17 Juni 2010
Dikira TAHU ternyata BATU
Tol Cawang Priok, tempat yang tepat untuk membuktikan bahwa Jakarta tercemar berat dengan polusi industri dan kendaraan bermotor. Konstruksi jalan Tol yang melayang diudara mendekatkan kita kepada gumpalan asap keabuan yang memeluk Jakarta, asap yang berubah menjadi debu kotor saat jatuh ke mobil saat hujan datang. Kiri kanan jalan tol adalah atap-atap rumah dan perkantoran, luar biasa padat dan menghimpit. Lingkungan yang tepat untuk membentuk penghuninya berfikir dan bertindak menang kalah dengan cara saling menekan, mendorong, memukul dan bahkan memakan manusia lain, tempat sempurna pembuktian konsep "Homo Homini Lupus"*.
Dibelokan jalan keluar tol arah Rawamangun berdiri dua orang petugas. Baju mereka yang berdebu tertutup rompi, kacamata hitam bertengger diatas hidung, sedangkan mobil patroli diparkir mepet ke tembok jalan. Pandangan mata mereka tajam memperhatikan lalu lintas yang padat dari arah Cawang yang lalu lalang, sesekali mereka melirik saat ada mobil yang membelok turun keluar dari toll. Tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka berdua, entah apa yang ada dalam pikiran di tubuh yang tegak kaku yang sedang menghirup asal knalpot ratusan mobil itu.
"Priiiiiiiiiiiiiiit", tiba-tiba salah seorang dari petugas itu menyembunyikan peluit dan tangan kanannya memberhentikan sebuah mobil warna biru berplat nomer D, plat nomer kota Bandung.
"Selamat sore bu"
"Selamat sore pak, ada apa ya" sesosok wajah ibu muda dari balik kemudi terlihat jelas sesudah kaca mobil diturunkan.
"Ibu dari Bandung ya?"
"Tidak pak, saya dari Cibubur mau ke Rawamangun. Ada apa sih pak?" kembali ibu pengemudi bertanya ke petugas.
Sang petugas sekejap melirik keplat nomer mobil, D1234EU jelas mobil Bandung, diliriknya penumpang didalam mobil, hanya ada seorang nenek tua di sebelah sopir dan dua balita bersama pengasuhnya di jok belakang.
"Ibu dari Bandung mau kemana?"
"Bapak ini bagaimana sih......dari tadi sudah saya bilang saya dari Cibubur mau ke Rawamangun, kenapa saya dihentikan?" kali ini nada intonasi sang pengumudi terdengar naik setengah oktaf.
"Ibu sudah melanggar marka jalan dibelakang" jawabnya sambil menunjuk ke belakang.
"Melanggar apanya? saya tahu pasti bahwa saya berbelok dengan benar, bahkan dari jauh saya juga sudah menyalakan sign ke kiri" bukannya takut dengan petugas, intonasi suara pengemudi bahkan naik lebih tinggi lagi.
"SIM dan STNK" kata petugas dengan tegas dan tangan terulur kepengemudi.
Pengemudi wanita di mobil biru mengambil apa yang diminta dari dompet kulitnya.
"Ini pak SIM dan STNK saya, sekali lagi saya bertanya apa kesalahan saya? yang jelas saya tidak melanggar marka jalan!",
"Ibu bernama Santi Diana Tampubolon?" tanya sang petugas sambil membaca SIM.
"Betul"
"Ibu harus ditilang karena melanggar marka jalan" suara itu terdengar keras dan galak.
"Bapak tuli ya, saya sudah bilang saya tidak merasa melanggar marka jalan. Bapak jangan sembarangan menilang orang dengan alasan yang dibuat-buat!"
"Begini bu, kalau ibu tidak mau repot membayar dipengadilan, ibu bisa menitipkannya kepada saya".
"Pak polisi, bapak ini bener bener tuli ya, saya tidak melanggar marka. Bapak sudah baca nama saya, saya orang batak marga Tampubolon. Keluarga saya pengacara semua! Anda kenal Juan Felik Tampubolon tidak?" nada suara pengemudi mobil bernama Santi Diana itu makin tinggi.
Sang petugas mengerutkan dahinya, "tapi ibu telah melanggar marka jalan dan itu menyalahi aturan" nada suara petugas menurun dan melemah.
"Nama Anda siapa dan dari polsek mana? coba buka rompimu!" kata pengemudi wanita semakin keras.
Dari mukanya petugas polisi menjadi bingung tidak tahu apa yang harus dia perbuat.
"Berikan SIM dan STNK saya! dan buka rompimu biar saya lihat namamu! saya kebetulan mau ketemu dengan Ajun Kombes Agus Sunarko dari Mabes."
Muka sang petugas tampak makin kecut, dengan tergesa-gesa dia serahkan SIM dan STNK kepada sang pengumudi.
"Kalau ibu tidak mau ditilang ya sudah, silahkan lanjut" ucap sang petugas entah dasar atau tidak sadar saat mengucapkan kalimat itu.
"Anda ini keras kepala ya, saya minta buka rompi Anda dan Anda bertugas di polsek mana?" sesudah menerima SIM dan STNKnya sang pengemudi membuat gerakan seolah-olah mau keluar dari mobil. Melihat hal itu sang petugas dengan tergesa gesa bilang "lanjut bu" dan dengan tergesa-gesa meninggalkan mobil plat D warna biru sialan itu.
"Santi emang kenal dengan Ajun Kombes Agus?" nenek tua dikursi penumpang bertanya.
"Ngak kenal ma, aku ngarang aja...........emang cuman dia aja yang bisa main gertak!" kata pengemudi wanita itu dengan cuek sambil memasukkan kembali SIM dan STNK kedalam dompet.
"Juan Felik Tampubolan aja aku kenalnya hanya di TV kok he he he he, dikira supir cewek semuanya makanan empuk apa. Biar lain kali dia ngak sembarangan main tilang" sambungnya sambil mengarahkan mobil ke pintu keluar tol.
Dipersembahkan khusus untuk para pengemudi wanita yang perkasa namun tetap jelita.
Bandung, 29 Mei 2010
Wonderfull longweekend
Eko Utomo untuk Anda
* Manusia merupakan srigala bagi manusia yang lain
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar