Catatan Harian Eko Utomo #Hal121
Depend on Leader or System? Lesson from Singapore.
Terimakasih terhadap business model baru ala economy sharing (bnb),
kami berkesempatan menikmati Singapore dari perspektif berbeda.
Selama ini jika ke Singapore kami selalu tinggal di Hotel. Cita rasa
tentu saja cita rasa pelayanan to the max sesuai dengan Service Level
Agreement (SLA) dan Procedure yang diterapkan oleh pihak internal hotel.
Full pencitraan kata orang Indonesia.
Tinggal di apartment milik
warga, kami merasakan denyut di bawah urat nadi sesungguhnya. Bukan
yang sudah dipoles untuk menarik wisatawan sebagai salah satu sumber
devisa utama.
"Mirip Pondok Indah dan BSD ya pa!", kata mama
Thesa beberapa kali. Ekspresi dan respons natural yang muncul sesudah
"menghayati" hidup keseharian Singapura.
"Bersih banget pak",
komentar Yulius yang baru pertama kali menginjak "the tiny red dot"
menurut Presiden Habibie saat jengkel belasan tahun lalu sesaat sesudah
reformasi.
Saya menyetujui apa yang mereka rasakan dan lihat. Ada
beberapa aspek menarik yang saya perhatikan. Bersih dan rapinya
Singapura tidak hanya di daerah Tanjung Katong di mana apartment kami
berada, tetapi semua daerah Singapura yang kami lewati.
Hal
menarik lain adalah, Pondok Indah bersih dan rapi karena pasukan Oranye
Ahok dan BSD rapi karena pasukan kebersihan yang dibayar pengelola maka
sepanjang 2 hari ini saya belum pernah sekalipun melihat ada pasukan
kebersihan yang sedang bekerja bersih2! Trash Bin besar ada
dimana2.
Mungkin karena itulah hampir tidak ada sampah non organik yang
berceceran. Dan satu hal pasti terlihat manusia2 Singapura sudah
sedemikian disiplin untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Kebiasaan (yang sudah jadi budaya) dibangun oleh aturan2 ketat oleh
pembangun Singapura Lee Kwan Yu sepanjang 3 dekade kepemimpinannya dan
kemudian dilanjutkan 3 dekade lagi oleh para penerusnya
Sedemikian ketat aturan ditegakkan, sehingga mereka yang buang sampah
sembarangan dikenai denda yang sangat tinggi. Sistem dibangun dengan
hukuman berat.
Budaya (dan aturan) yang tegak kokoh berdiri
bahkan mampu "memaksa" manusia Indonesia yang tidak disiplin dan jorok
menjadi berperilaku berbeda saat pergi ke negara singa ini.
Salah satu rekayasa yang luarbiasa adalah memajukan jam Singapura 1 jam lebih cepat dari seharusnya.
Jam 7 malam Singapura masih terang benderang. Kebetulan di depan
apartment sedang ada pembangunan. Jam 7 malam saat kami keluar cari
makan malam kami menjadi saksi tukang bangunan yang masih bekerja!
Jam 8 pagi nan gelap (jam 7 versi Jakarta), semua orang sudah sibuk
bekerja. Pulang jam 8 malam karena malu masih terang kok pulang kerja.
Dengan demikian budaya kerja keras (12 jam) berakar dengan sendirinya.
Kondisi yang baik butuh sistem yang baik. Sistem yang baik butuh
dibangun dan ditegakkan oleh pemimpin yang baik. Dan semuanya butuh
total 30 + 30 tahun untuk membuat Singapura sampai pada posisi sekarang.
Yup, depend on Sytem is better than depend on leader. Namun berharap
bahwa Jakarta yang bersih dan rapi hanya dalam waktu 2 tahun dan
kemudian meledek bahwa Jakarta kembali kotor sesudah ditinggal cuti (kok
tergantung sama pemimpin bukan sistem) jelas sebuah kebodohan yang
dibangun karena political blindspot.
Jakarta (dan Indonesia)
butuh dipimpin selama 30 tahun oleh pemimpin yang hebat yang mampu
membangun sistem sebelum kemudian budaya jadi sumber penggerak perilaku
bangsa.
The choice is yours.
Tanjung Kalong Singapore 211216
EU4U
Untuk para pemimpin pembangun legacy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar