Jam Karet bin Oz
Yang namanya jam karet itu kata orang merupakan produk asli dari bangsa Indonesia. Meeting jam 9 pagi, baru bisa dimulai jam 9.15, ngak tanggung-tanggung, yang membuat terlambat tidak hanya mereka yang menjadi undangan, pengundangnya sendiri juga sering datang.
Kenapa hal sepele seperti ini susah di perbaiki? susah banget mas, sebagian orang, dengan sengaja memperlambat diri untuk hadir terlambat. Alasan mereka daripada nunggu orang yang datang terlambat, mereka dengan sengaja melambatkan diri.Jadilah lingkaran setan jam karet yang tiada berkesudahan.
Kalau Iwan Fals lebih dari 20 tahun yang lalu berdendang "kereta terlambat sudah biasa....." jaman sekarang mah lebih hebat lagi, pesawat2 terbang juga sudah ketularan untuk lebih sering cancel. Duluuuuu sekali, pernah almarhum Sempati Air membuat Komunikasi Pemasaran yang menarik dengan memberikan Voucher kepada konsumennya yang dirugikan karena pesawat terlambat. Apa yang terjadi? Pada akhirnya ngak kuat bayar voucher dan kebijakan ini dicabut.
Siang itu, HP bergetar memberitahukan saya kalau ada sms masuk, dari Nurul ternyata..........”ada info dari Qantas, pesawat ditunda 2 jam”. Disatu sisi saya heran, wah penyakit jam karet Indonesia menyebrangi Samudra Indonesia ke benua Australia ternyata.
Singkat kata, malam itu saya berangkat ke Bandara lebih lambat 2 jam. Agak kemrungsung sebenarnya waktu ke bandara, pak Anwar Sanusi yang jadi teman training dikerjain waktu pesan Taxi Blue Bird sehingga sampai kerumah agak terlambat. Sudah terlambat, ditambah kami harus menerima kenyataan kalau ternyata Supir Taxi yang membawa kami ke Bandara SKH lulusan sekolah nyetir Metromini. Nyetirnya ndut-ndutan, sok ngebut tapi main rem dan kopling sembarangan. Jadi begitu sampai ke Bandara, saya setengah pucat dan mabuk.
Dasar nasib lagi sial, di Notice Board ada pengumuman bahwa Qantas jurusan Sydney diundur lagi. Virus jam karetnya sudah parah nih.....seharusnya berangkat jam 11 malam malah diundur lagi jadi jam 1 pagi! Total dari jadwal awal mundur 4 jam!
Kesan PertamaTurun dari pesawat, kami berdua sempat ketar-ketir. Pesawat datang terlambat 4 jam dari jadwal, sementara kami berdua baru pertamakalinya menapakkan kaki di Sydney, takutnya ngak dijemput. Ada sih taksi.....Cuma pengalaman dikerjain supir taksi di Kuala Lumpur tahun lalu jadi akar pahit kami.
Lolos dari imigrasi, kami mendorong koper ke pintu keluar. Ada orang bule dengan baju jas rapi memegang karton bertuliskan “Eko Uto”. Gembira juga saya dan pak Anwar, ternyata ada yang jemput, kesalahan penulisan nama sangat bisa dimaafkan.
Kami di bawa ke tempat parkiran dan dipersilahkan masuk ke Taxi yang berupa sedan merek Holden keluaran terbaru, mau tahu ccnya? 6000 cc bok! Ini sedan dengan tenaga Truk. Nyaman sih, cuma jelas ngak nyaman kalau dipakai di Jakarta, Kia Carrens 1800 cc aja sudah buat kantong kempes apalagi Holden 6000 cc.
Disepanjang perjalanan, sopir bule pakai jas(mungkin harusnya kami berdua yang kucel2 ini yang nyetir he he he) banyak ngobrol dengan kami berdua, tentang cuaca(orang Oz, paling senang bicara cuaca) atau tentang bangunan2 yang kami lewati.
Have you ever been Indonesia? Iseng aja saya tanya, no…..I never been Indonesia but I visited Bali last year! Dasar bule katrok, dikiranya Bali negara tetangganya Indonesia kali he he he he………..tambah lagi komentarnya It’s cheap everthing in Bali yeah? Jawaban saya, I think Bali is one of the most expensive city in Indonesia, just like Jakarta.
Coca Cola, Laundry & RokokNgomong2 tentang mahal, sore itu saya dan pak Anwar sempat jalan2 (pakai kaki) disekitar hotel Rydes yang kami tinggali. Lumayan juga dapat mengitari beberapa blok dan cukup membuat pegal kami berdua.
Ditengah jalan pulang kembali ke hotel, mampir dulu ke toko swalayan jaringan Seven Eleven beli roti dan minuman. Begitu ke kasir kami baru sadar kalau satu kaleng coca cola yang di Jakarta seharga Rp. 3.500 ternyata di Oz harganya hampir sepulah kali lipat! Alamak…………nasibnya kalau mata uang rupiah kalahan.
Hari ketiga, malam itu kami baru saja kembali ke Hotel selesai Training yang melelahkan, meja di kamar hotel setumpuk cucian dari Laundry ternyata sudah dikembalikan, senang juga sih soalnya stok baju sudah menipis, tapi yang membuat kami kaget setengah mati adalah angka yang tertera di bon laundry, coba tebak berapa? Aus $100, kalau dirupiahkan Rp. 900.000! jumlah yang bikin kami berdua melotot. Waktu kami periksa kembali, 1 kolor yang saya beli kemarin di Cibubur seharga 15 rb, biaya laundrynya 2x lipat dari harga beli sebesar 30 rb! Untung saja hari ini kami dapat jalan keluar, di dekat hotel ada jasa Laundry yang jauh lebih murah. Walau agak repot, itung2 ngirit bantu perusahaan yang sudah mau invest untuk mengirimkan kami training ke Oz.
Pak Anwar ini saudaraan sama kereta api, kalau ngak percaya lihat aja sendiri, tiap hari asap pasti ngepul terus he he he he..... lha namanya perokok itu kan senang coba2, nah isenglah beliau beli rokok sebungkus di supermarket, bayar di kasir baru nyahok kalau harganya dirupiahkan Rp.100.000, kapooooook katanya. Untung bawa 2 slop dari Jakarta, kalau ngak bawa bakalan basah tempat tidur karena pak Anwar ngiler ngak dapat rokok!
Nyebrang JalanDi tanah Oz ini ada satu perilaku yang ngak bakalan laku di Jakarta. Daerah2 yang ada zebra cross namun tidak ada traffict light, para pengemudi mobil benar2 mendahulukan kepentingan penyeberang. Semua pasti berhenti saat melihat ada pejalan kaki yang mau menyeberang. Ada kejadian yang menggelikan terjadi, mindset Jakarta kami bawa ke Sydney, saat mau menyebrang kami serba ragu, namun yang terjadi malah mobil2 pada berhenti untuk menunggu kami menyebarang.
Moga2 saja kalau saya pulang ke Jakarta mindset baru ini tidak saya andalkan kalau lagi menyeberang jalan. Lha wong lawannya Angkot dan Metromini Jakarta je he he he.
Eko Utomo
Sidney Australia
7 February 2008
Yang namanya jam karet itu kata orang merupakan produk asli dari bangsa Indonesia. Meeting jam 9 pagi, baru bisa dimulai jam 9.15, ngak tanggung-tanggung, yang membuat terlambat tidak hanya mereka yang menjadi undangan, pengundangnya sendiri juga sering datang.
Kenapa hal sepele seperti ini susah di perbaiki? susah banget mas, sebagian orang, dengan sengaja memperlambat diri untuk hadir terlambat. Alasan mereka daripada nunggu orang yang datang terlambat, mereka dengan sengaja melambatkan diri.Jadilah lingkaran setan jam karet yang tiada berkesudahan.
Kalau Iwan Fals lebih dari 20 tahun yang lalu berdendang "kereta terlambat sudah biasa....." jaman sekarang mah lebih hebat lagi, pesawat2 terbang juga sudah ketularan untuk lebih sering cancel. Duluuuuu sekali, pernah almarhum Sempati Air membuat Komunikasi Pemasaran yang menarik dengan memberikan Voucher kepada konsumennya yang dirugikan karena pesawat terlambat. Apa yang terjadi? Pada akhirnya ngak kuat bayar voucher dan kebijakan ini dicabut.
Siang itu, HP bergetar memberitahukan saya kalau ada sms masuk, dari Nurul ternyata..........”ada info dari Qantas, pesawat ditunda 2 jam”. Disatu sisi saya heran, wah penyakit jam karet Indonesia menyebrangi Samudra Indonesia ke benua Australia ternyata.
Singkat kata, malam itu saya berangkat ke Bandara lebih lambat 2 jam. Agak kemrungsung sebenarnya waktu ke bandara, pak Anwar Sanusi yang jadi teman training dikerjain waktu pesan Taxi Blue Bird sehingga sampai kerumah agak terlambat. Sudah terlambat, ditambah kami harus menerima kenyataan kalau ternyata Supir Taxi yang membawa kami ke Bandara SKH lulusan sekolah nyetir Metromini. Nyetirnya ndut-ndutan, sok ngebut tapi main rem dan kopling sembarangan. Jadi begitu sampai ke Bandara, saya setengah pucat dan mabuk.
Dasar nasib lagi sial, di Notice Board ada pengumuman bahwa Qantas jurusan Sydney diundur lagi. Virus jam karetnya sudah parah nih.....seharusnya berangkat jam 11 malam malah diundur lagi jadi jam 1 pagi! Total dari jadwal awal mundur 4 jam!
Kesan PertamaTurun dari pesawat, kami berdua sempat ketar-ketir. Pesawat datang terlambat 4 jam dari jadwal, sementara kami berdua baru pertamakalinya menapakkan kaki di Sydney, takutnya ngak dijemput. Ada sih taksi.....Cuma pengalaman dikerjain supir taksi di Kuala Lumpur tahun lalu jadi akar pahit kami.
Lolos dari imigrasi, kami mendorong koper ke pintu keluar. Ada orang bule dengan baju jas rapi memegang karton bertuliskan “Eko Uto”. Gembira juga saya dan pak Anwar, ternyata ada yang jemput, kesalahan penulisan nama sangat bisa dimaafkan.
Kami di bawa ke tempat parkiran dan dipersilahkan masuk ke Taxi yang berupa sedan merek Holden keluaran terbaru, mau tahu ccnya? 6000 cc bok! Ini sedan dengan tenaga Truk. Nyaman sih, cuma jelas ngak nyaman kalau dipakai di Jakarta, Kia Carrens 1800 cc aja sudah buat kantong kempes apalagi Holden 6000 cc.
Disepanjang perjalanan, sopir bule pakai jas(mungkin harusnya kami berdua yang kucel2 ini yang nyetir he he he) banyak ngobrol dengan kami berdua, tentang cuaca(orang Oz, paling senang bicara cuaca) atau tentang bangunan2 yang kami lewati.
Have you ever been Indonesia? Iseng aja saya tanya, no…..I never been Indonesia but I visited Bali last year! Dasar bule katrok, dikiranya Bali negara tetangganya Indonesia kali he he he he………..tambah lagi komentarnya It’s cheap everthing in Bali yeah? Jawaban saya, I think Bali is one of the most expensive city in Indonesia, just like Jakarta.
Coca Cola, Laundry & RokokNgomong2 tentang mahal, sore itu saya dan pak Anwar sempat jalan2 (pakai kaki) disekitar hotel Rydes yang kami tinggali. Lumayan juga dapat mengitari beberapa blok dan cukup membuat pegal kami berdua.
Ditengah jalan pulang kembali ke hotel, mampir dulu ke toko swalayan jaringan Seven Eleven beli roti dan minuman. Begitu ke kasir kami baru sadar kalau satu kaleng coca cola yang di Jakarta seharga Rp. 3.500 ternyata di Oz harganya hampir sepulah kali lipat! Alamak…………nasibnya kalau mata uang rupiah kalahan.
Hari ketiga, malam itu kami baru saja kembali ke Hotel selesai Training yang melelahkan, meja di kamar hotel setumpuk cucian dari Laundry ternyata sudah dikembalikan, senang juga sih soalnya stok baju sudah menipis, tapi yang membuat kami kaget setengah mati adalah angka yang tertera di bon laundry, coba tebak berapa? Aus $100, kalau dirupiahkan Rp. 900.000! jumlah yang bikin kami berdua melotot. Waktu kami periksa kembali, 1 kolor yang saya beli kemarin di Cibubur seharga 15 rb, biaya laundrynya 2x lipat dari harga beli sebesar 30 rb! Untung saja hari ini kami dapat jalan keluar, di dekat hotel ada jasa Laundry yang jauh lebih murah. Walau agak repot, itung2 ngirit bantu perusahaan yang sudah mau invest untuk mengirimkan kami training ke Oz.
Pak Anwar ini saudaraan sama kereta api, kalau ngak percaya lihat aja sendiri, tiap hari asap pasti ngepul terus he he he he..... lha namanya perokok itu kan senang coba2, nah isenglah beliau beli rokok sebungkus di supermarket, bayar di kasir baru nyahok kalau harganya dirupiahkan Rp.100.000, kapooooook katanya. Untung bawa 2 slop dari Jakarta, kalau ngak bawa bakalan basah tempat tidur karena pak Anwar ngiler ngak dapat rokok!
Nyebrang JalanDi tanah Oz ini ada satu perilaku yang ngak bakalan laku di Jakarta. Daerah2 yang ada zebra cross namun tidak ada traffict light, para pengemudi mobil benar2 mendahulukan kepentingan penyeberang. Semua pasti berhenti saat melihat ada pejalan kaki yang mau menyeberang. Ada kejadian yang menggelikan terjadi, mindset Jakarta kami bawa ke Sydney, saat mau menyebrang kami serba ragu, namun yang terjadi malah mobil2 pada berhenti untuk menunggu kami menyebarang.
Moga2 saja kalau saya pulang ke Jakarta mindset baru ini tidak saya andalkan kalau lagi menyeberang jalan. Lha wong lawannya Angkot dan Metromini Jakarta je he he he.
Eko Utomo
Sidney Australia
7 February 2008
1 komentar:
untuk mulai disiplin di Indonesia?
Mulai dari diri sendiri, di manapun kita berada. kayanya udah banyak yg gini, koq gak berasa kalau udah yg berdisiplin, kuantitasnya ppm sih.
Kalau nunggu kebijakan dr pemerintah kaya lingkaran setan! Oracle - ora kelar kelar!
Mau pasrah koq gak usaha, ya!. Makanya sbg leader (cailah!) perlu determinasi (istilah om Faul), ya bisa mulai di lingkungan kita.
Posting Komentar