mendapatkan
kemakmuran.
Buruh, Demo dan UMR
Tahun 2014,
para buruh diseluruh Indonesia mendapatkan kado dari pemerintah, yaitu hari
libur nasional. Tanggal 1 Mei ditetapkan menjadi tanggal “merah“. Buruh dan bukan
buruh secara resmi tidak masuk kerja atau bahasa lainnya liburan. Apapun
motifnya, kebijakan ini menyediakan waktu yang “formal” untuk para buruh melakukan
demo, dan juga membebaskan “non buruh” dari jebakan kemacetan akibat demo buruh
pada hari kerja.
Kalau kita
cermati, dari tahun ketahun, demo yang dilakukan oleh para buruh semakin lama
semakin marak. Tuntutannya juga semakin macam2, namun pada intinya menuntut agar upah mereka ditetapkan lebih
tinggi dari sebelumnya. Pada demo tanggal 1 Mei 2014 terbaca salah satu
tuntutan dari buruh adalah dimasukkannya unsur pembelian TV LED 19 Inch dalam
perhitungan Komponen Hidup Layak (KHL) yang menjadi unsur penting dalam
penentuan Upah Minimum Regional (UMR), (Detik, 2 Mei 2014). Tuntutan tersebut
layak atau tidak? Tergantung perspektif dan cara anda menilai, sesudah anda
membaca artikel ini sangat mungkin jawaban anda menjadi berubah.
Buruh Yang Mana?
Karyawan sama
buruh apa bedanya? Satpam dan Direktur, mana yang buruh dan mana yang bukan?.
Wikipedia membedakan buruh menjadi dua golongan: (1) Buruh profesional atau
biasa disebut dengan buruh kerah putih (banyak menggunakan otak dalam bekerja)
dan (2) Buruh kasar atau biasa disebut kerah biru yang lebih banyak menggunakan
tenaga kasar dalam bekerja.
Buruh
profesional (selanjutnya akan kita sebut sebagai karyawan) lebih banyak digaji
bulanan dan relatif mendapatkan gaji yang lebih tinggi dibandingkan dengan
buruh kasar (kita sebut sebagai buruh). Upah buruh biasanya dihitung berbasiskan
jam kerja dan berhak untuk mendapatkan lembur atas jam kerja yang melebihi
standard yang sudah ditentukan.
Dalam konteks
Indonesia, upah buruh diregulasi oleh pemerintah pusat, propinsi dan kota
(kabupaten) dalam bentuk Upah Minimum Regional (UMR). UMR inilah yang setiap
tahun menjadi ajang demo bagi buruh dengan meminta kenaikan sesuai dengan
keinginan mereka atau federasi yang memayungi.
Bagi saya
pribadi, membedakannya tidak antara kerah putih dan kerah biru. Buruh (dan
karyawan) adalah mereka yang tangan
dibawah (menerima gaji) dan yang bukan buruh adalah yang tangan diatas (memberi gaji). Jadi
walaupun kita adalah seorang Chief Executive Officer (CEO) dari perusahaan
asing raksasa kita tetaplah buruh karena menerima gaji.
How High Can You Go?.
Tahun 90an,
gaji buruh di China hanya 50% dari gaji buruh di Indonesia. Duapuluh tahun
berselang gaji buruh di China 2x lebih tinggi dari gaji buruh di Indonesia.
Kalau dihitung secara matematis dalam jangka waktu 20an tahun upah buruh China
lompat 4x lebih tinggi dibandingkan dengan buruh Indonesia.
Kok bisa ya?
Apa yang membuat mereka mendapatkan yang jauh lebih tinggi dari buruh di
Indonesia? Apakah karena buruh mereka banyak melakukan demo setiap tahunnya?
Jelas tidak. Walaupun berjiwa kapitalis, sampai saat ini secara resmi China
masih merupakan negara komunis yang mengharamkan adanya demo. Setiap demo
(termasuk demo buruh) jelas akan ditekan dan diberangus oleh negara.
Jadi apa yang
membedakan? Dalam banyak riset yang dilakukan oleh konsultan dunia, faktor utama
yang membuat buruh China mendapatkan upah yang berlipat karena produktivitas mereka yang tinggi.
Dengan produktivitas yang tinggi maka dalam satuan waktu yang sama barang (atau
jasa) yang dihasilkan lebih banyak.
Menurut riset,
produktivitas buruh China 3x lipat dari produktivitas buruh di Indonesia. Dalam
satu hari buruh China mampu menghasilkan 3 potong baju, sedangkan buruh
Indonesia menghasilkan 1 porong baju. Karena produktivitas yang tinggi ini,
maka banyak produsen kelas dunia berbondong2 ke China membuka pabrik disana.
Karena banyaknya industri yang masuk maka permintaan tenaga kerja naik, yang
kemudian mendorong upah buruh juga naik.
Kalau mau
membandingkan dengan tetangga dekat dan serumpun Malaysia, produktivitas mereka
dibandingkan kita 9:14 (McKensey Indonesia Report, 2012). Saat buruh kita
menghasilkan 9, buruh Malaysia menghasilkan 14. Produktivitas rendah ini bagus
atau jelek? Bagi saya pribadi bagus. Dengan demikian kita memiliki potensi yang besar untuk mengejar.
Perjalanan Pribadi Seorang Buruh
“Kedepan kamu
mau jadi apa”, tanya atasan keanakbuahnya. “Saya mau jadi manager pak”, jawab
sang anakbuah. “Baik, saya akan bantu kamu belajar dan mengembangkan kompetensi
supaya cita2mu tercapai. Cahyo sang buruh (mendapatkan gaji UMR) sejak saat itu
tekun bekerja dan meningkatkan kompetensinya.
Disela2
kesibukan bekerja, Cahyo yang lulusan SMK mengambil program S1 kelas malam.
Selama bertahun-tahun berikutnya Cahyo menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk meningkatkan kontribusinya di Kantor dan meningkatkan ilmunya di Kampus.
Waktu berlalu
cepat, tidak terasa percakapan Cahyo dan bosnya sudah terjadi 6 tahun yang
lalu. “Kenapa di depan macet ya bro”, tanya sang bos ke Cahyo. “Biasa pak, ada
demo buruh minta naik UMR”, jawab Cahyo. “Kamu ngak ikut demo?”, tanya sang bos
sambil sambil tersenyum. “Masak manager ikut demo pak”, jawab Cahyo terkekeh
sambil kembali fokus mengendarai mobil Avanza barunya.
Menuntut
kenaikan upah dengan demo setiap tahun dibolehkan dan dilindungi oleh
Undang-Undang di negara kita tercinta. Merupakan hak dan pastinya juga penting
bagi para buruh. Disisi lain ada jalan yang berbeda yang bisa ditempuh seperti
yang dilakukan oleh Cahyo, meningkatkan kompetensi dan kontribusi. Jabatan dan
gaji hanyalah akibat dan bukan penyebab.
Buat teman-teman buruh, pilihannya
ada ditangan anda.
Selamat Hari Buruh Indonesia.
Salam revolusi paradigma
Jakarta, Medio Mei 2014
Eko Jatmiko Utomo
Konsultan & Praktisi HR dan Leadership
Development
Kandidat Doktor dari Universitas Indonesia (UI)
jurusan Strategic Management
Mantan Aktivis GKI MY