Pagi itu pada sebuah biara, kesunyian yang biasa menemani terusik pergi dengan kedatangan para pencari Tuhan yang berondong-bondong datang pada minggu istimewa yang hanya sekali singgah pada setiap tahunnya. Minggu yang tidak akan terlewatkan oleh penghuni tetap biara dan juga mereka2 yang datang untuk melakukan hal yang sama dalam pencarian arti kehidupan.
Semua persiapan sudah lengkap. Alat sembahyang, bangku, buku pujian dan semua yang diperlukan untuk menjalani ritual suci yang mereka nanti. Jam menunjukkan pukul 6 pagi ketika semua sudah bersiap ditempat duduk masing-masing ketika kepala biara yang menjadi pemandu doa datang untuk memulainya. "Saudara-saudara yang terkasih.......", meooooooooooooong, "kesempatan yang istimewa ini", meooooooong, "marilah kita pergunakan", meoooooooong, "untuk memuji Dia", meooooooong. Sahut-sahutan antara pemandu doa dan kucing berlangsung selama beberapa menit dan baru berhenti ketika kucing diambil dan dibawa keluar ruangan .
Damai sejahtera hanya tergapai selama beberapa saat sebelum sang kucing kembali masuk ruangan dan ikut memuji dengan bahasanya. Manusia yang terganggu dengan kolaborasi kucing yang tidak diundang ini akhirnya mengambil keputusan untuk mengikat anggota tidak resmi ini kesebuah tiang didepan ruangan. Demikianlah yang terjadi selama seminggu, sang kucing setiap pagi terikat selama seminggu pada masa pemujaan berlangsung. Hal yang sama berlangsung selama 10 tahun sampai pada akhirnya kucing dan kepala biara sudah pergi meninggalkan biara menemui sang pencipta.
Pagi itu minggu pemujaan datang kembali, semua persiapan sudah lengkap. Para jemaat sudah datang, namun pengurus biara kelihatan masih kebingungan. Ada gerangan apalagi yang kurang? "masih ada yang kurang................" kata salah seorang anggota pengurus biara. "Apa yang kurang, bukankah semua sudah ada?", kata jemaat. "Masih kurang kucingnya, salah seorang dari rekan pengurus sedang mencari kucing untuk kita ikat di tiang". Demikian jawab pengurus biara yang lain.
Berhalaku
Ada puluhan berhala atau mungkin ratusan berhala yang aku pelihara. Aku ingat berhala "Terimakasih". Berhala ini aku lakukan saat seseorang memberikan bantuan padaku dan kuucapkan berhala itu tanpa sedikitpun tulus melihat matanya. Atau mungkin berhala yang satu ini, berhala "Maaf", berhala yang sering diucapkan tanpa makna, hanya sekedar karena itu ada dan harus selalu ada dalam kehidupan.
Bagaimana dengan Anda? berapa banyak berhala yang Dikau pelihara?
Note: Cerita teratas terinspirasi dari kotbah pagi ini
Eko Utomo
Serpong
Akhir Agustus 2009
14 September 2009
Menjauhkan yang Dekat dan Mendekatkan yang Jauh
Malam sudah beranjak tua, diruangan yang asri dan luas itu lebih dari 40 orang duduk menyebar memenuhi ruang terbuka yang menyambung dengan halaman. Pramusaji di pojok halaman mendapatkan kesempatan untuk istirahat dan duduk setelah diserbu mereka-mereka yang sedang berbuka puasa. Dibagian dalam, meja makanan "berat" disebelah kolam ikan juga sudah tidak ada satu batang hidungpun yang antri mengambil nasi bakar.
Malam itu adalah malam berbuka puasa dirumah direktur perusahaan multimedia. Tentu saja, karyawan perusahaan multimedia pasti sangat "melek" dengan yang namanya teknologi terkini. Lebih dari separo mereka yang hadir dalam ruangan mengenggam ponsel "wagu" karena bentuknya yang mirip kalkulator itu, ponsel yang sekarang menjadi icon extravagansa komunikasi yang mendapatkan nama kesayangan BB.
Disudut timur, pada sebuah ayunan yang nyaman 2 orang sedang duduk manis dengan akrabnya. Akrab karena bahu mereka bersentuhan satu sama lain, kedekatan yang sungguh dekat dan hangat. Disudut yang lain 3 orang nona dan nyonya duduk bersandar pada sebuah sofa, pada sebuah posisi yang juga cukup akrab. Salah seorang diantaranya memainkan BBnya untuk mengabadikan momentum acara "Bubar" tersebut.
Sungguh suatu acara kebersamaan yang hangat dan nyaman, makanan kecil juga betebaran diatas karpet halus yang digelar diatas lantai. Bergantian tangan mereka beraksi selaras dengan aksi goa selarong (mulut) yang bergerak ritmik mengunyah materil enak itu. Semua serba bagus dan baik adanya...................tunggu, ada sesuatu yang aneh dan asing. Moment yang sempurna tadi serasa masih kurang satu hal, yaitu bunyi suara! ya bunyi suara. Semua sunyi dan tenang...............semua asik dengan BB yang ada ditangan masing2.
Seorang nona terlihat sibuk mengupload foto ke FB dan memberitahukan kepada 1000 orang temannya di FB. Karyawan yang masih berumur dibawah seperempat abad di pojok ruangan sedang menulis status bahwa BuBar kali ini makanannya asik punya. Sedangkan teman disebelahku sibuk membalas SMS tidak tahu kepada siapa? Aku sendiri duduk termanggu memandangi semua ini, semua terlihat dan terasa dekat, namun juga jauuuuh tak tersentuh.
Luar biasa.............teknologi yang demikian canggihnya ini telah membantu untuk mendekatkan ribuan orang bahkan mereka yang jauh itu bisa tahu secara detail apa yang sedang kita kerjakan. Namun kami berdua yang duduk sebelah menyebelah dengan bahu kami bersinggungan selama 1 jam hanya terlontar satu kalimat "pak Eko, saya kirimkan pesan untuk sampeyan, tolong buka inbox, cepat dibalas ya pak!".
Bandung 5 September 2009
Salam hangat dari jauh.
Eko Utomo
Malam itu adalah malam berbuka puasa dirumah direktur perusahaan multimedia. Tentu saja, karyawan perusahaan multimedia pasti sangat "melek" dengan yang namanya teknologi terkini. Lebih dari separo mereka yang hadir dalam ruangan mengenggam ponsel "wagu" karena bentuknya yang mirip kalkulator itu, ponsel yang sekarang menjadi icon extravagansa komunikasi yang mendapatkan nama kesayangan BB.
Disudut timur, pada sebuah ayunan yang nyaman 2 orang sedang duduk manis dengan akrabnya. Akrab karena bahu mereka bersentuhan satu sama lain, kedekatan yang sungguh dekat dan hangat. Disudut yang lain 3 orang nona dan nyonya duduk bersandar pada sebuah sofa, pada sebuah posisi yang juga cukup akrab. Salah seorang diantaranya memainkan BBnya untuk mengabadikan momentum acara "Bubar" tersebut.
Sungguh suatu acara kebersamaan yang hangat dan nyaman, makanan kecil juga betebaran diatas karpet halus yang digelar diatas lantai. Bergantian tangan mereka beraksi selaras dengan aksi goa selarong (mulut) yang bergerak ritmik mengunyah materil enak itu. Semua serba bagus dan baik adanya...................t
Seorang nona terlihat sibuk mengupload foto ke FB dan memberitahukan kepada 1000 orang temannya di FB. Karyawan yang masih berumur dibawah seperempat abad di pojok ruangan sedang menulis status bahwa BuBar kali ini makanannya asik punya. Sedangkan teman disebelahku sibuk membalas SMS tidak tahu kepada siapa? Aku sendiri duduk termanggu memandangi semua ini, semua terlihat dan terasa dekat, namun juga jauuuuh tak tersentuh.
Luar biasa.............teknolog
Bandung 5 September 2009
Salam hangat dari jauh.
Eko Utomo
Pada Sebuah Sepatu
Si Cantik ini tidak pernah bisa lepas dariku, tubuhnya yang mulus dan bodynya yang cukup up to date membuat aku tidak malu untuk mengajaknya menemani aku kemanapun aku pergi, juga kepergianku kali ini kesebuah gedung besar disebelah stadion Klaten. Gerimis kecil yang menerpa kulit tanganku takkuhiraukan. Aku segera bergegas menuju papan pengumuman yang diletakkan didepan gerbang sekolah. Ya.....hari ini adalah hari pengumuman penerimaan SMAN 1 Klaten. Hari yang sudah sore memudahkan aku untuk segera melihat papan pengumuman tanpa perlu berdesakan.
No. 55 Eko Jatmiko Utomo
Semprul......Nilai Ebtanas tertinggi dari kota asalku yang hampir menyerempet di angka 50 ternyata cuma mendarat di posisi 55 dari sekitar 500 orang yang diterima di SMAN 1 Klaten tahun 88 ini. Hmmm Eko Utomo sang juara kelas merangkap ketua kelas SMP1 Blora ini kelihatannya harus meninggalkan kebiasaan buruk malas belajar kalau mau survive di SMA favorite di seantero jagad Klaten ini. Tapi biarlah, daripada jadi jago kandang disana mending punya banyak sparing partner di sini, bisikku kepada si Cantik berbaju biru yang setia menemaniku sejak tadi.
Mataku menelusuri aturan dan tata tertib sekolah saat aku tertumbuk pada kalimat: "menggunakan sepatu hitam dan kaos kaki hitam". Waduh...........mau dikemanakan sepatu cantik kesayangan warna biru ini? sepatu kebanggaan yang aku pakai ngeceng ponakan pak Wiji guru sejarah SMPku dulu ini. Pikiran kacau dan balau tentang nasib sepatu biru cantikku terbawa sampai kerumah (tepatnya rumah simbah). Untuk membeli sepatu baru warna hitam merek Kasogi jelas merupakan kemewahan yang berlebihan bagi anak guru SMP seperti aku. Belum lagi Bapak dan Ibu nun jauh ada disana di Blora yang membutuhkan waktu tidak kurang dari seminggu untuk meminta uang.
Kala kekalutan makin berat dan menekan, terlihat sebuah spidol warna hitam bekas pesta perpisahan SMP beberapa bulan yang lalu. Aku melompat dari tempat dudukku sambil berteriak Horeeeeeeeeeeee laksana Archimedes berterial Eurekaaa menemukan hukum aksi dan reaksi. Bergegas aku ambil spidol hitam dan menaruh si cantik kebiruan kedalam haribaan, dengan hati-hati aku torehkan spidol sakti yang menyulap sepatu biru menjadi hitam (lebih cocok dikatakan kehitaman). Dalam waktu 15 menit semua sudah selesai dan beban berat terangkat dari pundak. Besok senin aku bisa berangkat sekolah dengan sicantik biru yang menyamar menjadi black sweety.
Senin itu gerimis kembali menyapa bumi dikaki Merapi, sekali lagi aku ngak peduli dan tidak mau tahu tentang gerimis. Semangat untuk masuk sekolah dan berkenalan dengan teman baru jauh lebih besar daripada sekedar gerimis yang hanya mampu membuatku sedikit basah dan lembab. Paling setengah jam lagi juga akan kering dengan sendirinya. Sesudah memasukkan sepeda ke tempat parkir aku segera bergegas menuju kelas IF kelas dimana aku akan melewati tahun pertama.
Kegembiraanku terhenti ketika seorang guru laki-laki menghadangku di tengah jalan. "Hei kamu...................kamu anak kelas satu ya" katanya galak. "Betul pak......" jawabku takut-takut. "Kamu baca aturan tidak tentang sepatu?" kata pak Guru galak yang berkumis tebal itu. "Baca pak, sepatu hitam dan kaos kaki hitam". "Dasar...baru hari pertama saja sudah mencoba melawan aturan kamu ya............" bentak pak guru yang membuat semua tulang-belulang seraya terlepas sendinya. "Tidak pak, saya mentaati aturan kok............"kataku bergetar menahan takut. "Masih menyangkal kamu ya...................., coba lihat sepatumu! kamu pulang dan jangan kembali sebelum memakai sepatu sesuai aturan!". Bentakan terakhir ini membuatku tertunduk dan jauh dibawah..............diujung kaki terlihat bahwa si Biru cantik nongol kembali karena warna hitam spidol telah hanyut oleh gerimis pagi.
BSD City
City of Kuliner
Eko Utomo
No. 55 Eko Jatmiko Utomo
Semprul......Nilai Ebtanas tertinggi dari kota asalku yang hampir menyerempet di angka 50 ternyata cuma mendarat di posisi 55 dari sekitar 500 orang yang diterima di SMAN 1 Klaten tahun 88 ini. Hmmm Eko Utomo sang juara kelas merangkap ketua kelas SMP1 Blora ini kelihatannya harus meninggalkan kebiasaan buruk malas belajar kalau mau survive di SMA favorite di seantero jagad Klaten ini. Tapi biarlah, daripada jadi jago kandang disana mending punya banyak sparing partner di sini, bisikku kepada si Cantik berbaju biru yang setia menemaniku sejak tadi.
Mataku menelusuri aturan dan tata tertib sekolah saat aku tertumbuk pada kalimat: "menggunakan sepatu hitam dan kaos kaki hitam". Waduh...........mau dikemanakan sepatu cantik kesayangan warna biru ini? sepatu kebanggaan yang aku pakai ngeceng ponakan pak Wiji guru sejarah SMPku dulu ini. Pikiran kacau dan balau tentang nasib sepatu biru cantikku terbawa sampai kerumah (tepatnya rumah simbah). Untuk membeli sepatu baru warna hitam merek Kasogi jelas merupakan kemewahan yang berlebihan bagi anak guru SMP seperti aku. Belum lagi Bapak dan Ibu nun jauh ada disana di Blora yang membutuhkan waktu tidak kurang dari seminggu untuk meminta uang.
Kala kekalutan makin berat dan menekan, terlihat sebuah spidol warna hitam bekas pesta perpisahan SMP beberapa bulan yang lalu. Aku melompat dari tempat dudukku sambil berteriak Horeeeeeeeeeeee laksana Archimedes berterial Eurekaaa menemukan hukum aksi dan reaksi. Bergegas aku ambil spidol hitam dan menaruh si cantik kebiruan kedalam haribaan, dengan hati-hati aku torehkan spidol sakti yang menyulap sepatu biru menjadi hitam (lebih cocok dikatakan kehitaman). Dalam waktu 15 menit semua sudah selesai dan beban berat terangkat dari pundak. Besok senin aku bisa berangkat sekolah dengan sicantik biru yang menyamar menjadi black sweety.
Senin itu gerimis kembali menyapa bumi dikaki Merapi, sekali lagi aku ngak peduli dan tidak mau tahu tentang gerimis. Semangat untuk masuk sekolah dan berkenalan dengan teman baru jauh lebih besar daripada sekedar gerimis yang hanya mampu membuatku sedikit basah dan lembab. Paling setengah jam lagi juga akan kering dengan sendirinya. Sesudah memasukkan sepeda ke tempat parkir aku segera bergegas menuju kelas IF kelas dimana aku akan melewati tahun pertama.
Kegembiraanku terhenti ketika seorang guru laki-laki menghadangku di tengah jalan. "Hei kamu...................kam
BSD City
City of Kuliner
Eko Utomo
Hereditas in Action
Hereditas ini memang suatu hal yang luar biasa, bagaimana tidak luarbiasa kalau orangtua bisa mewariskan banyak hal kepada anak2nya. Tidak hanya profil dan bentuk muka saja yang diturunkan namun juga cara berfikir, tingkah laku, cara bertindak dan juga hal kecil2 lainya yang mungkin kelihatan remeh temeh.
Dalam konteks yang sama istri saya sering banget melemparkan tuduhan yang sangat tendensius, "pa, kamu waktu kecil suka ngences ya?" tuduhnya dengan kalimat yang tajam. Jelas tuduhan yang seperti ini bisa menurunkan martabat bangsa dan langsung mengaktifkan "self defence mechanism". Belum 1 menit saya mencoba menjelaskan bahwa ngences bukan merupakan bagian dari sejarah masa kecil, istri saya langsung mencela dengan kartu trufnya, "lihat saja Jason anakmu, kalau bukan dari kamu dari siapa lagi dia memiliki kebiasaan ngences!". Jawaban yang sangat telak, karena pada saat itu bukti hidup sedang asyik main kereta sambil tentu saja tes tes tes ngences sekenanya.
Itu belum seberapa, saat ini yang namanya Jason Utomo ini sedang dalam masa kreatif-kreatifnya. Segala macam dicoba dan segala larangan dilanggar. Yang ada dalam kepalanya adalah mencoba semua hal yang menarik hati, istilah orang awamnya adalah "Bandel". Kalau sudah jengkel terhadap Jason maka yang digumamkan istri hanyalah "Dasar bandel kayak papanya!". Tentu saja saya mencoba membela diri dan balik menuduh itu diturunkan dari dia. Kalau sudah begitu dengan kalem mamanya Jason akan bilang, "lha itu tulisan papa di internet itu apa kalau bukan bandel!". Weladalah.........ternyata tulisan di internet berbalik menjadi senjata makan tuan he he he he
Saat saya SMA, seorang saudara yang terhitung pakde pada satu kesempatan memberikan sabdanya "Eko, nanti kalau besar nanti kamu cocoknya jadi guru seperti orangtuamu!". Sebuah ramalan yang menyakitkan hati (maaf para guru semua ya), masak Eko Utomo sang ketua karang karuna, ketua kelas nan cerdas kok diramalkan jadi guru. Eko Utomo ini cocoknya jadi tukang Insinyur yang gajinya besar seperti yang selalu saya gembar-gemborkan ke bokde belakang rumah simbah kalau sedang pinjam uang. "Mbokde, kalau saya nanti sudah lulus kuliah dan kerja, gaji saya lebih dari 6 jt perbulan" demikian bualan saya (tahun 1989).
Jadi guru itu PENGABDIAN, sengaja saya tulis dalam huruf besar. Selama puluhan tahun jadi anak bapak dan ibu yang guru SMP saya tahu persis berapa gaji mereka. Setiap awal bulan, slip gaji ibuk pasti hampir nol karena harus dipotong ini itu, sedangkan gaji bapak harus diirit untuk membiayai hidup dan sekolah ketiga anaknya. Bahkan untuk membeli sepatu Kasogi warna hitam(lihat notes "pada sebuah sepatu") merupakan sebuah utopia, angan angan yang terlalu tinggi yang tak mungkin tergapai.
So, profesi guru ada dalam urutan terakhir daftar karir yang akan ditempuh sesudah lulus kuliah nanti, kalau bisa tidak masuk daftar sama sekali. Lima tahun sesudah lulus kuliah dan mencoba berbagai macam profesi akhirnya saya masuk di fungsi Human Resource (HR) khususnya Leadership Training. Posisi yang disandang adalah Fasilitator. Saat saya cuti dan pulang kerumah, ibu bertanya apa kerjaan saya sekarang dan saya jelaskan dengan bahasa yang keren tentang fasilitator, beliau cuma bilang "Ooooooooo kerjane podo karo guru to le!". Saat ini, posisi yang tertera di kartu nama adalah "Learning & Development Division Head", namun seringkali kalau lagi ketemu dengan teman baru boss saya yang direktur itu mengenalkan saya dengan ungkapan "Kenalkan, ini pak Eko kepala sekolah kita".
Sore ini badan saya terasa meriang semua, mungkin karena terlalu sering kena AC atau bisa juga karena lagi musim pancaroba. Saat istri saya mengajak pergi ke Carrefour untuk cari Kompor baru saya sempat malas-malasan. Namun sesudah dibilang bahwa kompornya sudah merah warna apinya plus memang sudah umur 8 tahun maka dengan terpaksa saya menyetujuinya sambil bilang "kamu yang nyetir ya ma!".
Pulang dari Carrefour jam 7 malam badan makin meriang, kalau tidak diambil tindakan khusus bisa jadi bahaya nih. "Ma, aku panggil mak Erni ya" kata saya kepada istri yang sibuk mencoba install kompor baru. "Pa, ini kapan kompornya mau dipasang? habis lebaran? aku butuhnya sekarang!" bukannya menjawab pertanyaan saya, dia malah uring2an karena saya dari tadi diam saja tidak masang kompor baru.
Mak Erni datang jam 8, "dari tetangga depan" demikian katanya sambil memperlihatkan giginya yang sudah hitam dan ompong dimakan usia saat ditanya kenapa datang terlambat. Mak Erni usianya sudah 62 tahun, Betawi asli, sudah punya cucu dan punya penyakit latah. Sepanjang acara pijat memijat, saya silih berganti melakukan dua ekspresi muka: nyengir kesakitan saat urutan kena urat bandel dan nyengir kegelian saat mak Erni latah melihat film Horor yang ada ditayangan TV.
Saat pijatan usai, badan menjadi enteng. Istri saya yang gantian minta diurut. Saya segera melihat hasil kerja instalasi kompor oleh istri barusan. Bah, dalam waktu 1 jam ternyata kemajuan yang tercapai hanyalah mengeluarkan kompor dari kertas karton pembungkusnya. Memang para ibu ini pandai dalam memakai perkakas dan mobil namun kalau disuruh perbaikan atau install tetap kaum Adam yang harus maju. Hanya dalam waktu 15 menit kompor baru sudah terpasang dan melihat hal itu istri tersenyum sambil bilang "thanks pa, hebat juga kamu!". Hmmm ternyata menikah 8 tahun dan pacaran 3 tahun belum cukup meyakinkan dia betapa serbabisanya papa Thesa ini he he he he
"Ma, warisan almarhum bapak yang satu ini memang oke". kataku sambil nonton TV. "Warisan apaan" potong mama Thesa dengan wajah penasaran. Memang kalau urusan warisan itu saaangat sensitive dan harus hati-hati dibicarakan. "Jangan mikir yang aneh-aneh, ini lho warisan kebiasaan dipijat dan diurut. Coba kalau kebiasaan yang diturunkan adalah berobat ke Mount Elisabeth Singapore, kita kan bisa bangkrut!" jelas saya. Mama Thesa hanya nyengir menandakan setuju.
Tidak berapa lama mama Thesa selesai diurut, belum juga mamanya selesai memakai pakaian, Thesa (7 tahun) yang dari tadi duduk tenang langsung bangkit berdiri dan lukar ageman (copot pakaian) serta pasang posisi siap dipijat. "Oooooalaha Thesa, memang kacang ora ninggalake lanjaran!".
BSD City
Tengah malam saat nonton Nadal Vs Del Potro
14 September 2009
Eko Jatmiko Utomo
Dalam konteks yang sama istri saya sering banget melemparkan tuduhan yang sangat tendensius, "pa, kamu waktu kecil suka ngences ya?" tuduhnya dengan kalimat yang tajam. Jelas tuduhan yang seperti ini bisa menurunkan martabat bangsa dan langsung mengaktifkan "self defence mechanism". Belum 1 menit saya mencoba menjelaskan bahwa ngences bukan merupakan bagian dari sejarah masa kecil, istri saya langsung mencela dengan kartu trufnya, "lihat saja Jason anakmu, kalau bukan dari kamu dari siapa lagi dia memiliki kebiasaan ngences!". Jawaban yang sangat telak, karena pada saat itu bukti hidup sedang asyik main kereta sambil tentu saja tes tes tes ngences sekenanya.
Itu belum seberapa, saat ini yang namanya Jason Utomo ini sedang dalam masa kreatif-kreatifnya. Segala macam dicoba dan segala larangan dilanggar. Yang ada dalam kepalanya adalah mencoba semua hal yang menarik hati, istilah orang awamnya adalah "Bandel". Kalau sudah jengkel terhadap Jason maka yang digumamkan istri hanyalah "Dasar bandel kayak papanya!". Tentu saja saya mencoba membela diri dan balik menuduh itu diturunkan dari dia. Kalau sudah begitu dengan kalem mamanya Jason akan bilang, "lha itu tulisan papa di internet itu apa kalau bukan bandel!". Weladalah.........ternyata
Saat saya SMA, seorang saudara yang terhitung pakde pada satu kesempatan memberikan sabdanya "Eko, nanti kalau besar nanti kamu cocoknya jadi guru seperti orangtuamu!". Sebuah ramalan yang menyakitkan hati (maaf para guru semua ya), masak Eko Utomo sang ketua karang karuna, ketua kelas nan cerdas kok diramalkan jadi guru. Eko Utomo ini cocoknya jadi tukang Insinyur yang gajinya besar seperti yang selalu saya gembar-gemborkan ke bokde belakang rumah simbah kalau sedang pinjam uang. "Mbokde, kalau saya nanti sudah lulus kuliah dan kerja, gaji saya lebih dari 6 jt perbulan" demikian bualan saya (tahun 1989).
Jadi guru itu PENGABDIAN, sengaja saya tulis dalam huruf besar. Selama puluhan tahun jadi anak bapak dan ibu yang guru SMP saya tahu persis berapa gaji mereka. Setiap awal bulan, slip gaji ibuk pasti hampir nol karena harus dipotong ini itu, sedangkan gaji bapak harus diirit untuk membiayai hidup dan sekolah ketiga anaknya. Bahkan untuk membeli sepatu Kasogi warna hitam(lihat notes "pada sebuah sepatu") merupakan sebuah utopia, angan angan yang terlalu tinggi yang tak mungkin tergapai.
So, profesi guru ada dalam urutan terakhir daftar karir yang akan ditempuh sesudah lulus kuliah nanti, kalau bisa tidak masuk daftar sama sekali. Lima tahun sesudah lulus kuliah dan mencoba berbagai macam profesi akhirnya saya masuk di fungsi Human Resource (HR) khususnya Leadership Training. Posisi yang disandang adalah Fasilitator. Saat saya cuti dan pulang kerumah, ibu bertanya apa kerjaan saya sekarang dan saya jelaskan dengan bahasa yang keren tentang fasilitator, beliau cuma bilang "Ooooooooo kerjane podo karo guru to le!". Saat ini, posisi yang tertera di kartu nama adalah "Learning & Development Division Head", namun seringkali kalau lagi ketemu dengan teman baru boss saya yang direktur itu mengenalkan saya dengan ungkapan "Kenalkan, ini pak Eko kepala sekolah kita".
Sore ini badan saya terasa meriang semua, mungkin karena terlalu sering kena AC atau bisa juga karena lagi musim pancaroba. Saat istri saya mengajak pergi ke Carrefour untuk cari Kompor baru saya sempat malas-malasan. Namun sesudah dibilang bahwa kompornya sudah merah warna apinya plus memang sudah umur 8 tahun maka dengan terpaksa saya menyetujuinya sambil bilang "kamu yang nyetir ya ma!".
Pulang dari Carrefour jam 7 malam badan makin meriang, kalau tidak diambil tindakan khusus bisa jadi bahaya nih. "Ma, aku panggil mak Erni ya" kata saya kepada istri yang sibuk mencoba install kompor baru. "Pa, ini kapan kompornya mau dipasang? habis lebaran? aku butuhnya sekarang!" bukannya menjawab pertanyaan saya, dia malah uring2an karena saya dari tadi diam saja tidak masang kompor baru.
Mak Erni datang jam 8, "dari tetangga depan" demikian katanya sambil memperlihatkan giginya yang sudah hitam dan ompong dimakan usia saat ditanya kenapa datang terlambat. Mak Erni usianya sudah 62 tahun, Betawi asli, sudah punya cucu dan punya penyakit latah. Sepanjang acara pijat memijat, saya silih berganti melakukan dua ekspresi muka: nyengir kesakitan saat urutan kena urat bandel dan nyengir kegelian saat mak Erni latah melihat film Horor yang ada ditayangan TV.
Saat pijatan usai, badan menjadi enteng. Istri saya yang gantian minta diurut. Saya segera melihat hasil kerja instalasi kompor oleh istri barusan. Bah, dalam waktu 1 jam ternyata kemajuan yang tercapai hanyalah mengeluarkan kompor dari kertas karton pembungkusnya. Memang para ibu ini pandai dalam memakai perkakas dan mobil namun kalau disuruh perbaikan atau install tetap kaum Adam yang harus maju. Hanya dalam waktu 15 menit kompor baru sudah terpasang dan melihat hal itu istri tersenyum sambil bilang "thanks pa, hebat juga kamu!". Hmmm ternyata menikah 8 tahun dan pacaran 3 tahun belum cukup meyakinkan dia betapa serbabisanya papa Thesa ini he he he he
"Ma, warisan almarhum bapak yang satu ini memang oke". kataku sambil nonton TV. "Warisan apaan" potong mama Thesa dengan wajah penasaran. Memang kalau urusan warisan itu saaangat sensitive dan harus hati-hati dibicarakan. "Jangan mikir yang aneh-aneh, ini lho warisan kebiasaan dipijat dan diurut. Coba kalau kebiasaan yang diturunkan adalah berobat ke Mount Elisabeth Singapore, kita kan bisa bangkrut!" jelas saya. Mama Thesa hanya nyengir menandakan setuju.
Tidak berapa lama mama Thesa selesai diurut, belum juga mamanya selesai memakai pakaian, Thesa (7 tahun) yang dari tadi duduk tenang langsung bangkit berdiri dan lukar ageman (copot pakaian) serta pasang posisi siap dipijat. "Oooooalaha Thesa, memang kacang ora ninggalake lanjaran!".
BSD City
Tengah malam saat nonton Nadal Vs Del Potro
14 September 2009
Eko Jatmiko Utomo
13 September 2009
Sukses & Bahagia
Sukses & Bahagia! (Seri 1)
“Success means having the courage, the determination and the will to be come person you believe you were meant to be.” George Sheehan
Cerita di tepi pantai Pangandaran
Tersebutlah seorang direktur muda sedang berlibur di pantai Pangandaran. Direktur muda ini, kita sebut saja Brian, merupakan salah satu contoh sukses seorang profesional muda. Selain cerdas dan merupakan lulusan perguruan tinggi terbaik di negeri ini baik S1 dan gelar MBA-nya, Brian dalam usia pertengahan 30an sudah menduduki posisi Direktur disebuah perusahan MNC yang terkenal.
Pagi itu sambil menikmati hawa sejuk yang dikirimkan laut selatan, Brian berjalan-jalan bertelanjang kaki disepanjang bibir pantai Pangandaran yang cukup indah. Semenanjung “Pangandaran ini sungguh unik” gumam Brian. Dalam lokasi yang sama (berdekatan) kita bisa menyaksikan sunshine dan sunset muncul dan tenggelam dari laut di kejauhan.
Langkah kaki Brian terhenti tatkala dikejauhan dilihatnya seorang nelayan sedang memancing ikan dilaut. Bukan proses memancingnya yang menarik perhatian, namun sungguh luarbiasa, hampir setiap menit Nelayan itu mengangkat Joran dari laut dan mendapatkan beragam ikan tersangkut diujung kailnya. Brian berdiri terdiam menikmasi “proses bisnis” yang demikian mulus dan sukses, sampai dia melihat sang Nelayan berhenti memancing dan mengemasi peralatan yang dibawanya.
Penasaran dan ingin tahu, Brian datang mendekat ke Nelayan. “Pak Nelayan, mengapa Anda berhenti memancing?”. Sang Nelayan dengan rambut disaput uban menoleh kepada Brian dengan pandangan sedikit heran. Melihat hal itu Brian tersadar ketidaksopanan yang dia lakukan. “Maaf pak, saya turis di pondok itu. Nama saya Brian dan kebetulan tadi saya sempat perhatikan bapak saat memancing dan mendapatkan hasil yang banyak. Cuma saya heran kenapa bapak berhenti memancing?”, jelas Brian sambil mengulurkan tangan untuk memberikan salam. Kali ini sang Nelayan separo baya menyambut tangan Brian dan memberikan senyum hangat tanda dia menerima kehadiran Brian.
Berdua mereka duduk di sebuah batu besar yang tergelatak ditepi pantai curam sambil memandang laut dikejauhan. “Nak Brian tadi tanya apa ya?”, kata sang nelayan sambil mengeluarkan rokok lintingnya. “Ini pak, saya heran mengapa bapak berhenti memancing padahal hasil yang didapatkan bagus sekali”, ulang Brian sambil menunjuk sebuah ember yang penuh dengan ikan. “Oooooo itu pertanyaanya......ya memang harus berhenti, lha wong ember yang saya bawa sudah penuh kok!” jawab sang nelayan sambil tertawa terkekeh memperlihatkan giginya yang kehitaman dimakan asap rokok.
“Mengapa bapak tidak membawa ember-ember yang lebih banyak untuk membawa hasil tangkapan?” desak Brian penuh keheranan. “Lho, ember lain itu untuk apa nak Brian?”, gantian sang Nelayan yang terbelalak keheranan. “Ya, tentu saja agar bapak bisa memancing ikan lebih banyak lagi pak”, jelas Brian dengan gemas akan jawaban polos sang Nelayan. “Ikan2 yang lebih banyak itu untuk apa nak Brian”, tanya Nelayan kali ini sambil meneruskan isapan pada rokoknya yang tinggal separuh. “Wah, bapak ini gimana sih, kalau bapak bisa mendapatkan lebih banyak ikan, bapak bisa menjualnya dan kemudian mengumpulkannya untuk jadi modal beli pancing lagi pak”, jelas sang lulusan Cum Laude MBA dengan berapi-api.
“Hmmm, kalau punya banyak pancing untuk apa?”, kembali sang Nelayan bertanya. “Bapak ini gimana sih, dengan banyak pancing artinya bapak bisa memancing lebih banyak lagi ikan, sehingga hasilnya bisa bapak tabung dan ketika sudah cukup bapak bisa membeli perahu”, saking gemasnya Brian menjawab seperti senapan yang memuntahkan peluru. “Kalau punya perahu, apa yang saya dapatkan?”, kembali sang Nelayan dengan naif bertanya.
Uuuuuuuh..........kali ini sebelum menjawab Brian menarik nafas panjang untuk menyabarkan hatinya yang panas saking gemasnya dengan Nelayan yang duduk santai didepannya ini. “Bapak, kalau bapak punya perahu, maka bapak akan dapat menangkap lebih banyak ikan, dengan demikian maka bapak akan memiliki cukup uang untuk makan, sekolah anak2, dan juga berlibur. Trus yang paling penting bapak cukup memiliki waktu untuk bermain dengan anak2 dan cucu bapak tanpa diganggu oleh kesibukan kerja”, detik terakhir kalimat terlontar Brian teringat bahwa liburan ini adalah liburan pertama dengan keluarga yang dia lakukan sejak 2 tahun lalu saat dirinya diangkat jadi direktur.
“Oooooo, itu to yang dimaksud nak Brian, untuk bisa makan, sekolah anak dan terutama meluangkan waktu dengan keluarga”, balas sang Nelayan sambil tersenyum. “Benar pak, itu adalah hal yang paling mahal dan paling susah kita dapatkan” jawab Brian setengah mengeluh. “Kalau itu yang dicari, makan dan sekolah anak2, sudah bapak berikan dengan hasil seember ikan ini. Kembali dari sini bapak momong cucu yang baru umur 2 tahun. Nak Brian mau bapak perkenalkan?”, ajak pak Nelayan sambil mengangkat peralatan dan hasil tangkapan. Brian hanya berdiri termangu dan diam.
Definisikanlah!
Dalam banyak Leadership, Managerial dan Motivational workshop yang dilakukan oleh penulis, pertanyaan tentang rahasia kesuksesan merupakan salah satu pertanyaan favorite banyak orang. Bahkan pertanyaan yang sama seringkali dilontarkan pada saat coaching “one on one” yang lebih pribadi.
Tidak salah dan jelas bukan dosa kalau semua orang ingin sukses. Seorang teman yang sudah lama tidak bertemu seringkali berkata “Eko, kamu sekarang jadi orang sukses ya, beda dengan saya”. Pertanyaan yang sederhana namun mengandung unsur “menyesatkan” didalamnya. Kalau mendapatkan pertanyaan tersebut biasanya saya akan bertanya balik, “menurut sampeyan sukses itu yang bagaimana sih?”. Jawaban dari pertanyaan ini akan membawa kita masuk lebih dalam ke konstruksi bangunan kesuksesan masing-masing individu. Temuan mengejutkan lainnya ternyata bangunan kesuksesan masing-masing orang berbeda, tergantung bagaimana mereka mendesign dan membangunnya.
Jadi, pertanyaan apakah Anda sukses merupakan pertanyaan yang sangat relatif. Rumah megah dan mobil mewah bisa merupakan tanda sukses bagi seseorang namun tidak ada artinya bagi orang lain. Jabatan direkur perusahaan ternama mungkin mentereng bagi orang lain, namun tidak berarti untuk seorang ibu rumah tangga yang mengukur kesuksesan dengan seberapa banyak cinta & kasih tumbuh dan berkembang di hati dan perilaku anak2nya.
Pernyataan inilah yang merupakan jawaban mengapa dialog Brian dan Nelayan diatas seperti percakapan antara dua mahluk dari planet yang berbeda. Sang Nelayan memaknai kesuksesan dia dengan cara yang sederhana, tangkapan ikan secukupnya dan waktu yang cukup untuk bermain dengan keluarga. Sementara Brian lebih fokus kepada cara untuk mendapatkan kesuksesan daripada kriteria kesuksesan itu sendiri.
Sukses & Bahagia
Arvan Pradiansyah, seorang motivator memberikan definis yang sederhana untuk membedakan dua istilah ini. Dua istilah yang sering kali rancu ditangkap dalam alam pemikiran manusia.
Sukses: Mendapatkan apa yang diinginkan
Bahagia: Menginginkan apa yang didapatkan.
Sesama lulusan perguruan tinggi sangat sah bilang dirinya sukses karena sekarang sudah menjadi Manager disebuah perusahaan. Sementara seorang yang lain bilang bahwa dirinya kurang sukses walaupun posisi dirinya lebih tinggi dari teman tadi yaitu seorang Senior Manager.
Mengapa ini terjadi, sebab 2 orang yang berbeda memberikan makna yang berbeda tentang kesuksesan, yang satu mendefinisikan kesuksesan apabila 15 tahun sesudah lulus kuliah menjadi Manager dan satu lagi mendefinisikan kesuksesan adalah menjadi Direktur pada kurun waktu yang sama. Jadi kalau Anda ingin sukses langkah pertama yang harus kita lakukan adalah difinisikanlah sukses itu seperti apa? Semakin detail definisi tersebuat semakin mudah Anda mengukurnya.
Bagaimana menurut Anda?
Eko Jatmiko Utomo
BSD City
13 September 2009
Note: tulisan ini merupakan tulisan berseri tentang sukses dan rahasianya.
“Success means having the courage, the determination and the will to be come person you believe you were meant to be.” George Sheehan
Cerita di tepi pantai Pangandaran
Tersebutlah seorang direktur muda sedang berlibur di pantai Pangandaran. Direktur muda ini, kita sebut saja Brian, merupakan salah satu contoh sukses seorang profesional muda. Selain cerdas dan merupakan lulusan perguruan tinggi terbaik di negeri ini baik S1 dan gelar MBA-nya, Brian dalam usia pertengahan 30an sudah menduduki posisi Direktur disebuah perusahan MNC yang terkenal.
Pagi itu sambil menikmati hawa sejuk yang dikirimkan laut selatan, Brian berjalan-jalan bertelanjang kaki disepanjang bibir pantai Pangandaran yang cukup indah. Semenanjung “Pangandaran ini sungguh unik” gumam Brian. Dalam lokasi yang sama (berdekatan) kita bisa menyaksikan sunshine dan sunset muncul dan tenggelam dari laut di kejauhan.
Langkah kaki Brian terhenti tatkala dikejauhan dilihatnya seorang nelayan sedang memancing ikan dilaut. Bukan proses memancingnya yang menarik perhatian, namun sungguh luarbiasa, hampir setiap menit Nelayan itu mengangkat Joran dari laut dan mendapatkan beragam ikan tersangkut diujung kailnya. Brian berdiri terdiam menikmasi “proses bisnis” yang demikian mulus dan sukses, sampai dia melihat sang Nelayan berhenti memancing dan mengemasi peralatan yang dibawanya.
Penasaran dan ingin tahu, Brian datang mendekat ke Nelayan. “Pak Nelayan, mengapa Anda berhenti memancing?”. Sang Nelayan dengan rambut disaput uban menoleh kepada Brian dengan pandangan sedikit heran. Melihat hal itu Brian tersadar ketidaksopanan yang dia lakukan. “Maaf pak, saya turis di pondok itu. Nama saya Brian dan kebetulan tadi saya sempat perhatikan bapak saat memancing dan mendapatkan hasil yang banyak. Cuma saya heran kenapa bapak berhenti memancing?”, jelas Brian sambil mengulurkan tangan untuk memberikan salam. Kali ini sang Nelayan separo baya menyambut tangan Brian dan memberikan senyum hangat tanda dia menerima kehadiran Brian.
Berdua mereka duduk di sebuah batu besar yang tergelatak ditepi pantai curam sambil memandang laut dikejauhan. “Nak Brian tadi tanya apa ya?”, kata sang nelayan sambil mengeluarkan rokok lintingnya. “Ini pak, saya heran mengapa bapak berhenti memancing padahal hasil yang didapatkan bagus sekali”, ulang Brian sambil menunjuk sebuah ember yang penuh dengan ikan. “Oooooo itu pertanyaanya......ya memang harus berhenti, lha wong ember yang saya bawa sudah penuh kok!” jawab sang nelayan sambil tertawa terkekeh memperlihatkan giginya yang kehitaman dimakan asap rokok.
“Mengapa bapak tidak membawa ember-ember yang lebih banyak untuk membawa hasil tangkapan?” desak Brian penuh keheranan. “Lho, ember lain itu untuk apa nak Brian?”, gantian sang Nelayan yang terbelalak keheranan. “Ya, tentu saja agar bapak bisa memancing ikan lebih banyak lagi pak”, jelas Brian dengan gemas akan jawaban polos sang Nelayan. “Ikan2 yang lebih banyak itu untuk apa nak Brian”, tanya Nelayan kali ini sambil meneruskan isapan pada rokoknya yang tinggal separuh. “Wah, bapak ini gimana sih, kalau bapak bisa mendapatkan lebih banyak ikan, bapak bisa menjualnya dan kemudian mengumpulkannya untuk jadi modal beli pancing lagi pak”, jelas sang lulusan Cum Laude MBA dengan berapi-api.
“Hmmm, kalau punya banyak pancing untuk apa?”, kembali sang Nelayan bertanya. “Bapak ini gimana sih, dengan banyak pancing artinya bapak bisa memancing lebih banyak lagi ikan, sehingga hasilnya bisa bapak tabung dan ketika sudah cukup bapak bisa membeli perahu”, saking gemasnya Brian menjawab seperti senapan yang memuntahkan peluru. “Kalau punya perahu, apa yang saya dapatkan?”, kembali sang Nelayan dengan naif bertanya.
Uuuuuuuh..........kali ini sebelum menjawab Brian menarik nafas panjang untuk menyabarkan hatinya yang panas saking gemasnya dengan Nelayan yang duduk santai didepannya ini. “Bapak, kalau bapak punya perahu, maka bapak akan dapat menangkap lebih banyak ikan, dengan demikian maka bapak akan memiliki cukup uang untuk makan, sekolah anak2, dan juga berlibur. Trus yang paling penting bapak cukup memiliki waktu untuk bermain dengan anak2 dan cucu bapak tanpa diganggu oleh kesibukan kerja”, detik terakhir kalimat terlontar Brian teringat bahwa liburan ini adalah liburan pertama dengan keluarga yang dia lakukan sejak 2 tahun lalu saat dirinya diangkat jadi direktur.
“Oooooo, itu to yang dimaksud nak Brian, untuk bisa makan, sekolah anak dan terutama meluangkan waktu dengan keluarga”, balas sang Nelayan sambil tersenyum. “Benar pak, itu adalah hal yang paling mahal dan paling susah kita dapatkan” jawab Brian setengah mengeluh. “Kalau itu yang dicari, makan dan sekolah anak2, sudah bapak berikan dengan hasil seember ikan ini. Kembali dari sini bapak momong cucu yang baru umur 2 tahun. Nak Brian mau bapak perkenalkan?”, ajak pak Nelayan sambil mengangkat peralatan dan hasil tangkapan. Brian hanya berdiri termangu dan diam.
Definisikanlah!
Dalam banyak Leadership, Managerial dan Motivational workshop yang dilakukan oleh penulis, pertanyaan tentang rahasia kesuksesan merupakan salah satu pertanyaan favorite banyak orang. Bahkan pertanyaan yang sama seringkali dilontarkan pada saat coaching “one on one” yang lebih pribadi.
Tidak salah dan jelas bukan dosa kalau semua orang ingin sukses. Seorang teman yang sudah lama tidak bertemu seringkali berkata “Eko, kamu sekarang jadi orang sukses ya, beda dengan saya”. Pertanyaan yang sederhana namun mengandung unsur “menyesatkan” didalamnya. Kalau mendapatkan pertanyaan tersebut biasanya saya akan bertanya balik, “menurut sampeyan sukses itu yang bagaimana sih?”. Jawaban dari pertanyaan ini akan membawa kita masuk lebih dalam ke konstruksi bangunan kesuksesan masing-masing individu. Temuan mengejutkan lainnya ternyata bangunan kesuksesan masing-masing orang berbeda, tergantung bagaimana mereka mendesign dan membangunnya.
Jadi, pertanyaan apakah Anda sukses merupakan pertanyaan yang sangat relatif. Rumah megah dan mobil mewah bisa merupakan tanda sukses bagi seseorang namun tidak ada artinya bagi orang lain. Jabatan direkur perusahaan ternama mungkin mentereng bagi orang lain, namun tidak berarti untuk seorang ibu rumah tangga yang mengukur kesuksesan dengan seberapa banyak cinta & kasih tumbuh dan berkembang di hati dan perilaku anak2nya.
Pernyataan inilah yang merupakan jawaban mengapa dialog Brian dan Nelayan diatas seperti percakapan antara dua mahluk dari planet yang berbeda. Sang Nelayan memaknai kesuksesan dia dengan cara yang sederhana, tangkapan ikan secukupnya dan waktu yang cukup untuk bermain dengan keluarga. Sementara Brian lebih fokus kepada cara untuk mendapatkan kesuksesan daripada kriteria kesuksesan itu sendiri.
Sukses & Bahagia
Arvan Pradiansyah, seorang motivator memberikan definis yang sederhana untuk membedakan dua istilah ini. Dua istilah yang sering kali rancu ditangkap dalam alam pemikiran manusia.
Sukses: Mendapatkan apa yang diinginkan
Bahagia: Menginginkan apa yang didapatkan.
Sesama lulusan perguruan tinggi sangat sah bilang dirinya sukses karena sekarang sudah menjadi Manager disebuah perusahaan. Sementara seorang yang lain bilang bahwa dirinya kurang sukses walaupun posisi dirinya lebih tinggi dari teman tadi yaitu seorang Senior Manager.
Mengapa ini terjadi, sebab 2 orang yang berbeda memberikan makna yang berbeda tentang kesuksesan, yang satu mendefinisikan kesuksesan apabila 15 tahun sesudah lulus kuliah menjadi Manager dan satu lagi mendefinisikan kesuksesan adalah menjadi Direktur pada kurun waktu yang sama. Jadi kalau Anda ingin sukses langkah pertama yang harus kita lakukan adalah difinisikanlah sukses itu seperti apa? Semakin detail definisi tersebuat semakin mudah Anda mengukurnya.
Bagaimana menurut Anda?
Eko Jatmiko Utomo
BSD City
13 September 2009
Note: tulisan ini merupakan tulisan berseri tentang sukses dan rahasianya.
Langganan:
Postingan (Atom)