17 Juni 2010

Lelayu lelayu dan konsep "Always Begin with the End in Mind"*


Lelayu: "Telah meninggal dunia dengan tenang mantan Ibu Kepala Negara Ainun Habibie di rumah sakit Jerman. Beliau meninggalkan banyak kenangan manis dan jasa kepada negara Republik Indonesia ini". Demikianlah selama 2 hari media massa Indonesia di bombardir oleh berita lelayu ini. Tidak peduli media TV, media cetak maupun media internet berlomba-lomba memberikan detail demi detail peristiwa dan kesan orang2 terhadap orang yang meninggal.

Kalau kita mau kembali ke masa beberapa bulan yang lalu, peristiwa yang sama dengan magnitute yang lebih besar dan massive juga terjadi saat mantan Kepala Negara Gus Dur meninggal dunia. Selama seminggu penuh berita in momeriam Gus Dur memenuhi media dan memenuhi pemikiran banyak orang Indonesia. Terlepas dari sikap kontroversialnya Gus Dur mampu mendesakkan ruang khusus di pemikiran kita tentang dia.

Pemakaman Kalibata 25 Mei 2010
Bau harum bunga mawar masih tajam menyeruak di udara yang basah oleh gerimis. Gundukan tanah merah itu baru berumur beberapa jam, masih teramat muda dan belia. Warna merah tanah itu menjadi gelap seiring datangnya senja di pemakaman. Tapak kaki masih jelas tercetak di basahnya tanah. Namun sosok tiga orang yang tunduk masih tegak berdiri disisi makam, tersisa dari mereka yang hadir dalam pelepasan. Tiga sosok manusia yang paling dekat dengan si jenasah.

Sosok pertama adalah nyonya Famiglia, seorang keluarga dekat. Sering ketemu dalam acara-acara keluarga. Yang walapun lebih muda tapi tahu persis tentang kisah kisah dari si jenasah dari sejak kecilnya sampai dengan meninggalnya kemarin sore. Sosok yang memiliki darah yang sama. Dan Famiglia termenung dan memikirkan si jenasah.

Sosok kedua adalah adalah Tuan Pari, seorang rekan kerja yang sama-sama meniti karir di perusahaan. Bersama dengan Pari membangun kompetensi, pengalaman dan reputasi. Bersama Pari pula mereka jadi saksi bahwa hidup pekerjaan adalah abu abu dan tidak hitam putih seperti yang mereka bayangkan saat mereka baru lulus kuliah sekian tahun yang lalu. Disisi makam Pari tegak dan diam, namun tarikan mata dan alisnya menunjukkan bahwa dia sedang merenung. Pari sedang memikirkan kisah hidupnya dengan si jenasah.

Sosok ketiga adalah Amico, pria berpakaian kasual namun dandy ini adalah sahabat setia dalam suka dan duka. Amico seorang teman sejati, teman yang ada tidak hanya pada saat kegembiraan datang namun juga saat kesedihan menyapa. Pertemanan yang erat itu bahkan berlanjut ke anak anak mereka, seiring dengan seringnya dua keluarga main bareng dan wisata bersama. Namun sore itu wajah Amico yang biasanya ceria tampak mendung, tarikan nafas yang berat menandakan Amico sedang merenung dan memikirkan suatu hal yang berat, sesuatu tentang si jenasah.

Dan tiba-tiba.................
...............dari ruang dimensi keempat Anda bisa menjenguk wajah sang jenasah. Wajah yang sangat dikenal...karena wajah itu adalah wajah Anda!

Disamping makam, tiga sosok terakhir Famiglia, Pari dan Amico hendak menyampaikan ucapan perpisahan. Ucapan perpisahan kepada Anda yang terbaring diam dan beku. Salam perpisahan seperti apa yang hendak mereka ucapkan kepada Anda? apakah salam perpisahan yang semanis madu atau sepahit empedu? apakah tentang cerita indah atau caci maki? apakah ucapan terimakah atau tagihan hutang yang belum terbayar?

waktu sekarang sampai dengan tiba saatnya nanti yang akan berbicara! dan itu ditentukan oleh ANDA!

BSD City
25 Mei 2010
EU 4 U

* Habit kedua Steven Covey

Tidak ada komentar: