Orang dulu atau Tugas dulu?: Personal Approach Vs Task Approach
"Kalau urusan pribadi mereka percaya pada kita, urusan pekerjaan pasti bukan masalah”. Wongkla
Bontang 2000Pada suatu malam di awal tahun 2000, ditengah hutan Kalimantan saya sedang duduk santai di depan TV menonton film disalah satu saluran TV kabel yang disediakan oleh pihak perusahaan sebagai fasilitas hiburan untuk para karyawan yang tinggal di mess.
Saya bisa membayangkan kalau tidak ada saluran TV bagaimana bosannya para karyawan yang harus bekerja selama 12 minggu berturut2 sebelum mendapatkan jatah cuti 2 minggu pulang ke kampung halaman di pulau Jawa.
Jam menunjukkan pukul 7 malam saat HT dimeja saya berbunyi, sigap saya ambil dan melakukan komunikasi dengan pemanggil. Teryata salah satu foreman yang sedang bertugas dilapangan. Foreman produksi ini menginformasikan, bahwa tidak ada orang yang bekerja di dispatch memantau perkembangan produksi batubara yang diproduksi ditambang.
Saat itu saya bertugas sebagai Supervisor yang membawahi section di Engineering yang bernama Project Control. Salah satu tugas adalah menjalankan fungsi dispatch untuk memantau volume produksi baik overburden(tanah penutup) maupun batubara di lapangan. Data kompilasi tersebut bisa diakses oleh seluruh pihak, baik lewat komputer maupun lewat telpon atau radio kepada crew yang sedang bertugas di dispatch. Setiap jam crew akan meminta data produksi kepada para operator loader (Backhoe maupun Shovel) dari lapangan.
Mendengar berita bahwa crew yang bertugas pada shift malam itu tidak hadir, saya sebagai Supervisor langsung naik darah. Kurang ajar ini anak, tadi pagi dia tidak bilang apa-apa, kenapa malam ini tiba2 tidak masuk. Dasar bandel dan ngak bisa diatur, awas besok saya akan marahi dia dan kalau perlu akan saya berikan sangsi. Kalimat2 amarah berjubel di dalam kepala saya.
Sambil ngomel, saya membayangkan bahwa saya besok pagi2 harus datang ke kantor dispatch untuk mengejar laporan yang belum masuk. Sebab pada jam 7 pagi data produksi tersebut akan dipakai oleh Project Manager untuk mengevaluasi kinerja sehari sebelumnya.
HT dimeja sengaja tetap saya hidupkan, khusus untuk berjaga2 kalau2 ada hal yang harus saya lakukan sehubungan dengan absennya crew Dispatch. "Shovel 1 monitor, shovel 1 monitor", saya terlonjak dari tempat tidur saat mendengar suara dari HT tersebut, ternyata si Bandel ini masuk kerja, kata saya dalam hati sambil melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan jam 10 malam.
Siap saya raih HT dan kontak ke Badrun, crew dispatch tersebut. Begitu panggilan saya di sambut oleh Badrun, tanpa babibu saya menumpahkan kekesalan saya di HT. “Kamu kok bodoh banget sih? Kalau memang tidak masuk kerja atau datang terlambat bilang pada saya! Supaya saya bisa menyiapkan pengganti kamu”. HT membisu beberapa waktu, dan baru beberapa saat kemudian terdengar jawaban lirih “iya boss”.
Pagi harinya, masih dengan perasaan marah saya datang ke kantor dan ketemu dengan Badrun. Kata2 pertama yang keluar dari mulut adalah “Badrun, kamu kalau kerja yang benar dong!”. Dengan ekspresi tidak kalah garangnya Badrun menjawab, “Emang pak Eko tahu tentang alasan saya datang terlambat? Bapak telah mempermalukan saya di seluruh Tambang dengan memarahi saya di HT yang didengar oleh semua karyawan!”.
Seiring dengan berlalunya kalimat yang dia lontarkan sambil setengah berteriak, Badrun berjalan keluar meninggalkan saya yang berdiri mematung tanpa bisa berkata-kata.
Sejak saat itu, sampai saya meninggalkan Bontang, hubungan saya dan Badrun menjadi dingin dan tidak pernah bisa pulih lagi.
Tembagapura 2003"Pak Eko, saya mau minta saran pak". Kata seorang karyawan lulusan GDP (Graduate Development Program) PTFI, saat yang bersangkutan baru saja duduk di kursi didepan saya. "Apa yang bisa aku bantu?" Kata saya. "Ini pak, saya minta pendapat saya tentang A, dia beberapa waktu yang lalu melamar saya. Saya tahu bapak cukup kenal dengan yang bersangkutan".
Saat itu saya merupakan Section Head di Scholarship & GDP disalah satu dept. di PTFI. Hampir semua GDP merupakan fresh graduate dan mereka yang masih “hijau” ini baru saja lepas dari hangatnya suasana perkuliahan di kota besar langsung ditempatkan di pucuk gunung di Papua. Dingin (betulan dingin lho, 10 C bok.....kalau ngak percaya silahkan datang kesana) dan jauh dari mana-mana.
Sebagai Koordinator program, saya mencoba menempatkan diri sebagai kakak bagi mereka. Saya berfikir bahwa mereka pasti membutuhkan keluarga yang bisa menjadi tempat sandaran dan teman diskusi masalah apapun didunia yang asing dan baru ini. Jadi pertanyaan yang dilontarkan salah satu eks peserta program GDP tersebut tidak mengagetkan. Banyak dari mereka yang curhat urusan pribadi.
Bisa dibilang para peserta program GDP menerima peran ganda yang saya bawakan, ya Koordinator ya saudara tua. Imbal balik tidak langsungnya adalah, urusan tugas, program dan pekerjaan yang berkaitan dengan program GDP mereka jalankan dengan senang hati. Termasuk untuk mengikuti program English Club 2x dalam seminggu pada malam hari dan juga Saturday Presentation 2 mingguan pada hari sabtu tanpa lembur dan mengurangi waktu istirahat mereka!
Personal Approach & Task Approach
Seorang atasan yang melakukan pendekatan Task Approach akan mengedepankan tugas dan pekerjaan saat berinteraksi dengan anak buah. Atasan dengan pendekatan seperti ini dapat dikenali saat ybs. ketemu dengan anakbuahnya yang keluar dari mulutnya adalah “Gimana, pekerjaan yang kemarin sudah selesai belum”. Dia akan datang ke kita saat ada pekerjaan baru atau mengecek pekerjaan lama yang belum selesai.
Seorang atasan dengan gaya pendekatan pribadi (Personal Approach) dapat dikenali dengan kalimat yang dia ucapkan kalau ketemu dengan anak buah. "bagaimana kabar anakmu si Andi? Diterima di SD mana?”. Seringkali atasan ini akan datang kepada kita dengan mengajak kita berbicara hal pribadi sebelum bicara masalah pekerjaan. Bahkan seringkali di saat makan siang sering nimbrung dalam pembicaraan yang sedang berlangsung. Topik pembicaraan yang berlangsung ini sering tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, namun berkisar mengenai kehidupan sehari-hari.
Pilih Mana?Dari pengalaman saya pribadi diatas, hubungan saya dengan Badrun yang rusak karena saya menempatkan tugas diatas pribadi mengajarkan pada saya bahwa performance di section saya tidak bisa maksimal karena pendekatan yang saya lakukan.
Dilain pihak, sebagai koordinator GDP semua tugas dan pekerjaan beres dan berjalan dengan baik karena hubungan pribadi saya baik dengan para GDP. Orang Klaten akan bilang seperti ini, lha wong urusan pribadi saja, sampeyan dipercaya kok, apalagi urusan kerjaan. Pasti akan dikerjakan dengan senang hati.
Dari kacamata saya sebagai observer di pabrik kita tercinta ini, kedua pendekatan ini mempunyai fansnya masing2. Ada yang senang dengan gaya Personal Approach, namun jauh lebih banyak lagi yang suka dengan gaya Task Approach. Dan yang luarbiasa, efek yang terjadi mirip sekali dengan apa yang saya alami sekian tahun yang lalu tersebut.
Nah para Leader, Supervisor dan Manager, Anda mau memilih pendekatan yang mana yang akan Anda terapkan kepada anakbuah Anda?
Eko Utomo
Sydney Australia
February 2008
TipsLangkah Awal membangun Personal Approach
1. Ketahui Asal dan sekolah anakbuah Anda
2. Ketahui Hobi mereka
3. Pengalaman kerja mereka
4. Asal Istri dan dimana mereka ketemu
5. Ketahui jumlah anak (dan istri kalau perlu) dari masing2 anakbuah Anda.
6. Umur dan sekolah dari anak2 mereka
7. Prestasi anak2 tersebut
8. Teruskan sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar