14 September 2009

Pada Sebuah Sepatu

Si Cantik ini tidak pernah bisa lepas dariku, tubuhnya yang mulus dan bodynya yang cukup up to date membuat aku tidak malu untuk mengajaknya menemani aku kemanapun aku pergi, juga kepergianku kali ini kesebuah gedung besar disebelah stadion Klaten. Gerimis kecil yang menerpa kulit tanganku takkuhiraukan. Aku segera bergegas menuju papan pengumuman yang diletakkan didepan gerbang sekolah. Ya.....hari ini adalah hari pengumuman penerimaan SMAN 1 Klaten. Hari yang sudah sore memudahkan aku untuk segera melihat papan pengumuman tanpa perlu berdesakan.

No. 55 Eko Jatmiko Utomo
Semprul......Nilai Ebtanas tertinggi dari kota asalku yang hampir menyerempet di angka 50 ternyata cuma mendarat di posisi 55 dari sekitar 500 orang yang diterima di SMAN 1 Klaten tahun 88 ini. Hmmm Eko Utomo sang juara kelas merangkap ketua kelas SMP1 Blora ini kelihatannya harus meninggalkan kebiasaan buruk malas belajar kalau mau survive di SMA favorite di seantero jagad Klaten ini. Tapi biarlah, daripada jadi jago kandang disana mending punya banyak sparing partner di sini, bisikku kepada si Cantik berbaju biru yang setia menemaniku sejak tadi.

Mataku menelusuri aturan dan tata tertib sekolah saat aku tertumbuk pada kalimat: "menggunakan sepatu hitam dan kaos kaki hitam". Waduh...........mau dikemanakan sepatu cantik kesayangan warna biru ini? sepatu kebanggaan yang aku pakai ngeceng ponakan pak Wiji guru sejarah SMPku dulu ini. Pikiran kacau dan balau tentang nasib sepatu biru cantikku terbawa sampai kerumah (tepatnya rumah simbah). Untuk membeli sepatu baru warna hitam merek Kasogi jelas merupakan kemewahan yang berlebihan bagi anak guru SMP seperti aku. Belum lagi Bapak dan Ibu nun jauh ada disana di Blora yang membutuhkan waktu tidak kurang dari seminggu untuk meminta uang.

Kala kekalutan makin berat dan menekan, terlihat sebuah spidol warna hitam bekas pesta perpisahan SMP beberapa bulan yang lalu. Aku melompat dari tempat dudukku sambil berteriak Horeeeeeeeeeeee laksana Archimedes berterial Eurekaaa menemukan hukum aksi dan reaksi. Bergegas aku ambil spidol hitam dan menaruh si cantik kebiruan kedalam haribaan, dengan hati-hati aku torehkan spidol sakti yang menyulap sepatu biru menjadi hitam (lebih cocok dikatakan kehitaman). Dalam waktu 15 menit semua sudah selesai dan beban berat terangkat dari pundak. Besok senin aku bisa berangkat sekolah dengan sicantik biru yang menyamar menjadi black sweety.

Senin itu gerimis kembali menyapa bumi dikaki Merapi, sekali lagi aku ngak peduli dan tidak mau tahu tentang gerimis. Semangat untuk masuk sekolah dan berkenalan dengan teman baru jauh lebih besar daripada sekedar gerimis yang hanya mampu membuatku sedikit basah dan lembab. Paling setengah jam lagi juga akan kering dengan sendirinya. Sesudah memasukkan sepeda ke tempat parkir aku segera bergegas menuju kelas IF kelas dimana aku akan melewati tahun pertama.

Kegembiraanku terhenti ketika seorang guru laki-laki menghadangku di tengah jalan. "Hei kamu...................kam
u anak kelas satu ya" katanya galak. "Betul pak......" jawabku takut-takut. "Kamu baca aturan tidak tentang sepatu?" kata pak Guru galak yang berkumis tebal itu. "Baca pak, sepatu hitam dan kaos kaki hitam". "Dasar...baru hari pertama saja sudah mencoba melawan aturan kamu ya............" bentak pak guru yang membuat semua tulang-belulang seraya terlepas sendinya. "Tidak pak, saya mentaati aturan kok............"kataku bergetar menahan takut. "Masih menyangkal kamu ya...................., coba lihat sepatumu! kamu pulang dan jangan kembali sebelum memakai sepatu sesuai aturan!". Bentakan terakhir ini membuatku tertunduk dan jauh dibawah..............diujung kaki terlihat bahwa si Biru cantik nongol kembali karena warna hitam spidol telah hanyut oleh gerimis pagi.

BSD City
City of Kuliner
Eko Utomo

Tidak ada komentar: