17 Juni 2010

Ketakutan sang (ibu) Karate Kid


"Horeeeeeeeeeee.......plok
plok plok plok", Studio 1 Blitz Teraskota BSD serasa hendak runtuh! semua penonton berdiri dan bersorak ramai mengalahkan suara soundsystem yang dahsyat dan mendadak dejavu* itu datang, aku serasa menjadi anak kecil yang sedang berteriak, bersorak dan bertepuk tangan dengan ribuan orang di lapangan bola desa Senden dikotaku di awal tahun 80an. Hmm....ternyata manusia dijaman yang berselisih seperempat abad ini masih memiliki kerinduan yang sama, rindu pahlawannya menang. Rindu kebenaran mengalahkan kejahatan! dan kerinduan itu diwakili oleh Dre (yang diperankan dengan apik oleh Jaden Smith anak Will Smith). Kerinduan yang sulit diwakili oleh tokoh2 masa kini apalagi oleh tokoh2 nasional yang tingkah lakunya layak untuk dituntut harakiri. Dre mengakhiri adegan laga di kejuaraan kungfu dengan satu kaki patah namun mampu mengakhiri sang antagonis dengan jurus cobra yang aduhai!

Judulnya jelas ngawur yaitu Karate Kid! seharusnya berjudul Kungfu Boy karena tidak ada Kata** namun jurus kungfu sepanjang 2 jam melototin layar lebar. Produsernya kurang percaya diri sehingga mendompleng judul dan skenario film yang serupa ditahun 80an. Anyway, mantan pacar yang nonton bareng berkata bahwa Karate Kid merupakan film yang paling dia sukai sepanjang tahun ini, lebih berkesan dibandingkan dengan "Prince of Persia" yang kami tonton 2 minggu yang lalu.

Adegan remake versi baru ini menyajikan pesan yang tidak lekang oleh jaman dan selalu uptodate: sang jagoan mengerang kesakitan saat dihajar lawan di semifinal dan hampir hampir tidak bisa bangun untuk melanjutkan pertandingan di babak final. Sang Master (diperankan oleh Jacky Chen) dengan bijak menasehati bahwa kemenangan bukan segala-galanya. Proses untuk mendapatkan kemenangan adalah yang terpenting. Sang jagoan menjawab bahwa kenekatan dia untuk maju ke final bukan karena mengejar kemenangan tetapi untuk menghadapi musuh besarnya, musuh semua manusia yaitu ketakutan! ketakutan yang timbul karena proses "bulliying" yang dilakukan lawannya disekolah. Dan jagoan ingin menaklukkan ketakutan itu, bukan sekedar mengejar kemenangan.

"Pa, kamu takut ngak?" mantan pacar yang duduk dijok samping tiba-tiba bertanya saat kami meninggalkan Teraskota.

"Takut apa?" jawabku sambil mengambil uang 8 ribu buat bayar biaya parkir.

"Jason, karate kid kita sampai sekarang belum lancar bicara juga" jelasnya dengan mata menerawang seakan akan menembus remang cahaya lampu pusat kota BSD. Mungkin dia terbawa bisik bisik kami tadi saat nonton, Jaden mirip dengan Jason, hitam dan manis.

Yang ada kemudian adalah hening...........yang ribut adalah dialog internal dalam pikiranku dan mungkin juga pikiran mantan pacar dibangku kebelah. "Ma, coba kita bareng-bareng, visualisasikan masa dimana Jason dengan cerewetnya bertanya ini itu kepada kita. Sudah dapat?" aku lirik senyum tipis membayang diwajahnya. "Simpan itu dalam pikiran kita!, Jason is fine and will be fine. Kita akan support dia dan Tuhan akan bekerja secara ajaib dalamnya." Roda mobil menapaki jalan Nusa Loka saat tangan kiriku terasa hangat dipegang tangan lembut mantan pacarku.

BSD City,
June 12, 2010
Eko Utomo untuk Anda



* Dejavu: already seen, merasa sudah mengalami peristiwa yang sama di masa lalu
** Kata: jurus karate
*** Bulliying: kekerasan fisik dan psikis dari orang lain

Tidak ada komentar: