MENEMUKAN WUJUD PEMIMPIN AGILE
DI TENGAH BADAI PERUBAHAN TAK BERKESUDAHAN
Dr. Eko Jatmiko Utomo
“Success
today requires the agility and drives to constantly rethink, reinvigorate,
react and reinvent”
(Bill Gates)
Ketika
Turbulensi Menjadi Rutinitas
Di
akhir tahun 2019, seluruh dunia merayakan pergantian tahun baru. Milenium kedua
memasuki usia dua dekade, sebentar lagi penduduk planet bumi menyambut 2020.
Semua berharap bahwa awan kelabu yang menyelimuti tahun 2019 tersibak oleh
cerahnya matahari tahun baru. Sepuluh tahun sebelumnya, dunia berada pada titik
nadir dari sebuah jurang yang ditimbulkan oleh pecahnya gelembung subprime
mortgage di Amerika. Tahun 2009 pertumbuhan ekonomi dunia mengalami
konstraksi sebesar -1,7% (https://data.worldbank.org/indicator).
Dan sejak saat itu pertumbuhan ekonomi dunia tidak pernah melebihi angka 5%,
bahkan beberapa tahun terakhir hanya berkisar di angka 2-3%. China yang
merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia tidak mampu kembali ke kinerja
terbaik di dekade sebelumnya yang mampu mencatatkan pertumbuhan di atas 10%.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi China merupakan tanda perlambatan pertumbuhan
ekonomi dunia. Semua berharap tahun 2020 bakal jadi tahun harapan pemulihan.
Andai saja sudah ada time travel machine yang bisa membawa manusia
melihat apa yang terjadi di tahun 2020, mereka tentu tidak akan terkejut setengah
mati.
Selagi seluruh dunia berusaha
mati-matian mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi masing-masing, Donald
Trump presiden baru Amerika meniupkan genderang perang dagang kepada China.
Donald Trump menerapkan bea masuk yang tinggi terhadap banyak produk yang
diekspor oleh China. Bahkan beberapa produk dilarang masuk ke Amerika. Produsen
smartphone Huawei pesaing berat Apple ditekan habis-habisan oleh pemerintah
Amerika. Tentu China tidak tinggal diam. Tindakan balasan dilakukan terhadap
produk-produk Amerika yang di ekspor ke China. Perang dagang yang dilakukan
oleh kekuatan ekonomi nomer 1 dan nomer 2 di dunia tentu mengguncangkan planet
bumi. Ibaratnya dua gajah bertarung maka tanah bergetar dan binatang-binatang
yang lain mau tidak mau ikut tunggang langgang dan ikut terkena dampaknya. Apalagi
hampir semua negara di dunia merupakan mitra bisnis baik Amerika maupuan China.
Jika mitra dagang utama mereka sakit demam, tentu berpengaruh terhadap
transaksi bisnis yang terjadi dengan negara-negara mitra dagang lainnya.
Belum usai perang dagang US vs
China yang membuat dunia ikut meradang, maka muncul sebuah berita baru di
pelosok China. Pada tanggal 18 Januari di Wuhan ditemukan sejenis penyakit baru
yang dinamakan virus Corona atau Covid 19. Virus ini sifatnya mirip dengan Influenza,
memiliki kemampuan penularan yang sangat cepat. Bedanya dengan Influenza, Corona
menyerang paru-paru yang menyebabkan kegagalan pernapasan. Tingkat kematian
rata-rata 4% dari angka mereka yang terinfeksi. Cukup tinggi dan menakutkan. Pemerintah
China dengan cepat melakukan penutupan kota Wuhan. Angka penularan dapat dijaga
di angka sekitar 80.000. Gerak cepat pemerintah China mampu melokalisir
penyebaran virus Covid 19 di China. Namun globalisasi dunia di mana pergerakan
manusia antar bangsa sedemikan mudah dilakukan membuat benua Eropa menjadi
korban paling parah serangan virus Covid 19 berikutnya. Ratusan ribu orang di
Italia, Spanyol, Inggris dan German tertular penyakit Corona. Dan globalisasi
membuat Corona menjadi pandemi yang tidak kalah ganas dibandingkan dengan flu
Spanyol yang terjadi persis satu abad yang lalu. Pusat penularan menyeberang
samudra Atlantik, Amerika menjadi pusat penyebaran virus Corona berikutnya
dengan tingkat korban terinfeksi dan mati yang paling tinggi di dunia. Total
ada 4.7 juta orang yang tertular dengan korban 157.000 hanya di Amerika sendiri
per tanggal 1 Agustus 2020 (https://www.worldometers.info/coronavirus).
Pada tanggal yang sama ada 17.8 juta penduduk dunia terinfeksi dan 684.000
orang yang menjadi korban.
Hampir semua negara menutup batas
antar negara mereka, sehingga tidak terjadi pergerakan antar negara. Sebagian
negara menerapkan kebijakan lokal penutupan secara total (lockdown) dan
sebagian melakukan pembatasan pergerakan manusia secara terbatas. Dunia yang
sebelumnya bergerak secara dinamis tiba-tiba dipaksa berhenti. Minim sekali
pergerakan antar negara. Bahkan pergerakan antar kota di negara yang sama juga
sangat berkurang. Perubahan yang mendadak ini membawa konsekuensi berhentinya proses
produksi dan pertukaran barang dan jasa antar negara dan antar daerah di sebuah
negara. Hampir semua industri mengalami pertumbuhan negatif terkecuali industri
kesehatan dan produsen barang terkait kesehatan. Data pada semester dua tahun
2020 menunjukkan banyak negara yang sudah jatuh ke dalam resesi. Pertumbuhan
mereka minus selama dua kuartal berturut-turut. Di dalamnya termasuk Singapura,
Perancis, Italia, Jepang, Amerika, Korea Selatan, Jerman dan Hongkong,
sekelompok negara-negara yang tergolong negara maju. Dan negara-negara yang
akan masuk ke dalam list ini akan terus bertambah di kuartal berikutnya karena
pandemi Covid 19 belum dapat ditangani, sampai ditemukannya vaksin Corona. Namun
masih dibutuhkan waktu paling cepat awal tahun depan vaksin Corona dapat
diproduksi secara masal sesudah uji klinis di beberapa negara berhasil
dilakukan. Tentu juga dibutuhkan waktu yang tidak singkat untuk dapat melakukan
vaksin untuk puluhan juta orang di setiap negara
Dengan dibatasinya pergerakan
manusia, barang dan jasa, maka pasar global mengalami kontraksi yang tajam.
Industri pariwisata dan turunannya tiba-tiba mengalami mati suri. Negara-negara
yang struktur ekonomi negaranya sangat tergantung kepada industri pariwisata seperti
Hongkong, Thailand dan Singapore mengalami hantaman yang sangat keras. Dalam
skala yang sama, andalan pariwisata Indonesia seperti pulau Bali juga terdampak
hebat karena pandemi, tingkat hunian hotel terjun bebas sampai di bawah 10%.
Pasar berubah, pergerakan terhambat, rantai pasok terkendala, sehingga banyak
perusahaan yang mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Sebagai
dampaknya maka produksi barang dan jasa terhambat, tidak terserap pasar
sehingga pendapatan perusahaan menurun dan pada akhirnya mengalami kerugian.
Banyak perusahaan melakukan pengurangan karyawan sehingga dipastikan tingkat
pengangguran di seluruh negara akan mengalami kenaikan.
Begitu cepatnya perubahan
lingkungan bisnis yang terjadi membuat semua organisasi baik institusi negara
maupun korporasi menjadi kelimpungan. Idiom kondisi lingkungan bisnis yang
makin Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity (VUCA) yang
dipopulerkan oleh Kolonel Richard Mackey di US Army War Collage (1992)
mendapatkan bukti empiris yang makin kuat dalam konteks global pada saat ini.
Artikel yang ditulis oleh Richard Mackey menyatakan bahwa kepemimpinan militer
sesudah runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya perang dingin membutuhkan karakter
dan kompetensi kepemimpinan baru yang lebih berorientasi kepada masa depan yang
diramalkan akan makin Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity
(Mackey, 1992). Volatile digambarkan sebagai suatu kondisi di mana
perubahan makin tidak bisa diramalkan. Perubahan bersifat dinamis. Kecepatan
perubahan dari satu kondisi ke kondisi yang lain berbeda-beda dan bisa berubah
sewaktu-waktu. Siapa yang bisa memperkirakan bahwa keputusan politik yang
diambil Presiden Uni Soviet Michael Gorbachev dengan cepat mengakhiri perang
dingin, memicu runtuhnya tembok Berlin, bersatunya kembali Jerman Barat dan
Jerman Timur dan bahkan pecahnya Uni Soviet. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan baik faktor utama maupun yang bersifat katalisator juga makin banyak
dan beragam. Sementara uncertainty diartikan bahwa kondisi-kondisi di
masa lalu yang semula cenderung mudah diprediksi yang tidak berlaku di saat sekarang.
Masa depan menjadi makin sulit untuk diprediksi. Hasil akhir dari sebuah proses
belum tentu sesuai dengan apa yang diinginkan dan direncanakan pada awal kerja
dilakukan. Amerika dengan sangat jelas membuktikan dalam perang Vietnam. Dengan
semua persenjataan dan sumberdaya komplit yang mereka miliki, mereka
mendapatkan kekalahan yang sangat memalukan dalam sepanjang sejarah perang
modern yang mereka lakukan. Dengan sumberdaya yang lengkap itu Amerika
diprediksikan menang di dalam perang Vietnam. Namun kenyataan yang terjadi
sebaliknya. Complexity menambah kerumitan dari kontek yang dihadapi oleh
organisasi. Komponen-komponen yang terlibat menjadi semakin banyak dan hubungan
interdependensi antar komponen juga jadi makin rumit. Dimensi terakhir VUCA
adalah ambiguity. Dalam era di mana data dan informasi melimpah maka
permasalahan utama bukan lagi bagaimana menemukan data dan informasi, namun
menemukan data dan informasi yang tepat dan jelas. Data dan informasi yang
menggunung memunculkan banyak tafsir yang berbeda sehingga suatu kondisi yang
sama bisa diartikan berbeda-beda oleh pihak yang berbeda. Masalah tafsir dan
komunikasi menjadi problem yang semakin pelik.
Sesudah hampir tigapuluh tahun
sejak istilah VUCA dipopulerkan oleh Richard Macley di seminar US Army War
College tahun 1992, maka kondisi global saat ini ternyata makin meneguhkan
bahwa VUCA menjadi sebuah keniscayaan dalam kehidupan sehari-hari di planet
bumi. Dunia makin Volatile, Uncertainty, Complex dan Ambiguity.
Ada dua faktor utama yang membuat dunia makin VUCA, yang pertama adalah globalisasi
dan kedua disrupsi yang terjadi karena perkembangan teknologi (Joiner,
2019). Gabungan kedua faktor ini secara ampuh meningkatkan kondisi lingkungan
bisnis semakin VUCA. Mari kita kembali ke masa beberapa abad yang lalu.
Teknologi kapal yang makin berkembang mampu memproduksi kapal yang makin besar
baik daya jelajah, kekuatan, keselamatan dan daya tampung. Maka pada pada abad
pertengahan milenium kedua berbondong-bondong terjadilah penjelajahan dunia
yang makin banyak dan masif. Para pelaut dari daratan Eropa menjelajah jauh
menyeberangi lautan Atlantik dan “menemukan” benua Amerika. Sebagian dari
mereka menuju ke arah selatan bola bumi dan menemukan asal rempah-rempah. Rempah-rempah
merupakan bahan makanan yang sangat mahal di belahan bumi Eropa. Karena
kelangkaanya maka harganya sangat tinggi. Untuk mendapatkan harga yang murah
maka pedagang harus mendapatkannya langsung di mana tanaman itu tumbuh,
kepulauan Nusantara. Mereka menjelajah lebih jauh lagi ke selatan dan menemukan
benua kecil yang terpencil yang hanya dihuni oleh sedikit penduduk asli dan
kemudian mereka namakan Australia. Selama beradab-abad teknologi kapal
meningkatkan dinamika perubahan di bumi. Terjadi peningkatan lalu lintas barang
dan manusia. Bangsa Eropa melakukan penaklukan dan penjajahan di banyak benua
dan wilayah yang selama ini hanya memiliki konflik dan perang regional.
Sekarang semua bagian di bumi terpapar oleh konflik global. Musuh dan teman
yang harus mereka hadapi tidak hanya kerajaan tetangga namun kerajaan-kerajaan
yang sangat jauh melintasi samudera. Semua dimungkinkan karena teknologi kapal
membuka pandora globalisasi semakin lebar.
Awal abad 20 manusia menemukan
teknologi yang membuat bumi tidak akan pernah sama lagi seperti tahun-tahun
sebelumnya, teknologi pesawat terbang. Penemuan teknologi pesawat terbang yang
dipelopori oleh Wright bersaudara di Benua Amerika dengan sedemikian cepat
berkembang. Pesawat terbang dengan cepat berkembang baik dalam hal jangkauan, kecepatan
maupun daya angkut. Hanya butuh kurang dari 30 tahun sejak ditemukan,
penerbangan komersial telah menyediakan layanan penerbangan lintas lautan
Atlantik pada tahun 1939. Dengan perkembangnya pesawat terbang yang mampu
terbang jauh menyeberangi samudra dengan membawa banyak orang, maka interaksi
global manusia dari satu pojok bumi ke pojok bumi yang lain menjadi jauh lebih
cepat dibandingkan pada saat andalan transportasi manusia adalah kapal laut.
Ide bisnis yang berkembang di satu negara dengan cepat menular ke negara lain. Teknologi
juga memungkinkan globalisasi mencapai level yang lebih tinggi. Manusia bisa
berpindah dari satu negara ke negara lain. Bahkan memungkinkan seseorang untuk
makan pagi di sebuah negara, makan siang ke negara lain dan kemudian makan
malam di negara yang berbeda. Globalisasi yang difasilitasi oleh teknologi menjadikan
hubungan interdepedensi antar manusia, organisasi dan negara makin tinggi.
Hubungan dagang dan bisnis meningkat dengan cepat dengan partner yang makin
banyak. Negara satu membutuhkan negara yang lain dan sebaliknya.
Pada akhir abad 20 teknologi
internet ditemukan. Tanpa harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain
manusia dapat berkomunikasi, mengirimkan dan menyimpan data, mengembangkan
produk dan jasa serta melakukan proses penjualan ke seluruh penjuru dunia.
Dengan teknologi semuanya dapat dilakukan di sebuah dunia virtual yang
dinamakan World Wide Web yang didukung oleh Cloud Cumputing. Proses
menyebaran ide, informasi dan data mengalami peningkatan yang jauh lebih cepat
dibandingkan dengan pada saat pesawat terbang ditemukan. Hampir seluruh pelosok
bumi terkoneksi, secara real time. Hampir seluruh manusia yang berjumlah
lebih dari 7 Milyar terhubung, bumi menjadi sebuah desa. Berita dan ide dari
satu pelosok dunia yang terpencil dalam hitungan menit dapat menjangkau seluruh
dunia, Selamat datang pada dunia yang saling terhubung, hampir tiada batas.
Namun teknologi dan globalisasi yang makin cepat membawa informasi dan ide baru
membuat informasi dan ide lama cepat sekali menjadi usang. Coba Anda
perhatikan, bagaimana teknologi telekomunikasi berkembang dengan cepat dari 1G
ke 2G, 3G, 4G dan sekarang sudah mulai masuk ke 5G. Bagi mereka-mereka yang
lambat dalam beradaptasi pasti akan ketinggalan. Mereka yang masih berada di
teknologi 3G jelas akan ketinggalan dibandingkan mereka yang sudah mengadopsi
teknologi 4G. Perhatikan bagaimana produk smart phone BlackBerry yang memiliki
keunggulan Push Mail dan komunikasi antar pelanggan dengan cepat
digantikan oleh teknogi baru yang lebih canggih, lebih cepat dan lebih
terjangkau. Pada saat Black Berry tidak siap beradaptasi maka mereka
ditinggalkan kereta perubahan dan tidak pernah bisa mengejar kembali. Semakin
cepat teknologi baru ditemukan dan proses globalisasi makin tanpa batas maka
dunia makin Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity.
Negara dan korporasi yang tidak mampu dengan cepat beradaptasi terhadap
perubahan yang cepat ini maka mereka menjadi tidak relevan dan akan
ditinggalkan. Pertanyaan maha penting muncul: pemimpin negara dan korporasi
seperti apa yang akan mampu memimpin institusinya supaya tidak digilas oleh
perubahan?
Model
Agility
Agility seorang Nararya Sangramawijaya.
Benak Nararya Sangramawijaya berkecamuk kemarahan, kecemasan
dan kekuatiran. Alisnya terangkat dan raut mukanya memerah. Menurut laporan
telik sandi yang dikirimkan ke depan garis pertahanan, terlihat bahwa pasukan
pemberontak sudah mendekati batas kota. Mereka mendirikan kemah sepelemparan
batu dari benteng kota raja. Dari atas benteng kota pasukan lawan terlihat
kuat. Umbul-umbul dalam banyak warna megah berkibar di depan perkemahan. Namun
berdasarkan laporan telik sandi yang menyusup jauh ke dekat kemah, sebenarnya
pasukan pemberontak tidak cukup kuat untuk dapat mengganggu pertahanan kerajaan,
apalagi mengambil alih ibukota. Sangramawijaya melaporkan kondisi itu kepada
sang Baginda Raja sang mertua bahwa hanya diperlukan pasukan secukupnya untuk
menahan dan menggempur pasukan liar pemberontak yang datang dari arah utara
itu. Kerajaan perlu berhati-hati dan mempersiapkan diri dengan kemungkinan
serangan lain yang lebih berbahaya. Dicurigai bahwa serangan pasukan lawan dari
arah utara hanyalah sebuah umpan. Untuk membuat pertahanan ibukota menjadi
lemah karena ditinggalkan sebagian besar pengawalnya. Telik sandi melaporkan
ada pergerakan pengumpulan pasukan yang besar di Gelanggelang dan bergerak
menuju ke Daha.
Namun Baginda Raja yang sudah tua tidak berkenan
dengan pendapatnya. Pasukan besar itu masih jauh dari ibukota. Baginda percaya
jika pasukan di Daha akan mampu menahannya. Paling tidak sampai pasukan
pemberontak yang sudah sampai di gerbang utara dapat dihancurkan. Titah telah
diberikan. Bahwa Nararya Sangramawijaya harus membawa sebagian besar pasukan
kerajaan untuk bergerak ke batas utara dan menghancurkan pasukan pemberontak,
sampai tuntas. Peringatan bahwa ada kemungkinan gerakan pasukan lain dari arah
tak terduga ditolak oleh Baginda Raja. Seluruh kekuatan dikerahkan untuk
menumpas pemberontak. Padahal kerajaan pada saat itu sedang dalam kondisi
lemah. Sebagian pasukan pergi ke luar Jawa menempuh laut untuk melakukan
ekspedisi ke kerajaan Melayu. Menunjukkan eksistensi sebagai kerajaan yang
terhebat dan terkuat di Nusantara. Kerajaan yang berani mengusir pimpinan dari kerajaan
besar dari mancanegara. Kondisi ini rupanya diketahui dan dimanfaatkan oleh
pemberontak. Baginda sedemikian marah dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh
sepupu dan sekaligus besannya sendiri. Perintah Baginda Raja untuk menyerang
keluar dan menumpas pemberontak tidak terbantah.
Dengan terpaksa Nararya Sangramawijaya membawa pasukan
yang kuat untuk menghancurkan pasukan pemberontak. Dengan misi menaklukkan
musuh secepatnya. Dan kembali ke ibukota secepatnya. Namun apa yang sudah
diperkirakan menjadi kenyataan. Dalam perang gelar yang terjadi, pasukan musuh
tidak kuasa menghadapi pasukan induk yang dipimpin langsung oleh
Sangramawijaya. Mereka tidak cukup kuat bertahan dan segera undur diri dari
medan perang. Sebenarnya Sangramawijaya berniat membiarkan pasukan pemberontak
pergi. Dia khawatir jika mengejar pemberontak maka pengawalan ibukota kerajaan
menjadi lemah. Namun sesuai perintah sang Baginda, maka Nararya Sangramawijaya
dengan terpaksa memberikan aba-aba untuk mengejar pasukan lawan dan menghancurkan
pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Senopati Jaran Goyang. Harapan untuk
segera menghancurkan lawan tidak mudah untuk dilaksanakan. Pasukan kecil lawan
cepat menyusup di sela-sela pategalan, semak belukar dan hutan. Mereka
memanfaatkan semua bentang alam dan tumbuh-tumbuhan yang ada di atasnya untuk
bertahan dan perlahan melarikan diri. Butuh waktu berhari-hari untuk mengejar,
menemukan dan menghancurkan mereka. Pasukan makin jauh dari ibukota kerajaan.
Pada akhirnya Sangramawijaya mampu menghancurkan
pasukan lawan. Untuk itu mereka harus memberikan pengorbanan, pasukan menjadi
jauh dari ibukota kerajaan. Mereka menang perang namun kondisi pasukan letih karena
pengejaran dan pulang kembali ke pusat kerajaan dengan kondisi tidak utuh
karena cukup banyak korban prajurit yang berjatuhan. Dan Nararya Sangramawijaya
menemukan kenyataan pahit bahwa praduga yang terbersit di pikiran sebelum pergi
menumpas pasukan pemberontak dari utara pimpinan Jaran Goyang terbukti. Ada
pasukan yang jauh lebih kuat sudah disiapkan oleh musuh dari arah selatan.
Mereka dengan cepat menggempur dan menguasai Daha dan kemudian bergerak ke timur
menusuk ibukota. Pasukan induk lawan menggempur pusat kota yang kosong dan
bahkan berhasil menewaskan Baginda Raja yang hanya dikawal oleh pasukan
seadanya. Nararya Sangramawijaya terlambat, ibukota kerajaan sudah terlanjur
jatuh ke tangan musuh. Pasukannya yang letih dan sudah jauh berkurang
kekuatannya tidak cukup mampu untuk dapat merebut ibu kota kerajaan ibukota
kembali. Pertempuran perebutan ibukota kerajaan tidak seimbang, pasukan
Sangramawijaya menghadapai tekanan yang besar. Jika tetap bertahan maka
dipastikan akan menghadapi kebinasaan.
Nararya Sangramawijaya yang juga dipanggil sebagai
Raden Wijaya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pertempuran ke utara.
Pasukan pemberontak pimpinan Raja Jayakatwang dari Gelanggelang sang besan
Baginda Raja Kertanegara tidak berhenti hanya sekedar mengusir Raden Wijaya
agar tidak dapat kembali masuk ke kota raja. Mereka mengejarnya jauh ke utara.
Raden Wijaya dengan pasukan terpaksa pergi menyeberang laut dan mendarat di
pulau Madura. Bertemu dengan penguasa Sumenep Aria Wiraraja. Yang sebenarnya
merupakan sekutu dari Jayakatwang sehingga mampu meruntuhkan dinasti Singasari.
Aria Wiraraja dendam terhadap Kertanegara karena menyingkirkan dirinya dari
ibukota Singasari ke Sumenep. Raden Wijaya memberikan penawaran yang lebih
menarik kepada Aria Wiraraja, separo kerajaan Singasari jika bersedia bekerja
sama untuk merebut kembali singgasana. Dan siasat disusun. Aria Wiraja
mengabarkan bahwa Raden Wijaya menyerah dan bersedia takluk dan setia kepada
raja baru Jayakatwang. Jayakatwang yang juga sudah kelelahan berperang menerima
penyerahan diri dan memberikan hutan sebagai tempat perburuan di utara kota
untuk tempat kediaman Raden Wijaya, menghindarkan peperangan dan menjauhkan
Raden Wijaya dari kota raja. Di hutan Tarik Raden Wijaya membangun desa yang
dinamakan Majapahit.
Setahun berikutnya pasukan Kubilai Khan yang sangat
besar dengan ratusan kapal dan prajurit sejumlah 20.000 mendarat, hendak
membalas dendam atas perlakuan Baginda Kertanegara terhadap utusan yang
dikirimkan setahun sebelumnya. Dari telik sandi Raden Wijaya mengetahui kedatangan
pasukan manca. Sebagai pewaris sah kerajaan Singasari, Raden Wijaya
berpura-pura bersedia takluk sebagai kerajaan di bawah kekaisaran Mongol asal
dibantu untuk mengambil alih kembali tahta kerajaan dari tangan Jayakatwang.
Dan kesepakatan baru terbentuk. Dengan bantuan tentara Mongol maka Raden Wijaya
menyerang ibukota kerajaan dari segala penjaru dan meruntuhkan kekuasaan
Jayakatwang yang baru berjalan setahun. Raden Wijaya menunggangi gelombang
tsunami dari laut utara untuk menundukkan penguasa baru Singasari.
Pasukan gabungan Raden Wijaya, Bupati Sumenep Aria
Wiraraja dan pasukan Mongol memetik kemenangan gemilang. Pasukan raksasa dari
kerajaan Mongol berperan besar dalam menghancurkan pasukan Jayakatwang. Semua
bergembira bahwa ibukota kerajaan dapat diambil alih kembali dan pemberontak
Jayakatwang ditangkap dan dijadikan tawanan. Semua senang, terlebih pasukan
Mongol yang merasa mendapatkan kemenangan besar di ekspedisi balas dendam di
seberang lautan. Pada saat pasukan Mongol berpesta pora merayakan kemenangan,
dengan sigap dan diam-diam Raden Wijaya dan Aria Wiraraja mengambil kesempatan
untuk menyerang tentara Mongol yang lengah dan mendesak mereka kembali ke utara.
Mengusir pasukan Mongol keluar dari pulau Jawa untuk selamanya. Sebuah
kekalahan yang tidak terduga atas kecerdasan Raden Wijaya dalam menghadapai
perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dalam kurun waktu 2 tahun yang penuh
gejolak dan tidak terduga-duga.
Raden Wijaya bertahta di singgasana Majapahit dengan
gelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana. Dan tercatat sebagai raja yang mendirikan
kerajaan yang meliputi sebagian besar kepulauan di Nusantara. Yang ketenarannya
melampaui wujudnya beratus tahun sesudahnya. Nama Raden Wijaya abadi karena
kemampuannya dalam melakukan pengamatan yang cermat terhadap apa yang terjadi
dan kemudian bertindak cepat dan tepat dari setiap perubahan yang terjadi. Yang
terjadi berikutnya adalah catatan sejarah tentang kehebatan kemampuan agility
seorang Maharaja baru di Nusantara.
Anda
sudah membaca dan menelaah cerita di dalam kotak di atas tentang Raden Wijaya? Kapabilitas
seperti apa yang dimiliki oleh Raden Wijaya? seorang menantu raja calon pewaris
tahta, dalam sekejap mata menjadi buronan, merebut kembali kekuasaan dan
kemudian membangun sebuah dinasti terbesar di Asia Tenggara. Cerita sejarah masa
lalu menunjukkan bahwa Raden Wijaya memiliki kemampuan yang tinggi dalam
mengantipasi perubahan-perubahan yang terjadi dan kemudian membuat respon
tindakan yang tepat terhadap perubahan yang terjadi. Kemampuan itu di era
modern sekarang ini dinamakan Leadership Agility.
Leadership
Agility adalah kemampuan seorang pemimpin untuk merasakan dan
mendeteksi perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis dan secara cepat
mengambil tindakan yang tepat untuk mengantisipasinya (Horney dkk., 2010). Raden
Wijaya mengalami perubahan yang radikal pada saat pasukannya kembali ke ibukota.
Ternyata pemberontak Jayakatwang sudah menguasai ibukota kerajaan dengan
pasukan yang sangat kuat. Jauh lebih kuat dibandingkan dengan pasukan yang dia
pimpin. Apalagi mereka masih dalam kondisi kelelahan dan kekurangan pasukan
karena baru saja bekerja marathon mengejar dan menghancurkan pasukan musuh dari
utara. Raden Wijaya tidak memaksakan diri untuk menggempur ibukota karena tahu
bahwa pasukannya yang kecil bakal hancur lebur. Dengan pengamatan yang cepat
Raden Wijaya mengambil keputusan untuk meninggalkan peperangan dan pergi ke
utara untuk mencari bala bantuan yang ada pada diri seorang Aria Wiraraja sang
bupati Sumenep. Jika Raden Wijaya memaksakan diri untuk habis-habisan menggempur
Jayakatwang dan pasukannya yang sudah menguasai ibukota Singasari maka sejarah Nusantara
akan menjadi berbeda. Tidak ada sejarah kerajaan Majapahit di dalamnya.
Kemampuan
Raden Wijaya dalam mengamati dan mendeteksi perubahan kembali diuji. Kekaisaran
Mongol dengan pasukan yang sangat kuat datang untuk melakukan balas dendam. Mereka
dendam karena setahun sebelumnya utusan mereka dihina dan diusir. Pada saat itu Raden Wijaya merupakan bagian dari
elit kerajaan Singasari yang melakukan pengusiran. Mari kita pelajari apa yang
dilakukan oleh Raden Wijaya. Raden
Wijaya tidak memilih untuk melakukan konfrontasi walau dia merupakan bagian
dari kerajaan Singasari saat peristiwa pengusiran terjadi. Namun Raden Wijaya
juga tidak membiarkan momentum itu berlalu begitu saja. Dengan kecerdikannya Raden
Wijaya menyambut dan mengajak utusan Kekaisaran Mongol untuk mengusir Raja Jayakatwang
yang mengangkat diri sebagai penerus Singasari. Keputusan itu terbukti benar,
kekuatan gabungan Raden Wijaya, Aria Wiraraja dan utusan Kekaisaran Mongol
berhasil menumbangkan Jayatkwang yang baru berkuasa 1 tahun lamanya.
Leadership
Agility Raden Wijaya tidak berhenti di situ saja. Di dalam
waktu yang sempit dengan mengandalkan perhitungan yang rumit namun cepat dan tepat
maka Raden Wijaya memutuskan untuk menyerang pasukan utusan Kekaisaran Mongol
yang sedang dimabuk kemenangan. Dan kembali sejarah mencatat kecermatan keputusan
yang diambil Raden Wijaya, pasukan Mongol dapat diusir dan kemudian Majapahit menorehkan
kejayaanya di sejarah bumi Nusantara.
Jadi,
untuk menghadapi dunia yang makin VUCA apa yang harus dibangun dan dimiliki oleh
perusahaan agar mampu bertahan dan tetap berkembang? Di gambar 1 di bawah, saya
membuat sebuah model sederhana untuk menjawab pertanyaan di atas. Lingkungan bisnis
yang makin VUCA dipengaruhi oleh dua gaya yang utama: Globalisasi dan Perkembangan
Teknologi. Globalisasi adalah proses dimana dunia menjadi tanpa batas. Kesepakatan
negara-negara untuk mengendorkan perbatasan, keluar masuknya orang dan barang
dari luar negeri mengakibatkan masing-masing negara menjadi lebih mudah mempengaruhi
dan dipengaruhi dalam banyak aspek kehidupan: ekonomi, sosial, budaya,
lingkungan, bisnis dan lain-lain. Sementara perkembangan teknologi yang cepat
menjadi faktor kedua yang membuat lingkungan bisnis menjadi makin VUCA. Kondisi
ini ditambah dengan wild card (faktor-faktor yang tidak dapat diprediksi)
seperti pandemi yang terjadi saat ini atau bencana alam.
Agar
selamat dalam dunia yang makin VUCA maka organisasi (termasuk organisasi bisnis)
harus mengembangkan sebuah kompetensi yang dinamakan Organizational Agility.
Organisasi yang agile sangat dipengaruhi dipengaruhi oleh Leadership
Agility dari pemimpin di dalam organisasi. Tanpa Leadership Agility
maka Organizational Agility tidak akan terjadi.
Mari kita tinjau keselurahan model ini satu persatu. Organizational Agility adalah kemampuan organisasi untuk secara efektif mendeteksi, menilai dan merespon perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis secara tepat agar tetap mampu bersaing dan eksis (Tilman & Jacoby, 2019).
Gambar 1. Model Pengaruh Leadership Agility Terhadap Organizational Agility
Organisasi
yang Agile adalah organisasi yang tangkas dan lincah dalam merespon
setiap perubahan yang terjadi pada lingkungan yang akan berdampak terhadap perusahaan.
Saya mengidentifikasikan ada 3 karakter utama yang harus dimiliki sebuah organisasi
yang agile, 3 karakter utama itu saya namakan RFC yang merupakan
singkatan dari: Responsive, Flexible dan Capable.
Organisasi yang agile adalah organisasi yang responsif. Lawan kata dari
responsif adalah lembam, lambat atau diam. Organisasi yang agile secara proatif
dan terus-menerus mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnis.
Mereka melakukan analisa pengaruh perubahan yang terjadi terhadap organisasi.
Dan kemudian secara cepat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dengan
menyusun ulang strategi, sistem dan organisasi agar selaras dengan perubahan. Coba
Anda bandingkan saat Anda mengendarai dua jenis mobil: mobil keluarga dan mobil
balap. Apa yang Anda rasakan berbeda saat Anda menginjak gas pada kedua jenis
mobil ini. Ya, mobil balap sangat responsif dalam merespon injakan gas Anda.
Dalam waktu singkat injakan gas Anda akan diorkestrasikan oleh keseluruhan
sistem dan tubuh mobil untuk segera mencapai kecepatan yang Anda inginkan. Berbeda
kondisinya jika Anda mengendari mobil keluarga, kita harus bersabar untuk
menekan gas dalam-dalam dan menunggu waktu yang cukup lama untuk mencapai
kecepatan yang kita inginkan. Mobil balap jauh lebih responsif dibandingkan
dengan mobil keluarga.
Karakter
utama kedua yang dimiliki olah perusahaan yang agile adalah fleksible.
Fleksibel adalah kemampuan organisasi untuk melakukan perubahan internal secara
cepat. Anda bisa membayangkan pohon cemara dan pohon mangga yang sama-sama ditiup
angin besar. Pohon cemara pada saat ditiup angin yang besar dia tidak akan melawan
secara langsung, batang pohon akan meliuk-liuk mengikuti ke mana arah angin bertiup.
Berbeda dengan pohon mangga yang berdiri tegak kokoh melawan angin yang menerpa.
Namun apa yang terjadi? Pohon mangga roboh dan pohon cemara tetap tegak berdiri.
Kemampuan pohon cemara untuk tetap berdiri bukan karena batang pohon yang lebih
kuat atau akar yang lebih dalam dibandingkan dengan pohon cemara, namun karena
pohon cemara secara fleksibel mampu menyesuaikan diri mengikuti arah tiupan angin.
Dalam
sebuah kesempatan saya berdiskusi dengan sebuah perusahaan start up. Dalam
bisnis model yang mereka kembangkan, perusahaan menyasar industri hospitality
sebagai pasar yang mereka bidik. Sebuah strategi yang masuk akal karena pada tahun-tahun
sebelumnya industri hospitality termasuk perhotelan berkembang dengan sangat
cepat. Namun sesudah pandemi terjadi, maka setiap negara melakukan larangan pergerakan
baik dari dalam ke luar maupun dari luar negara ke dalam. Kebijakan ini juga
termasuk membatasi pergerakan di dalam negara dengan tujuan melakukan isolasi terhadap
penyebaran virus Corona. Industri hospitality sangat mengandalkan
pergerakan manusia dan saat pergerakan dilarang dan dibatasi tentu saja
industri ini juga akan runtuh. Pada saat berdiskusi dengan manajemen perusahaan
start up ini saya merasakan keengganan mereka untuk merubah strategi
pemasaran mereka. Mereka merasa telah sedemikian banyak meluangkan waktu untuk
menggarap pasar ini. Mereka mengalami hal yang saya namakan rigiditas strategi.
Strategi yang kaku, tidak fleksibel. Mereka enggan untuk membangun ulang model
bisnis dan strategi pemasaran. Jika hal ini dibiarkan maka kejatuhan organisasi
tinggal menunggu waktu. Saya juga menjadi saksi bagaimana sebuah perusahaan yang
sedemikian besar terkena dampak pandemi namun tidak mau merubah struktur organisasi.
Mereka mempertahankan struktur organisasi yang lama. Memang struktur organisasi
yang lama ini terbukti membuat perusahaan berkembang di masa lalu. Namun struktur
organisasi yang lama memberikan beban biaya yang sangat besar terhadap
perusahaan karena sistem kerja yang banyak dilakukan dari rumah dan beban kerja
yang jauh lebih kecil. Infleksibilitas struktur organisasi ini pada akhirnya
membawa perusahaan ke dalam kesulitan.
Faktor
ketiga dalam organisasi yang agile adalah Capable. Kapabilitas (capable)
adalah serangkaian kompetensi yang dimiliki oleh organisasi dalam melakukan
pekerjaan dengan efektif dan efisien. Kita akan kembali menggunakan analogi
mobil balap. Pada saat gas ditekan oleh pengemudi maka mesin secara cepat mampu
mengubah bahan bakar menjadi energi gerak. Namun bayangkan jika sistem kontrol,
sistem gerak, sistem kemudi, bodi mobil, ban dan sistem-sistem yang lain tidak
memiliki kemampuan untuk bisa meneruskan energi gerak yang dihasilkan oleh
mesin yang responsif. Apa yang akan terjadi? Mobil berjalan lambat dengan
meraung-raung atau mobil berjalan sangat cepat namun tidak terkendali. Jadi
dibutuhkan sebuah kapabilitas organisasi melakukan eksekusi terhadap respons
yang dilakukan oleh perusahaan.
Sebelum
membahas dimensi penting kedua yaitu Leadership Agility, saya minta Anda
untuk membaca dan menelaah cerita di dalam kotak di bawah ini.
Bagaimana Kemampuan Agility Anthony Salim
Menyelamatkan Bahtera Salim Group.
Tanggal 14 Mei 1998. Jakarta membara. Demonstrasi para
mahasiswa yang didukung oleh rakyat bagaikan bola salju yang menggelinding
makin besar, tak terhadang. Dan seperti yang selalu terjadi, pasti ada
penunggang gelap di belakang revolusi yang sedang terjadi. Telpon Anthony Salim
di lantai 12 kantor Wisma Indocement berbunyi. Penjaga rumah keluarga Salim di
Gunung Sahari melaporkan bahwa ada beberapa truk penuh dengan wajah2 beringas
bersenjatakan jerigen bahan bakar membawa banyak perkakas datang. Mereka parkir
di dekat gerbang kompleks keluarga Salim. Kedekatan Sudono Salim, ayah Anthony terhadap
penguasa Orde Baru Soeharto dalam sekejap berbalik dari aset menjadi
liabelitas. Semua yang berhubungan dengan sang penguasa termasuk Sudono Salim
yang dituduh sebagai cukong menjadi sasaran massa. Ketajaman prediksi Anthony
terbukti, sang ayah berobat ke Amerika dan keluarga sudah diungsikan ke
Singapura beberapa hari sebelumnya, saat kondisi politik sudah terlihat
memanas. Anthony tanggap bahwa keluarga mereka sebagai konglomerat nomer 1 di
Indonesia yang besar karena kedekatan dengan penguasa akan menjadi salah satu
sasaran utama.
Penjaga rumah bertanya kepada Anthony Salim apa yang
harus dilakukan terhadap para penjarah yang sudah mulai bergerombol di depan
gerbang kompleks. Apakah rumah keluarga akan dipertahankan mati-matian? Dengan
cepat Anthony melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi dan membuat
keputusan terbaik yang akan meminimalisir kerusakan: para penjaga tidak diperkenankan
untuk melawan. Lebih baik rumah keluarga yang mewah dibiarkan dibakar daripada
ada yang terluka, apalagi terbunuh. Kalau ada darah yang tumpah dari para perusuh
saat merusak rumah, maka seluruh kota dapat diprovokasi dan akan mengalami
kekerasan yang lebih mengerikan. Karena itulah kehendak mereka yang mengirim
gerombolan perusuh ke Gunung Sahari. Dan pada hari itu rumah penuh kenangan
keluarga Salim musnah terbakar. Mereka mencabik-cabik photo besar Sudono Salim
dan istri dan menyeretnya ke jalan untuk mendapatkan publikasi yang dikehendaki
bohir mereka. Emosi para perusuh terlampiaskan, publikasi didapatkan dan mereka
meninggalkan kompleks rumah keluarga Salim dengan tulisan cat besar di gerbang
kompleks “Anjing Suharto”. Tanpa korban luka, tanpa korban jiwa. Keputusan
Anthony sebagai wakil keluarga membiarkan perusuh membakar dan merusak rumah
keluarga dalam situasi yang chaos yang serba tidak menentu menyelamatkan
reputasi keluarga.
Salim group sebagai konglomerasi nomer 1 di Indonesia
yang besar karena kedekatan Sudono Salim kepada penguasa menjadikannya mudah
mendapatkan proyek apapun yang mereka kehendaki. Kemudahan berusaha dan
menggurita karena dekat dan jadi cukong menjadi pisau tajam yang menusuk balik
pada saat kekuasaan Soeharto dilengserkan oleh para mahasiswa. Lawan-lawan bisnis
yang selama ini merasa tidak mendapatkan kesempatan untuk berkembang
memanfaatkan kesempatan dalam revolusi yang terjadi. Semua cara dilakukan untuk
mengambil alih bisnis dan aset keluarga Salim.
Bank Central Asia (BCA) diserbu oleh para nasabahnya.
Ditiupkan kabar bahwa Sudono Salim melarikan diri dan BCA bermasalah. Seluruh
cabang BCA diserbu nasabah untuk menarik tabungan mereka. Sebagian besar karena
provokasi yang diluncurkan dari banyak media dan dari banyak arah. Antrian kecil
memancing antrian yang lebih besar lagi. Antrian nasabah menarik uang tabungan
menjamur di mana-mana, tak tertanggungkan. Penarikan dibatasi dan mengakibatkan
kepercayaan makin merosot. Bank Indonesia terpaksa turun tangan melakukan
penyelamatan. Bank-bank lain juga sedang mengalami permasalahan yang serupa. Sehingga
tidak bisa diharapkan untuk membantu menyelamatkan bank swasta terbesar di
Indonesia itu. Apalagi saham 30% keluarga Cendana berdampak negatif di mata
nasabah. Hampir semua bank saat itu memiliki catatan kesalahan fundamental yang
besar, kredit lebih dari 70% disalurkan ke perusahaan internal maupun yang
terafiliasi. Jauh lebih besar dari kondisi ideal. Puluhan trilyun diguyurkan
oleh Bank Indonesia kepada BCA tentu bukan merupakan bantuan cuma-cuma, apalagi
telah terjadi pergantian kekuasaan nomer 1 di Indonesia. Kekuasaan berpindah
dari Soeharto kepada wakilnya, Habibie. Seseorang yang jauh dari Salim sekeluarga.
Mereka salah meletakkan taruhan kedekatan kepada Tri Sutrisno dan bukan kepada
Habibie yang juga bukan kepercayaan Soeharto, patron utama Salim (Borsuk &
Chng, 2016).
Untuk membayar utang bantuan Bank Indonesia, maka
Salim group harus menjaminkan aset-aset yang dimiliki kepada Badan Penyelamatan
Perbankan Nasioan (BPPN) yang dibentuk pemerintah untuk menarik kembali uang
bantuan yang diberikan kepada para konglomerat khususnya pemilik bank yang
jatuh karena reformasi 1998. Anthony merupakan anak laki-laki ketiga namun
dipercaya ayahnya Sudono Salim menjadi nahkoda kapal yang mulai karam. Anthony
memiliki dua pilihan: melakukan perlawanan dan mempertahankan aset yang
dimiliki mati-matian atau bekerja sama dengan pemerintah baru untuk memastikan
eksistensi Salim di blantika bisnis Indonesia. Sebuah keputusan yang tidak
mudah dilakukan karena perubahan iklim politik yang luarbiasa cepat dan berdampak
besar bagi bisnis Salim group yang selama ini dilindungi oleh penguasa lama.
Anthony memutuskan pilihan kedua, bekerja sama dengan BPPN yang diwakili oleh
Holdiko sebagai perusahaan yang mengurusi, negosiasi aset-aset Salim group yang
harus diserahkan ke negara sebagai kompensasi talangan Bank Indonesia.
Sebagai pimpinan Salim Group, Anthony membuat
keputusan yang jauh berbeda dibandingkan konglomerat lainnya, yaitu bekerjasama
dengan BPPN dan Holdiko yang menjadi wakil pemerintah. Aset-aset penting Salim
group termasuk 2 pilar utama bisnis Salim: Bank BCA dan Indocement diserahkan
kepada Holdiko. Bahkan 22 persen saham Salim di Astra International juga
diserahkan. Ditambah lagi dengan sekian banyak aset Salim lainnya. Salim group
mengejar surat bebas utang sebagai pasien BPPN. Mereka hanya menyisakan satu
lini bisnis yang dipertahankan sebagai mayoritas pemegang saham Salim Group:
Indofood. Anthony memperhitungkan bahwa di kondisi apapun bisnis makanan tetap
akan menjadi favorit dan stabil berkembang. Visi Anthony tentang keputusan
untuk menyisakan bisnis Indofood dan bukan bisnis yang lainnya akan diuji oleh
masa.
Sesudah sekian dekade berlalu, BCA sebagai perusahaan
yang dibesarkan oleh keluarga Salim terbukti menjadi tambang emas, bagi
siapapun pemiliknya, termasuk pemilik baru keluarga Hartono yang sudah kaya
dari berjualan rokok Jarum. Selama bertahun-tahun keluarga Hartono menjadi
orang terkaya nomer satu di Indonesia. Waktu yang berlalu membuktikan bahwa
cara Anthony melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi dan bagaimana dia
merespons dan mengambil tindakan terbukti benar adanya. Bisnis keluarga Salim
kembali berkibar, kali ini tanpa koneksi dari penguasa. Indofood menjadi
lokomotif bisnis yang hebat, pendapatan melonjak ke 77 Trilyun (2019). Bogasari
ada di belakangnya. Kebun sawit dengan transaksi akuisisi mampu dikumpulkan
kembali ke keranjang portofolio bisnis Salim. Kebon sawit menjadi rantai pasok
utama bisnis Indofood. Mereka bahkan mampu membesarkan minimarket Indomart
dengan jumlah outlet raksasa (lebih dari 17.000) dan pendapatan lebih dari 70
Trilyun (2019). Belum termasuk bisnis Indomobil, Sari Roti dan sebagian saham
Indocement yang masih mereka miliki. Yang juga patut diperhitungkan adalah
bisnis luar negeri yang digawangi oleh group First Pasific yang menaungi bisnis
Salim di seluruh dunia (Borsuk & Chng, 2016).
Keputusan dan tindakan yang diambil oleh Anthony Salim
sebagai kepala keluarga Salim group mampu menjaga eksistensi bisnis Salim dan
membawanya kembali bersinar di percaturan bisnis Indonesia. Walaupun Anthony
belum mampu menyamai ayahnya Sudono Salim sebagai orang terkaya di Indonesia,
namun Anthony terbukti mampu mencatatkan kembali nama Salim sebagai salah satu
orang terkaya di Indonesia. Beberapa tahun ini, namanya tidak pernah keluar
dari rangking 6 besar sebagai orang terkaya menurut Forbes Indonesia dengan
kekayaan lebih dari US $5 Milyar (lebih dari 70 Trilyun rupiah).
Organisasi
agile memiliki karakter Responsive, Flexible dan Capable.
Tentu tidak mudah untuk membangun organisasi agar memiliki tiga karakter utama
di atas. Di sinilah peran pemimpin organisasi sebagai orang yang paling
berpengaruh dan berkepentingan terhadap dibangunnya tiga karakter tersebut.
Untuk bisa membangun organisasi yang agile maka pemimpinnya harus agile
terlebih dahulu.
Dari
model yang saya kembangkan di gambar 1 di atas. Maka kita bisa melihat bahwa pemimpin
yang agile memiliki 3 karakter utama: Growth Mindset, Embrace
Change dan Rapid Execution. Tanpa memiliki tiga karakter utama ini, pemimpin
akan mengalami kesulitan dalam membangun organisasi yang agile yang memiliki
karakter Responsive, Flexible dan Capable. Oleh karena itu jika
kita ingin membangun organisasi yang agile, yang mampu merespon dengan efektif
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis dengan cepat maka yang
harus dibangun dan dikembangkan pertama kali adalah para pemimpin yang agile.
Mari
kita mulai dengan karakter yang pertama: Growth Mindset. Jadi apa yang
dimaksud dengan seorang pemimpin yang memiliki Growth Mindset? Seseorang
yang memiliki keyakinan bahwa kapabilitas seseorang itu bisa tumbuh dengan
proses pembelajaran dan latihan (Dweck, 2016). Mindset ini berbeda
dengan mereka yang berkeyakinan bahwa kapabilitas merupakan anugrah dan tidak
dapat dikembangkan lagi. Mindset ini dinamakan sebagai Fixed Mindset.
Sekarang
Anda bayangkan, paradigma seperti apa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
organisasi yang mengalami rangsangan dari luar secara bertubi-tubi dan
membutuhkan kompetensi yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Paradigma mana
yang lebih tepat? Apakah Growth Mindset atau Fixed Mindset? Tentu
Anda akan memilih Growth Mindset. Dengan paradigma ini maka Anda sebagai
pemimpin organisasi secara terbuka dan proaktif mencari cara untuk meningkatkan
dan mempelajari kompetensi-kompetensi baru yang lebih sesuai dengan konteks
saat ini.
Dalam
dunia bisnis saat ini, proses yang dilakukan di dalam organisasi harus
dilakukan secepat mungkin dengan kualitas yang terbaik agar pelanggan mendapatkan
layanan yang sesuai dengan harapan mereka. Jika pemimpin memiliki Fixed
Mindset maka dia menolak atau berlambat-lambat dalam mengadopsi misal upaya
digitalisasi proses perusahaan. Pemimpin berpikir bahwa cara lama yang manual
masih memadai dan selama ini terbukti mampu mendatangkan pelanggan. Pemimpin
tidak sadar bahwa tingkat harapan kualitas layanan dari pelanggan mengalami
perubahan. Semakin hari semakin menuntut pelayanan yang cepat dan berkualias. Jika
proses digitalisasi tidak dilakukan sedangkan kompetitor melakukannya maka
dapat dipastikan pelanggan akan kabur dan berpindah kepada kompetitor.
Anda
tentu kenal IBM (International Business Machine) bukan? Bagi Anda yang berusia
di atas 40 tahun mungkin akan memiliki pemahaman bahwa IBM merupakan perusahaan
produsen komputer dan turunannya. Namun bagi mereka yang berusia di bawah 40
tahun mungkin akan menjawab IBM merupakan perusahaan yang bergerak dalam jasa layanan
teknologi dan jasa lainnya. Kedua jawaban tersebut tidak salah, benar dalam
konteks masing-masing. Pada era sebelum milenium baru IBM memang terkenal sebagai
salah satu produsen komputer baik mainframe, desktop maupun laptop yang ternama
di dunia. Namun sejak tahun 90an IBM melakukan transformasi organisasi termasuk
dalam berganti produk unggulan dari yang sebelumnya memproduksi komputer menjadi
penyedia jasa layanan teknologi. IBM mengembangkan kompetensi baru. Kompetensi
baru ini yang membuat IBM mampu bertahan sebagai salah satu perusahaan ternama
di dunia. Mereka sadar bahwa keunggulan bersaing yang mereka miliki sebagai
produsen komputer menjadi tidak unggul lagi. Oleh karena itu mereka mengembangkan
kompetensi baru sebagai penyedia jasa layanan teknologi. IBM memperlakukan
keunggulan bersaing sebagai suatu hal yang sementara (temporary/transient)
bukan sebagai suatu yang tetap (McGrath, 2013).
Tindakan
yang diambil oleh pemimpin IBM membuat mereka mampu bertahan di daftar
perusahaan S&P500 selama puluhan tahun. Menurut penelitian, usia perusahaan
Amerika yang sudah melantai di bursa saham, jika mengacu pada indeks S&P500
mengalami penurunan usia rata-rata. Pada tahun 1950an usia perusahaan rata-rata
cukup tua, sekitar 60 tahun. Namun pada
tahun 1980, usia rata-rata perusahaan sudah jauh berkurang menjadi sekitar 20an
tahun. Bahkan pada tahun 2010an usia rata-rata perusahaan yang berada pada daftar
S&P500 makin muda, di bawah 20 tahun! Yang menarik IBM tetap berada di
dalamnya. Kenapa? Karena IBM dipimpin oleh para pemimpin yang memiliki Growth
Mindset. Mereka bersedia bahkan untuk berganti bisnis inti karena perubahan
kebutuhan dan pasar yang mereka layani. Oleh karena itu maka IBM mampu bertahan
lebih dari 1 abad usianya.
Mari
kita perhatikan contoh dari dalam Indonesia. Seperti yang sudah kita baca pada narasi
di dalam kotak di atas, Salim Group pada masa Orde Baru (Orba) merupakan
perusahaan terbesar di Indonesia. Prestasi itu salah satunya dikarenakan
kedekatan pendiri Salim Group Sudono Salim dengan penguasa Orba Presiden
Suharto. Pada saat reformasi terjadi pada tahun 1998, kekuasaan Presiden Suharto
sesudah 32 tahun berkuasa berakhir. Maka keistimewaan karena kedekatan juga berakhir,
kemudahan, monopoli dan perlindungan bisnis sudah tidak ada lagi. Kalau kita perhatikan
Anthony Salim sebagai pewaris Salim Group bersedia dan mau untuk melepaskan
aset dan keunggulan industri kepada negara dan kemudian dengan tekun masuk ke industri
baru dan mengembangkan kompetensi baru. Tentu bukan hal yang mudah untuk
melepaskan keunggulan sebelumnya di bidang industri perbankan (BCA) atau di industri
Semen (Indocement) dan lain sebagainya. Anthony Salim dengan Growth Mindset
melahirkan dan membesarkan sebuah industri baru dalam diri Indofood dan kemudian
terbukti menjadi motor pertumbuhan group Salim saat ini.
Karakter
kedua yang harus dikuasai oleh para pemimpin yang agile adalah embrace
change. Embrace tidak sekedar menerima perubahan namun menerima
perubahan yang terjadi dengan penuh sukacita. Anda kenal Kodak? Sekali lagi bagi
anda yang berusia di atas 40 tahun saya yakin pasti akan mengenal dan bahkan
banyak menggunakan produk Kodak. Sebelum akhir dekade 90an, Kodak merupakan
salah satu perusahaan besar bahkan di tingkat dunia. Kodak merupakan perusahaan
terbesar yang bergerak di industri photo analog dan turunannya. Pendapatan
mereka pernah mencapai lebih dari $15 billion pada tahun pertengahan 1990an.
Sebuah pendapatan yang sangat besar pada waktu itu. Namun Kodak saat ini adalah
perusahaan yang bangkrut. Teknologi photo digital membuat bisnis photo analog
ketinggalan jaman dan kehilangan pelanggan. Yang ironis adalah Kodak merupakan
perusahaan yang pertama kali menemukan teknologi photo digital pada tahuan
1970an. Namun apa yang terjadi? Para pemimpin Kodak takut terhadap
perubahan. Alih-alih mengembangkan produk yang sesuai dengan temuan teknologi
photo digital yang ditemukan, mereka malah memasukkan penemuan teknologi baru
ini ke dalam brangkas dan tetap mengandalkan teknologi analog yang selama ini
menjadi andalan mereka. Apa yang terjadi? Sejarah membuktikan bahwa takut terhadap
perubahan hanya akan membuat kita digilas oleh perubahan. Dan itu terbukti
terjadi pada Kodak.
Peristiwa
berbeda terjadi pada Salim Group. Anthony Salim sadar bahwa cara-cara lama dalam
berbisnis di era Orba sudah tidak bisa dipakai lagi di era reformasi. Jika era Orba
keunggulan bisnis didapatkan dari kedekatan dengan kekuasaan, maka era reformasi
kekuasaan terbagi-bagi di banyak pihak karena trias politika ditegakkan.
Anthony Salim memilih menerima perubahan dengan mengembangkan kompetensi baru
dalam binis baru: mie instan. Anthony dengan cerdik mempertahankan mayoritas
kepemilikan saham pada perusahaan pengolahan terigu Bogasari. Terigu adalah
bahan utama yang diperlukan untuk membuat mie instan. Sesudah rantai bahan baku
utama diamankan, maka Anthony Salim tinggal memikirkan pengembangan produk dan
pemasaran. Dan hasilnya Indofood pada laporan tahun 2019 memiliki pendapatan
lebih dari 70 Trilyun. Produsen mie instan yang tidak hanya terbesar di Indonesia
namun juga di dunia.
Karakter
utama yang dimiliki seorang pemimpin adalah kemampuan melakukan Rapid Execution,
kemampuan mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Yang saya maksud di sini
cepat dan tepat. Jadi tidak semata-mata cepat saja atau tepat saja.
Keputusan yang cepat namun tidak tepat tentu tidak efektif bahkan bisa menghabiskan
sumberdaya dan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Namun keputusan yang
tepat tapi lambat jelas akan kehilangan momentum. Dalam lingkungan bisnis yang
berubah secara cepat, siapa yang lebih dulu mulai akan mendapatkan keuntungan
dan keunggulan.
Pengambilan
keputusan yang efektif dipengaruh oleh dua faktor utama, yaitu proses yang komprehensif
dan pendalaman konten yang juga komprehensif (Utomo, 2019). Pada saat pengambilan
keputusan dilakukan, untuk mendapatkan kualitas yang bagus harus dilakukan 4
langkah: identifikasi masalah, pengembangan alternatif solusi, pemilihan solusi
dan integrasi keputusan yang dihasilkan. Sedangkan pendalaman konten dilakukan
dengan mendiskusikan secara mendalam bagian-bagian penting dari topik yang akan
diputuskan, misalnya dibahas secara mendalam aspek keuangan, operasional, regulasi,
sosial dan lain sebagainya. Keseluruhan proses tersebut dilakukan secara rasional
dan cepat. Jangan berpikir bahwa mengambil keputusan yang komprehensif pasti
kalah cepat dengan pengambilan keputusan yang asal-asalan. Pernah dalam
sebuah kesempatan, dua orang direksi sama-sama diminta untuk membuat keputusan
oleh direktur utama. Mereka diminta membuat keputusan secepatnya tentu saja
dengan akurasi yang tinggi, tenggat waktu 1 Minggu. Direktur operasi karena
satu dan lain hal membiarkan tenggat waktu berjalan begitu saja. Satu hari
sebelum tenggat waktu, dia baru kumpulkan anggota timnya untuk membahas masalah
yang harus diputuskan. Karena waktu yang sempit kualitas keputusan yang
dihasilkan menjadi kurang baik. Sedangkan direktur marketing, sesudah kembali
ke direktoratnya sesudah rapat dengan direktur utama segera memanggil anggota
tim dan secara maraton melakukan pengambilan keputusan secara komprehensif baik
proses maupun konten. Mereka butuh dua hari untuk melakukan itu. Sehingga pada hari
ketiga direktur kedua sudah dapat kembali menghadap ke direktur utama untuk
membahas keputusan yang dia ambil. Keputusan direktur kedua lebih cepat dan
lebih tepat dibandingkan dengan direktur pertama. Jadi pengambilan keputusan
yang komprehensif tidak menjadi alasan untuk lambat.
Anda
tentu masih ingat apa yang terjadi dengan Nokia. Pada tahun 2000 Nokia menguasai
pasar mobile phone dunia dengan penguasaan 30% pangsa pasar, lipat dua
dibandingkan Motorolla sebagai penguasa pasar nomer 2 dengan penguasaan pasar 15%.
Namun jika anda pergi ke toko penjual mobile phone pada saat ini pasti anda
akan kesulitan untuk dapat menemukan produk Nokia. Jadi apa yang terjadi pada
Nokia? Pada tahun 1990an, Nokia yang memiliki kekuatan dalam pengembangan produk
hardware mobile phone dan mampu membanjiri pasar dengan produk yang beraneka
ragam dalam waktu yang relatif singkat. Kecepatan produksi produk baru jauh
lebih cepat dibandingkan dengan pesaingnya seperti Motorolla, Siemens, Sony dan
lain sebagainya. Kekuatan ini kemudian membuat merek Nokia menjadi salah satu merek
yang paling mahal di dunia. Hal ini terbukti dengan kemampuan mereka menguasai
pasar mobile phone selama bertahun-tahun.
Perkembangan
teknologi memunculkan produk baru dari pasar telepon: smartphone.
Berbeda dengan mobile phone yang lebih mengandalkan disain perangkat
karena kebutuhan utama komunikasi pada saat itu hanya berbicara dan kirim pesan,
maka smartphone memiliki fitur-fitur baru: layar sentuh yang didorong
oleh sistem yang memungkinkan tumbuh suburnya ekosistem pengembangan aplikasi.
Sistem IOS yang dimiliki oleh Apple dan sistem Android yang dihela secara terbuka
oleh Google menjadi pendatang baru dalam bisnis ini. Apa yang terjadi pada
Nokia? Para pemimpinnya percaya bahwa kekuatan merek dan keunggulan pembuatan
perangkat telepon tidak akan bisa dilawan oleh kompetitor. Kepercayaan mereka
terbukti salah. Pada saat para pemimpin Nokia sadar bahwa analisa mereka salah
tentang kebutuhan pelanggan dan teknologi baru di dunia mobile phone,
mereka sangat lambat untuk mengambil keputusan untuk mengoreksi langkah salah
yang sudah terlanjur mereka lakukan. Dan hasilnya Nokia sebagai pemimpin pasar
nomer 1 di dunia hanya tinggal sejarah.
“Apa
yang harus kami lakukan pak?”. Demikian pertanyaan penjaga komplek rumah
keluarga Salim di Gunung Sahari kepada Anthony Salim di kantor wisma Indocement
pada saat memberitahukan ada penjarah hendak membakar rumah. Mereka menunggu instruksi
apakah harus melawan atau membiarkan. Sebuah pertanyaan yang tidak mudah untuk
dijawab. Jika membiarkan maka rumah yang bersejarah bagi keluarga Salim akan
musnah. Banyak kenangan akan hilang dan tentu secara psikologi akan membawa
pengaruh yang buruk bagi keluarga. Namun dalam situasi yang genting Anthony Salim
memutuskan untuk memerintahkan para penjaga tidak menghalangi para perusuh menjarah
dan membakar rumah. Keputusan yang cepat ini dikemudian hari terbukti tepat.
Rumah keluarga Salim terbakar dan roboh. Aset group Salim sebagian besar harus
diserahkan ke negara, namun Anthony Salim mampu kembali membangunnya dan
kembali menjadi salah satu konglomerasi yang terbesar di Indonesia.
Membangun
Leadership dan Organizational Agility
Mari saya
sarikan kembali model agility yang sudah saya paparkan di atas: di
dalam menghadapi lingkungan bisnis yang makin VUCA karena globalisasi, perkembangan
teknologi dan pandemi yang tidak terduga, maka dibutuhkan organisasi bisnis
yang responsif, fleksibel dan kapabel. Untuk mampu membangun organisasi yang
agile itu maka para pemimpin organisasi memiliki agility yang ditandai oleh
karakter growth mindset, embrace change dan rapid execution.
Pertanyaan penting berikutnya: apa yang harus segera
kita lakukan? Mengerti dan memahami konsep agility tentu hal yang
penting. Namun menerapkannya di dalam organisasi pasti jauh lebih penting. Saya
ajak para pembaca untuk melakukan penilaian secara cepat terhadap dua dimensi agility:
Leadership Agility dan Organizational Agility. Tentu tidak mudah
mengukur langsung dimensi leadership dan organizational agility
yang bersifat abstrak. Pembaca bisa melakukannya dengan menggunakan 6 dimensi unsur
pembentuk yang lebih mudah dipakai dalam penilaian. Untuk organizational
agility: Responsive, Flexible dan Capable. Sedangkan untuk Leadership
Agility: Growth Mindset, Embrace Change dan Rapid Execution. Leadership
Agility untuk mengukur para pemimpin organisasi dan Organizationl
Agility untuk mengukur perusahaan secara keseluruhan. Anda bisa memberikan
nilai skala 1 (Sangat tidak setuju) dan nilai 10 (Sangat setuju) pada diri anda
sebagai pemimpin atau perusahaan di mana anda berada. Sebagai contoh, Anda bisa
membuat beberapa pertanyaan yang mewakili karakter misal Growth Mindset:
1. 1. Percaya bahwa belajar merupakan proses yang tiada
henti
2. 2. Percaya bahwa kompetensi yang dikuasai cepat usang
3. 3. Percaya bahwa kondisi baru membutuhkan kompetensi baru
Demikian seterusnya membuat beberapa pertanyaan untuk
keseluruhan 6 dimensi di atas. Jika anda mendapatkan nilai rata-rata dibawah 5
(skala 10), maka ini merupakan sinyal yang sangat jelas bahwa anda sebagai
pemimpin rigid dan organisasi anda tidak agile. Dibutuhkan sebuah
tindakan yang strategis dan tegas jika anda ingin perusahaan anda selamat di dunia
yang makin VUCA ini.
Referensi
Borsuk, R., & Chng, N., (2016).
Liem Sioe Liong dan Salim Group. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Dweck, S.C., (2016). Mindset:
The New Psychology of Success. New York: Random House.
Horney, M., Pasmore, B., &
O’Shea, T., (2010). Leadership Agility: A Business Imperative for VUCA World. People
& Strategy.
Joiner, B., (2019). Leadership
Agility for Organizational Agility. Journal of Creating Value.
Mackey, H.R., (1992). Translating
Vision into Reality: The Role of the Strategic Leader. USAWC Military
Studies Program Papers.
McGrath, R.G., (2013). Continuous
Reconfiguration in the Transient Advantage Economy. Strategy and Leadership
Tilman, M. L., & Jacoby, C.,
(2019). Agility. USA: Publisher Group West.
Utomo, E.J., (2019). Pengaruh
TMT Trust dan TMT Collaboration Dalam Pengambilan Keputusan Investasi Pra Studi
Kelayakan: Studi Perusahaan Tambang BUMN dan Swasta di Indonesia. Disertasi
FEB Universitas Indonesia.
Wikipedia: Kertanegara, Raden
Wijaya, Jayakatwang, Aria Wiraraja, Kerajaan Singasari, Kerajaan Majapahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar