20 Januari 2010
Watch your move..........dady!
Thesa bidadari kecil kami sedang suka dengan guru pendampingnya di sekolah. Dari sedikit kalimat yang dapat dia ucapkan, salah satu favoritnya adalah "pak Pur Mana?". Ya......pak Pur, guru pendamping yang pandai main gitar itu merupakan guru favorite di TK A Happy Holy Kid. Orangnya masih muda, kurus namun semangat pelayanannya luar biasa.
Posisi guru pendamping dari bisik-bisik teman2 mama Thesa kami bisa tahu bahwa gaji pak Pur dibawah UMR DKI. Gaji yang kecil tidak menghalangi pak Pur untuk untuk memberikan yang terbaik bagi anak2 didiknya di TK A. Setiap pagi dengan penuh semangat pak Pur memetik gitar untuk mengiringi lagu "ayo baris...baris, ayo baris....baris yang rapi......" untuk memberikan semangat bidadari dan bidadara kecil masuk di kelas mereka. Senyumnya yang tulus dan perlakuannya yang lembut terhadap murid2 kecil ini membuatnya jadi terkenal dan selalu disebut oleh semua murid termasuk Thesa.
"Thesa, tadi belajar apa disekolah?" seperti biasa sepulang dari kerja papa Thesa bertanya tentang kegiatan sekolahnya. "Pak Pur...........Matematika" dengan bahasanya Thesa mencoba menjelaskan kepada kami apa yang terjadi pagi tadi. Ada hal yang baru dalam cara Thesa berbicara, bukan pada kosa kata yang bertambah atau kalimat yang lebih runtut tapi cara Thesa berbicara ditambah dengan gaya memencongkan mulut ke kiri dan kekanan. "Thesa, kalau bicara ngak perlu bibirnya di mencongkan" mama Thesa yang melihat perubahan itu segera bereaksi untuk membetulkan. Dan Thesa tidak peduli dengan peringatan mama.....sejak saat itu Thesa selalu memencongkan bibirnya saat sedang berbicara dan kami tidak bisa merubahnya karena pada akhirnya kami tahu bahwa gaya itu ditiru Thesa dari guru favoritenya..............pak Pur.
Naik ke TK B memisahkan Thesa dengan pak Pur..............dan untunglah bahwa warisan gaya bicara memencongkan bibir kekiri dan kekanan hanya bertahan beberapa bulan sebelum hilang karena Thesa sudah jarang berinteraksi dengan pak Pur. Tentu saja kami sebagai orang tua senang dengan perkembangan ini..........masak cantik2 kalau ngomong pletat pletot.
Dua bulan sejak naik kelas 1, kami melihat perubahan digaya Thesa bicara. Kalau setahun ini gayanya wajar tanpa syarat, sekarang kok gaya ngomongnya ditambah dengan memoncongkan bibir kedepan. "Thesa, kalau bicara ngak perlu pakai bibir maju seperti itu dong!" kata mama Thesa sedikit pasrah. Pasrah karena tahu bahwa kata2 permintaan dan harapan ini pasti tidak akan terwujud. Dan sejak saat itulah kami harus membiasakan diri melihat Thesa bicara dengan gaya itu. Harapannya saat nanti naik kelas Thesa akan lupa dengan gaya miss Sinta bicara. Thesa thesa.....masak cantik cantik kalau bicara mecucu!
Pagi ini kami buru-buru berangkat ke gereja. Telat bangun karena tadi malam keasyikan nonton film di HBO. Saking buru-burunya obat batuk lupa diminum. Sudah 2 minggu ini batuk kok ya betah banget bersarang di tenggorokan. Ditambah dengan temannya yang namanya dahak.....jan nyebelin tenan. "Uhuk uhuk uhuk.........." pas diperempatan batuk sialan ini datang plus dengan teman dekatnya si dahak, jelas harus dibuang agar nafas jadi lancar. "rrrrrrrrrrt", kaca mobil diturunkan mulut siap melontarkan dahak keluar jendela setelah dilirik aman ngak ada orang. "Pa.....buka pintu aja, dibuang lewat bawah.......tar ditiru Tesa lho!" disebelah tempat duduk mama Thesa mengingatkan. Wah...bener juga nih, pikir papa Thesa sambil buru-buru menaikkan kaca mobil. "rrrrrrrrrrt" pada saat hampir bersamaan kaca mobil dibelakang turun dan terdengar bunyi "Cuuuuuuh" saat Tesa melontarkan ludah dari atas jendela! waduuuuuuuuuuh blaik......cantik cantik kok jorok sih Thesa...........niru siapa ya???
BSD City
12 January 2010
Eko Utomo
"Sudah sampaiiii" - The Map is Not the Territory
Bumi Serpong Damai (BSD) - Cibubur pp. Jarak kurang lebih 30 km ini musti ditempuh Tesa setiap harinya untuk bersekolah di kelas 1 SD Penuai Cibubur. Jarak segitu kalau ditempuh dengan menggunakan jalan umum non tol harus ditempuh berjam-jam, namun berhubung jalan tol BSD - Pondok Indah sudah sambung dengan jalan tol TB Simatupang dan kemudian dilanjut masuk ke tol Jagorawi maka jarak tempuh dari Jakarta Barat coret sampai dengan Jakarta Selatan coret tadi cukup ditempuh dalam waktu 40an menit oleh supir pribadi bernama Mama Tesa eks sopir Medan dengan kecepatan 100 km/jam.
Perjalanan rutin pagi dimulai jam 6.30 dari BSD masuk ke tol BSD - PI, "Sudah sampaiiii" seru Tesa dari bangku tengah mobil Carents saat sampai di pintu tol Pondok Ranji. "Belum Tesa, ini baru sampai di pintu tol" sahut mbak Pur, asisten keluarga mencoba membetulkan kata2 Tesa. "Enam ribu limaratus" kata Tesa cuek saat supir pribadi membayar biaya tol.
"Sudah sampaiiii" seru Tesa lagi saat mereka sampai di pintul tol TB Simatupang. "Belum Tesa, masih jauh....ini baru sampai dipintu tol" segera mbak Pur menyahut untuk membetulkan kalimat Tesa. Tesa tetap cuek bebek dan kemudian bilang "Tujuh ribu" seperti aba2 kepada supir pribadi yang juga merangkap menjadi mamanya untuk membayar ongkos tol.
Mobil kembali meleset cepat di keriuhan pagi hari, berhimpit dan beradu kuat dengan mereka2 yang sedang diburu waktu untuk tidak terlambat di kantor. Beruntung sesudah sampai di Tol TB Simatupang arus kendaraan mencair karena menuju luar kota - melawan arus orang masuk kerja. Tak berapa lama mobil belok kekanan masuk tol Jagorawi arah Bogor.
"Sudah sampaiiii" seru Tesa kembali sesudah mobil keluar tol dan sampai di pintu tol Cibubur. "Belum Tesa, kita belum sampai di sekolah" sekali lagi mbak Pur assisten keluarga membetulkan perkataan Tesa. Sopir pribadi yang dari tadi diam mendengarkan dialog akhirnya turut campur, "mbak Pur, yang dimaksudkan Tesa dengan 'sudah sampai' adalah kita sudah sampai dipintu tol dan harus bayar, bukan sampai di sekolah seperti pikiran kita". Mbak Pur yang mendengarkan perkataan Mama Tesa hanya duduk diam seperti biasanya. Lha namanya juga asisten kalau berani berdebat dengan boss kan bisa berabe.
Pintu tol Cibubur dan sekolah hanya ditempuh dalam jarak 5 menit. "Sudah sampaiiii" dengan bergegas Tesa keluar dari mobil dengan membawa tas sekolahnya yang penuh sesak dengan buku2. "Tuh mbak.....benar kan apa yang saya bilang" kata sopir pribadi sambil tersenyum. "Pikiran Tesa adalah pikirannya sendiri yang belum tentu sama dengan apa yang kita pikirkan!".
29 Desember 2009
Malam waktu berpisah dengan Klaten
Eko Utomo
Bicara TANPA kata
Pejabat publik, khususnya mereka yang menjadi pejabat incumbent (yang sedang menjabat) pada saat pilkada periode kedua melakukan komunikasi politik sangat gencar diakhir masa jabatan agar terpilih (maunya) diperiode kedua. Ratusan baliho, spanduk dipampangkan di jalan2 protokol untuk "membujuk" mereka yang membacanya percaya bahwa mereka layak menjabat di periode kedua. Pada saat kampanye, mulut mereka berbuih merayu, membujuk masyarakat bahwa mereka baik untuk dipilih lagi tanpa melihat apa yang sudah mereka lakukan di periode pertama. Sementara alam bawah sadar (Unconscious mind) tidak terlalu peduli dengan kata2, yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh alam bawah sadar adalah gesture dan ekspresi lain.
Pagi ini, perbatasan Jabar-Jateng dengan jernih mengajari kami sekeluarga tentang hal ini. Jalur Selatan dikabupaten Ciamis-Banjar lebar dan mulus. Trotoar di bangun dan dirawat dengan rapi. Sementara kearah timur di kabupaten Cilacap, jalan sempit rusak dan bergelombang. Dari aspek ini kalau saya jadi warga Ciamis-Banjar, tanpa ragu-ragu saya akan pilih kembali bupati incumbent karena perbuatan mereka lebih dari kata-kata. Sementara untuk Cilacap, mohon maaf, jalan Anda yang buruk telah berkampenya jelek sepanjang puluhan kilometer.
Mudik akhir tahun bawa mobil sendiri jelas lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan mudik saat lebaran. Kepadatan jalan bisa dibilang normal atau sedikit diatas normal. Tidak ada cerita satu motor menggotong 4 manusia plus barang2 dijok belakang. Kecepatan 80 km/jam bahkan sekali2 100 km/jam bisa dijangkau.
"Pa, awas!" mama Jason dengan keras berteriak saat melihat sebuah benda meluncur keluar dari jendela mobil kijang didepan kami. Sambil sedikit banting setir kami melihat bahwa yang keluar dari jendela tadi ternyata adalah botol minuman pulpy orange. "Dasar manusia katrok!" makian kecil keluar dari mulut mama Jason. Papa Tesa yang sedang menyetir mobil tertawa kecil sambil nambahin bumbu "manusia kayak begini ini nih yang kaya tapi tidak beretika". Luar biasa...........komunikasi tanpa kata berlangsung tanpa bicara antara sopir kijang dan kami dibelakangnya. Kesimpulan sementara.......pengemudi kijang adalah sebangsa manusia katrok!
"Ma, awas!" gantian papa Tesa yang berterik memberikan peringatan, mama Jason yang kebagian tugas dibelakang setir segera banting setir agak ketengah. Setumpuk tisu kotor berhamburan dari mobil Vios plat B didepan kami. "Dasar katroook!" berbarengan kami berseru. Dan kembali komunikasi tanpa kata telah berlangsung dengan penghakiman segera terhadap pengendara Vios.
"Pa" suara lembut singgah ditelinga, pipi lembut Jason menempel di pipiku. Sambil senyum Jason menunjuk ke tumpukan rambutan di bawah kakiku. Tanpa bertanya papa Tesa langsung mengambil satu rambutan dan kemudian mengupaskannya untuk Jason. Jason menerimanya dan tersenyum..........senyum yang memancarkan trimakasih dan sayang, dan semua berlangsung tanpa KATA.
Malam pertama di kota Klaten tercinta
23 Desember 2009
Eko Utomo for Smansa workshop
The Meaning of your Communication is the RESPONSE you get
Malam itu pak dosen Kusnadi uring-uringan. Dahinya berkerut kerut sampai kedua alisnya manjadi tersambung. Bibirnya menjadi tipis dan pucat ditambah wajah kusam gelap. "Dasar mahasiswa jaman sekarang!" keluhnya sembari "ndlosor" di kursi malas. "Anak-anak sekarang ini terlalu banyak dimanja oleh orang tua dan keadaan", keluhnya lagi sembari menyeruput teh manis yang dihidangkan oleh Yati istrinya.
"Emang ada apa sih mas, kok sampeyan akhir-akhir ini aku lihat uring-uringan terus?" tanya Yati sembari meletakkan pisang goreng teman teh manis diatas meja. Alih-alih menjawab pertanyaan istrinya, pak dosen Kusnadi mencomot pisang goreng dan kemudian mengunyahnya pelan, terlihat diwajahnya bahwa pikiran Kusnadi seperti tidak ada diruangan itu. Bu Yati sebagai istri membiarkan pertanyaanya mengambang diudara, dia tahu bahwa suaminya butuh waktu untuk mengatasi kesesakan pikirannya. Dan dia juga tahu kalau sudah kembali normal suaminya akan menjelaskan apa yang terjadi.
"Dik, apa kita ini sudah tua ya?" ternyata yang keluar dari mulut pak dosen Kusnadi malah pertanyaan. "Maksud mas Kus apa?" tanya mbak Yati istrinya minta klarifikasi. "Maksudku, apakah memang kita ini sudah terlalu tua sehingga tidak bisa mengikuti jaman lagi" jelas pak dosen Kusnadi. "Mosok kita dibilang tua mas, lha umur 40 saja belum sampai. Emang mas Kus merasa aku sudah kelihatan tua dan tidak secantik dulu apa?" Yati berusaha bergurau agar emosi suaminya lumer. "Aku kesal dengan mahasiswa jaman sekarang dik, beda banget dengan jaman kita dulu. Mosok mata kuliah Kalkulus 101 yang aku ajarkan nilainya jeblok semua.............jan jeblok pol!" sungut pak dosen Kusnadi. "Pelajaran Kalkulus itu kan gampang asal mereka mau belajar. Aku sudah susah payah menerangkan sampai lambeku ndomble kok ya nilai UTS mereka kok dibawah standar semua!". Hening sejenak, Yati tahu bahwa suaminya butuh didengarkan agar emosi itu tidak menjadi magma yang makin membara dan meletus disembarang tempat.
"Mereka seharusnya dengan seksama mendengarkan kuliah yang aku berikan, trus kemudian banyak berlatih soal-soal yang ada di buku pendamping trus kalau ngak ngerti dikelas tanya ke dosennya. Lha ini kalau dikelas diam semua ngak ada yang tanya tapi giliran ujian kok nilainya rantai carbon semua CCCCCCCCCCCCC ngak ada putus-putusnya" kali ini pak dosen Kusnadi bicara dengan nada rendah campur putus asa. "Mas Kus, mungkin mahasiswa angkatan ini tabiatnya seperti itu. Bagaimana kalau mas Kus sebagai dosennya yang menyesuaikan cara mengajar yang kena dan cocok dengan kebutuhan para mahasiswa!" saran Yati istrinya. Mendengarkan usulan Yati itu kedua alis pak dosen Kusnadi terangkat "lha sudah tahunan gaya mengajarku seperti itu dan telah terbukti kok harus dirubah, mestinya para mahasiswa baru itu yang harus merubah cara belajar mereka!" sungut pak dosen keras. Yati tidak membantah ucapan suaminya, karena kalau dia tahu kalau dibantah maka malah akan terjadi perang argumen.
"Mas ini tadi ada surat dari pak RT" kata Yati menyodorkan selembar kertas. "Isinya apa dik" sahut pak dosen Kusnadi. "Aku ngak sempat baca mas, coba sampeyan saja yang baca!" kata Yati sembari mengambil pisang goreng terakhir di piring. Sesaat kemudian pak dosen Kusnadi mengeluh kesal "bagaimana sih pak RT, lha jaman modern gini kok cara berkomunikasinya kok kayak jaman orde baru saja!" keluhnya sambil melemparkan kertas ke atas meja. "Memangnya ada apa mas" tanya Yati heran. "RT kita katanya akan buat pos Ronda baru, dan setiap warga diminta sumbangan sebesar 500 rb, uang segitu kan cukup banyak, masak tanpa babibu tanpa ada rapat persetujuan dan sosialisasi kok tiba2 hanya dengan surat pemberitahuan seperti ini. Ini namanya kembali ke jaman Orba, jaman reformasi seperti sekarang ini cara berkomunikasinya semestinya dirubah harus lebih demokratis. RT itu harus tahu bagaimana kebutuhan dan keinginan warganya. Bukan malah asal perintah dengan menggunakan gaya lama" sesorah pak dosen Kusnadi seperti air bah yang jebol dimusim hujan.
Mbak Yati duduk diam mendengarkan kekesalan suaminya. "Bukankah dari jaman dulu, kalau ada apa2 memang seperti ini cara berkomunikasi RT kita mas?" Yati mencoba mengingatkan pak dosen Kusnadi. "Itu dulu dik.............sekarang jamannya berbeda. Pak RT musti bisa luwes menyesuaikan dirinya dengan jaman dan kebutuhan", pak dosen Kusnadi kelihatan masih kesal.
Pandangan Yati beralih dari kertas pemberitahuan ke tumpukan kertas lain diatas meja, tumpukan kertas ujian UTS mahasiswa pak dosen Kusnadi yang bertaburan dan penuh dengan nilai C disana-sini. Sambil merapikan kertas ujian, Yati bertanya ke pak dosen Kusnadi "mas Kus, mungkin betul ucapan sampeyan bahwa pak RT harus menyesuikan diri cara berkomunikasinya dengan warga. Trus masalah kuliah Kalkulus sampeyan ini apa ngak mirip dengan kasus pak RT ya mas. Mas Kus butuh gaya mengajar yang berbeda dari sebelumnya dan butuh tahu kebutuhan mahasiswa agar pemahaman mereka jadi baik dan hasil ujian bagus?" tanya Yati hati-hati. Dan pak Dosen Kusnadi terduduk diam dan merenung.
Pagi yang cerah di Bandung nan sejuk
21 Desember 2009
Eko Utomo for SmansaKla workshop
Note: The meaning of your communication is the response you get = efektif atau tidaknya komunikasi yang kita lakukan dapat dilihat dari response yang kita terima dari partner yang kita ajak berkomunikasi.
Disclosure:
Nama, lokasi dan cerita hanyalah fiksi. Kesamaan tokoh dlsb tidak disengaja dan tidak dapat diganggu gugat
Langganan:
Postingan (Atom)