Laskar Pelangi! Potret Pendidikan Indonesia.
"The roots of education are bitter, but the fruit is sweet.”
Aristotle
Royalti 1 M!
Sore itu, saat sedang membuka-buka halaman2 website Detik.com mata saya terperangkap pada sebuah judul artikel “penulis Novel Laskar Pelangi, Andrea Hirata mendapatkan Royalti 1 M!”.
1 M wooow, jumlah yang tidak kecil untuk sebuah royalti bagi penulis novel. Ukuran yang sama mungkin tidak akan mengherankan saya apabila royalti sebesar itu didapat oleh sebuah band macal Dewa 19, Ungu, Nidji atau Samson.
Satu fakta luarbisa lain dipaparkan oleh penulis artikel bahwa buku Laskar Pelangi telah terjual lebih dari 300.000 copy! Suatu jumlah yang sangat besar untuk sebuah negara yang lebih suka menghamburkan uang dan merusak tubuh dengan merokok daripada investasi intektualitas dengan membeli dan membaca buku.
Seingat saya sudah lebih dari 4 tahun ini saya tidak pernah membaca Novel lagi, Bacaan saya 4 tahun terakhir lebih banyak pada buku-buku Leadership, Management, Self Help, Personal Development, Bisnis dan NLP.
Dua novel terakhir yang saya baca (lebih tepatnya 1 ½) adalah Novel Saman karangan Ayu Utami dan Supernova Dewi Lestari eks personil RSD. Supernova tidak pernah benar2 saya selesaikan karena keburu bosan dengan plot yang disajikan.
Namun untuk buku yang terjual 300.000 copy, dan pernah masuk ke Acara Kick Andy, saya berjanji kepada diri sendiri untuk menyempatkan membelinya ke Gramedia pada kunjungan rutin saya. Sebenarnya bisa dibilang agak Katrok dan ketinggalan jaman, sebab Novel ini sudah keluar lebih dari 2 tahun yang lalu tepatnya akhir tahun 2005.
Setelah beberapa kali terlupa beli saat di Gramedia Merdeka Bandung(harap maklum karena sudah lama sekali tidak pernah mampir di rak Novel) akhirnya saya mengkhususkan diri datang untuk membeli Novel ini pada liburan panjang awal Maret 2008.
Tampilan Buku
Seperti kebiasaan saya saat membaca (atau mau membeli) buku apapun, yang pertama kali dilihat adalah sampul buku..........hmmm design cover cukup menawan dan eye catching, orang tipe Visual langsung akan tertarik pada buku ini hanya karena melihat sampulnya, penuh warna-warni seperti judulnya Laskar Pelangi. Siluet Anak2 yang sedang bermain pada suatu senja(atau fajar) berhasil memancing rasa penasaran.
Sampul dengan kertas tipe gloss terasa halus dijari-jari yang akan membuat seorang Kinestetic nyaman untuk memegang Novel dengan ketebalan yang relatif cukup ini.
Orang Auditory Digital pasti akan terpuaskan dengan sederetan kesaksian positif nama2 besar yang sudah membaca buku ini seperti Arwin Rasyid, Kak Seto sampai ke Garin Nugroho.
Karena memang sudah berniat untuk membeli buku tersebut ditambah tampilan buku yang mendukung, dalam waktu 3 menit saya memutuskan untuk membeli Novel ini ditemani sejumlah majalah lain untuk bekal melewatkan long weekend di kota kesayangan Bandung.
Sudut Pandang Baru
Jam menunjukkan pukul 19.30 saat kami sampai dirumah kami di perbukitan di timur Bandung. Sesudah menurunkan anak pertama saya yang tertidur diperjalanan, dengan penuh semangat saya nongkrong di teras rumah untuk mulai membaca Novel yang menggemparkan ini.
Alis saya sedikit terangkat saat membaca istilah istilah biologi yang asing di bagian awal Novel seperti Filicium dibab 1 dan Antedilivium pada bab 2. Alis yang sama mulai turun ketika tiba pada bagian dimana Andrea Hirata dengan menarik menggambarkan masa dia dan gengnya masuk ke SD Muhammadiyah di Belitong.
Cara Andrea menggambarkan peristiwa tersebut “memaksa” saya untuk ikut berimajinasi menggambarkan saya pada masa yang sama puluhan tahun lalu saat saya masuk SD, dan imajinasi saya terhitung GAGAL!
Gambaran masa kecil saya masuk SD tidak berhasil saya munculkan sejelas Andrea menggambarkannya dalam Novel. Secara bawah sadar saya angkat topi dengan Andrea untuk gambaran detail tersebut, terlepas apakah yang dia ceritakan benar2 keluar dari bagian memorinya atau merupakan salah satu skill yang harus dimiliki oleh pengarang Novel IMAJINASI!.
Tak terasa jam 10 malam sudah tiba saat istri saya melongok dari pintu, saya Cuma bilang “tar Ma tanggung nih, dah dapat separo”. Luar biasa....dengan gaya bertutur yang memikat dan dibumbui oleh teknik Metapor disekujur badan Novel. Andrea berhasil memaksa saya untuk menyelesaikan Novel itu pada malam itu juga! Suatu prestasi yang istimewa karena untuk menyelesaikan buku favorit “Good to Great” pun saya butuh waktu 3 hari. Prestasi ini hanya bisa disaingi oleh komik bergambar “Long Hu Men” punyanya Tony Wong yang pasti akan saya selesaikan pada saat itu juga sampai jam berapapun kalau ada jilid baru yang terbit!
Bab tentang Lintang dan Mahar, 2 orang maskot dari Laskar Pelangi memancing tawa kecil dan senyum sendu saya. Kejeniusan seorang Lintang (saya jadi penasaran apakah aslinya sejenius di Novel tersebut) membuat saya sedih dan setuju dengan gambaran dalam novel tentang kecongkakan dan kebodohan negeri ini dalam mencampakkan talenta2 terbaik yang dimiliki.
Cinta monyet Ikal dan A Ling termasuk bagian cerita dengan metafora yang sangat kuat! Bagian ini berhasil menyentuh rasa emosi disamping saat Laskar Pelangi memenangi Cerdas Tangkas dengan Lintang sebagai maskotnya.
Bagian akhir novel melompat sekian belas tahun kedepan dengan banyak fragmen2 kehidupan yang (dengan sengaja?) terlewat. Faktor ini jelas menjadi salah satu faktor yang mendorong saya untuk membeli novel lanjutannya saat saya liburan panjang lagi 2 minggu kedepan.
Jam 11 malam lebih 15 menit saat saya menyelesaikan Novel tersebut. Saat menyusul istri untuk pergi ke alam mimpi saya bergumam “ma, coba besok kamu baca novel ini.”!
Eko Jatmiko Utomo
Ujung Berung
Awal Maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar