07 April 2008

Siapa yang Benar?

Siapa yang Benar?
The Map is Not The Territory.

“Our perception of reality is not reality itself, but our own version of it, or our "map". Rex Steven Sikes

Miss Thailand
Minggu lalu saya mendapatkan email dari seorang teman, judul emailnya cukup menarik, “Miss Thailand”. Terlebih lagi kalimat pembuka dari email tersebut sangat menggoda, “Friends, mau lihat pose dan gaya Miss Thailand ngak?, ada foto swim suitnya lho”.

Dengan terpaksa saya tidak dapat menahan godaan untuk tidak membuka email tersebut. Ada beberapa gambar yang dilampirkan dari email tersebut. Satu persatu saya buka gambar dengan judul Miss Thailand tersebut. Tentu saja sebagai peserta kontes Miss Thailand, para peserta dalam gambar tersebut semuanya memiliki wajah yang enak dipandang, tubuh yang seksi dan tentu saja senyum yang menawan.

Kurang lebih 2 menit saya melihat gambar2 yang ada dan mata saya menangkap pesan terakhir dibagian bawah email, “Friends, sesudah puas melihat gambar tersebut saya perlu informasikan bahwa kontes diatas adalah kontes Miss Thailand Transvetit*!, saya jamin kalian akan melihat gambar2 diatas sekali lagi!”.

Ramalan teman saya terjadi, dengan penuh rasa penasaran saya melihat sekali lagi gambar2 wanita cantik tersebut untuk menemukan apakah ada tanda-tanda bahwa mereka adalah Tansvetit, pagi bernama Joko dan malamnya menjadi Joice he he he he……………

Peta Pikiran
Apa yang saya pelajar dari cerita diatas? Suatu pembuktian bahwa apa yang saya tangkap dengan pancaindra saya dan kemudian tertuang dalam bentuk persepsi di benak saya (Peta/Map) ternyata salah.

Cewek berwajah cantik, feminin dan berbodi seksi yang saya lihat dan saya persepsikan sebagai wanita “sejati” ternyata adalah pria tulen!.

Semua hal yang kita lihat, dengar, rasakan, cium, kecap oleh pancaindra diubah menjadi sebentuk peta didalam otak kita. Satu hal yang harus diperhatikan bahwa Peta yang kita buat sering tidak tepat dan cepat menjadi out of date(tidak relevan lagi).

Saya memiliki kebiasaan baru sejak menikah 7 tahun yang lalu. Pada status lajang, saya membeli baju baik celana, kemeja dan kaos dan dengan pertimbangan saya sendiri yang saya pikir baik. Kebiasaan ini berubah sejak menikah, apa yang saya anggap bagus (peta saya), sering dianggap jelek oleh istri saya (peta istri).

Perbedaan ini sering menimbulkan pertengkaran kecil diantara kami berdua. Pada suatu ketika saya mengalah untuk membeli kemeja pilihan istri, dan yang menakjubkan adalah banyak teman kantor yang memuji bahwa baju yang saya pakai bagus!, suatu pujian yang tidak pernah saya dengar sebelumnya!.

Sejak saat itu saya dengan sukarela menyerahkan keputusan membeli baju kepada istri tercinta. Peta tentang baju bagus milik Istri saya ternyata lebih cocok di muka umum dibandingkan peta saya sendiri he he he he.......

Memberikan Empati
Masih ingat Key Principle #2 yang kita pelajari saat mengikuti workshop LDP?
KP #2 berbunyi “Listen and Response with Emphty”. Empati dalam bahasa sederhana berarti “mencoba mengerti apa yang dirasakan oleh orang lain” atau mencoba memakai sepatu yang dipakai orang lain.

Konsep Empati akan mendapatkan pendalaman makna dengan tambahan konsep Peta Pikiran, pada saat kita menyadari bahwa tidak ada satu petapun yang sama dalam menangkap suatu peristiwa. Pada saat kita menyadari bahwa orang pasti berbeda dengan kita maka proses kita untuk bisa berempati kepada orang lain menjadi jauh lebih mudah!.

Coba Anda ambil Peta yang ada dirumah atau di mobil anda masing-masing. Perhatikan, seberapa akurat peta tersebut? 80%?, 90%?, yang jelas peta tersebut pasti tidak akan mencapai akurasi 100%. Demikian juga peta yang kita ciptakan dalam pikiran kita dalam menangkap suatu peristiwa diluar.

Pertengkaran Atasan dan Bawahan
Pada suatu pekerjaan Overhaule, seorang Superintenden Maintenance berdebat dengan anakbuahnya Team Leader Mntc**. Mereka berdebat tentang apakah satu suku cadang(part) perlu diganti atau cukup diperbaiki.

Sang Superintendent ngotot bahwa suku cadang tersebut tidak perlu diganti dengan yang baru, cukup diperbaikisaja. Alasannya adalah bahwa suku cadang tersebut masih cukup bagus dan proses perbaikannya jauh lebih murah dibandingkan dengan penggantian baru.

Team Leader punya alasan yang kuat mengapa dia ngotot suku cadang tersebut harus diganti. Menurut pengalaman dia, dari kondisi fisik yang dia lihat, apabila suku cadang tersebut tidak diganti akan menimbulkan potensi breakdown maintenance di masa depan.

Mana diantara mereka berdua yang benar? Apakah Superintenden ataukah Team Leader? Mereka berdua memiliki Peta yang berbeda dari suatu kondisi (suku cadang) yang sama!.

Pemahaman tentang Peta yang Berbeda akan membantu kedua tokoh diatas untuk tidak terlibat dalam pertengkaran. Kedua belah pihak sadar bahwa masing2 mempunyai Peta yang berbeda terhadap suku cadang tersebut. Sehingga yang terjadi bukan berdebat untuk memaksakan Petanya diterima oleh pihak lain, namun mendengarkan Peta orang lain dan mengevaluasi Peta siapa yang lebih akurat pada saat itu untuk dipakai untuk membuat keputusan.

Summary
Apa yang dapat kita pelajari dari prinsip yang hebat ini:
1. Semua orang memiliki Peta yang berbeda.
2. Menerima perbedaan adalah langkah awal untuk mendapatkan kesepakatan
3. Hormati Peta Orang Lain
4. Share Peta Anda dan bukan memaksakannya untuk diterima orang lain.

Anda setuju dengan tulisan diatas? Atau tidak setuju? Atau bingung? Saya mengakui dan menghormati Peta Anda untuk berbeda dengan Peta saya dalam memaknai artikel selayang pandang ini.

Jadi siapa yang benar dalam pertengkaran antara Superintenden dan Team Leader diatas? Jawabannya saya serahkan kepada para pembaca.

Sayonara und Adios!

Eko Jatmiko Utomo
CCR Narogong
Minggu ke-2 April 2008

* Transvetit: istilah lain untuk Waria yang sering dipergunakan di Thailand.
** Kasus ini merupakan kasus fiktif/karangan

Tidak ada komentar: