20 Desember 2009
"Papa ngak Cinta aku lagi!"
Udara malam yang dingin tidak mampu menghalangi keringat yang mengucur disekujur tubuh Agus, 3 hari belakangan ini setiap kali pulang kantor, Ani istrinya membuka pintu dengan wajah cemberut, malam ini dia bawakan 2 ikat rambutan rapiah kesukaan Ani, berharap akan disambut dengan sukacita.
"Ma, ini aku bawakan rambutan kesukaanmu" bergegas Agus menyodorkan rambutan kepada Ani yang baru membukakan pintu. "Makasih" jawab Ani singkat sambil menutup pintu. Agus bingung, perkawinan mereka yang sudah berjalan hampir 10 tahun berjalan dengan baik bahkan cenderung hebat, luarbiasa dan bahagia, tapi apa yang terjadi dengan 3 hari ini? Ani selalu cemberut setiap kali Agus pulang kerja!
"Ma, mengapa kamu cemberut terus akhir2 ini" Agus tidak tahan untuk tidak bertanya. "Ngak ada apa apa" jawab Ani singkat sambil pergi ke dapur membuatkan teh manis kesukaan Agus. "Kalau ngak ada apa-apa, kenapa mukamu cemberut terus!" kejar Agus penasaran. Hening.............hanya bunyi jengkerik diluar dan denting sendok dan gelas yang mendominasi.
"Mas Agus, masih sayang sama aku ngak? mas Agus masih Cinta sama aku ngak sih sebenarnya?" bukannya menjawab, Ani malah melontarkan pertanyaan bertubi2 kepada Agus. Agus bengong campur heran dan gemas. "Ma, emang selama ini apa yang kamu lihat, apakah semua hal ini tidak bisa meyakinkan kamu bahwa aku masih mencintaimu kamu seperti 10 tahun yang lalu!" jawab Agus penasaran. "Mas Agus beda, dulu saat kita pacaran dan pengantin baru, mas Agus sering bilang I love you, sedangkan sekarang tidak pernah lagi" jawab Ani sambil duduk tertunduk di kursi. "Lho ma, apakah semua tindakanku, usahaku dan barang2 yang aku belikan tidak kamu lihat sebagai wujud rasa sayangku ke kamu dan anak2?" pertanyaan Agus hanya terjawab oleh isak tangis kecil dari Ani.
Keesokan hari, saat tiba dikantor Agus segera bergegas menemui Budi sahabatnya. Bagi Agus, Budi seperti kamus berjalan, banyak pertanyaanya yang terjawab oleh Budi. "Budi, aku mau konsultasi nih" segera Agus meletakkan pantatnya di kursi didepan meja Budi. Tanpa menunggu jawaban Budi, Agus bercerita kejadian tadi malam dan juga sikap istrinya akhir2 ini.
"Agus, menurut konsep VAK, kamu adalah manusia Visual yang suka akan gambar2, sedangkan dari ceritamu tadi istrimu adalah orang Auditory yang suka akan suara. Kamu berkomunikasi dengan menggunakan cara komunikasi yang kamu sukai yang belum tentu disukai oleh istrimu. Kamu lebih mengedepankan "yang terlihat" sedangkan istrimu butuh "suara". Agus duduk diam menyimak pendapat Budi. "Gus, kamu bisa mencoba menyesuaikan gayamu berkomunikasi dengan istrimu sesuai dengan gaya komunikasi yang dia sukai!".
Malam itu, Agus dengan harap2 cemas berdiri didepan pintu menunggu dibuka oleh istrinya. "Mama, makin lama kok aku makin cinta sama kamu" kata Agus sambil mencium pipi istrinya. 'Terimakasih ya ma, atas kesetiaan mama dan dukungan mama ke papa selama ini". Dan Agus melihat cahaya cerah dimuka istrinya yang hilang 4 hari ini, muncul dan kembali bersemi.
Bandung akhir Desember 2009
Eko Utomo
What you THINK is what you GET
"Ma, jam tangan Raymond Weill (RW) yang warna silver ada dimana ya?" tanya Anggoro kepada istrinya sambil sibuk memeriksa laci lemari. "Bukankah papa biasa pakai jam itu ke kantor?" Dinda istri Anggoro balik bertanya. "Jam RW yang papa pakai ini yang warna gold, aku nyari yang warni sliver ma" Anggoro menjawab sambil masih sibuk membolak2 lemari pakaian dengan harapan menemukan jam itu di antara tumpukan baju di lemari.
Dinda segera sibuk membantu Anggoro mencari jam RW itu dilaci2, bahkan dilemari diantara tumpukan2 baju. Setelah 30 menit mencari akhirnya mereka berdua menyerah. "Mungkin tertinggal di Bandung kali pa" kata Dinda, "tar weekend kita cari disana". Anggoro menyetujui usulan Dinda dan segera berangkat kerja.
Sabtu pagi dua hari kemudian di Bandung. Pagi2 Anggoro dan Dinda sudah sibuk membongkar laci dan lemari untuk mencari jam RW yang hilang. "Wah....kok ngak ada juga ya ma?" kata Anggoro lesu kepada Dinda istrinya yang ikutan lesu dan capek membongkar barang2 namun tetap tidak menemukan jam yang dicari. "Pa, jangan2 si Mbak yang mengambil! gerak-geriknya mencurigakan!" kata Dinda tiba-tiba. "Ah....kamu jangan asal tuduh ma, ngak baik itu" bantah Anggoro, "mungkin jam itu ketinggalan di Klaten saat kita pulang kampung kemarin" lanjutnya. "Tapi pa, bulan lalu si Mbak pinjam uang 1 juta, siapa tahu uang itu kurang" desis Dinda. "Aku telpon ibu dulu deh", bergegas Anggoro menelpon ibunya di Klaten dan meminta bantuan untuk mencari jam itu disana. Namun sang Ibu tidak mendapati jam yang dicari.
Pulang ke Jakarta, semakin diperhatikan gerak gerik si Mbak makin mencurigakan bagi Dinda. Dua hari yang lalu, si Mbak tidak mengembalikan sisa uang belanja yang dia berikan, padahal biasanya tidak pernah lupa dia mengembalikan kelebihan uang belanja. Siang tadi saat selesai menyetrika pakaian, Dinda memperhatikan bahwa si Mbak saat memasukkan baju kedalam lemari, tangannya merogoh dikanan kiri tumpukan baju, seakan-akan sedang mencari2 barang atau uang disana. Dia juga perhatikan bahwa setiap kali hendak menyapu kamar tidur, si Mbak menunggu Dinda keluar ruangan dan baru membersihkannya. Kecurigaan Dinda makin memuncak, pada saat membersihkan kamar sendiri itu sangat mungkin dipakai si Mbak untuk mengambil barang2.
"Pa, pasti dia!" sergah Dinda sesaat sesudah Anggoro masuk ke kamar pulang dari kerja. Anggoro segera mengerti arah pembicaraan istrinya. "Tapi kita tidak memiliki bukti ma, kalau tuduhan tanpa bukti itu jelas tindakan yang tergesa-gesa" lanjut Anggoro. "Kurang bukti apa lagi pa?, tindak-tanduk si Mbak akhir2 ini makin mencurigakan!", segera Dinda menceritakan kepada Anggoro hal2 yang dia perhatikan beberapa hari ini. "Ma, itu bukan merupakan bukti. Uang yang tidak dikembalikan siapa tahu memang habis buat belanja, sedangkan tangan merogoh kiri kanan tumpukan saat memasukkan baju kedalam lemari bukankah memang musti demikian agar rapi? sedangkan membersihkan kamar menunggu kamu keluar ya wajar lah, emangnya kamu mau makan debu dikamar saat di sapu?". Anggoro mencoba melunakkan tuduhan istrinya. "Ah, papa ini gimana sih, lha wong sudah jelas gitu kok, emangnya siapa lagi yang akan mengambil jam itu kecuali dia?" kata Dinda dengan jengkel dan kesal.
"Kriiiiing, bunyi HP Anggoro memisahkan perdebatan mereka. "Hallo, iya ada apa bu" kata Anggoro sesaat sesudah melihat bahwa yang menelpon adalah ibunya dari Klaten. "Le, ini ibu menemukan kotak warna putih dibawah lemari, didalamnya ada jam" kata ibu Anggoro. "Bu, coba dibaca jam itu mereknya apa?" kata Anggoro tidak sabar, Dinda juga ikut beringsut mendengarkan dengan berdebar-debar. "Bentar ya, ibu coba baca......mereknya adalah Raymond Weill!".
Bandung at Midnight 19 Dec 2009
Eko Utomo for Smansa Workshop
14 September 2009
Berhala Tradisi
Semua persiapan sudah lengkap. Alat sembahyang, bangku, buku pujian dan semua yang diperlukan untuk menjalani ritual suci yang mereka nanti. Jam menunjukkan pukul 6 pagi ketika semua sudah bersiap ditempat duduk masing-masing ketika kepala biara yang menjadi pemandu doa datang untuk memulainya. "Saudara-saudara yang terkasih.......", meooooooooooooong, "kesempatan yang istimewa ini", meooooooong, "marilah kita pergunakan", meoooooooong, "untuk memuji Dia", meooooooong. Sahut-sahutan antara pemandu doa dan kucing berlangsung selama beberapa menit dan baru berhenti ketika kucing diambil dan dibawa keluar ruangan .
Damai sejahtera hanya tergapai selama beberapa saat sebelum sang kucing kembali masuk ruangan dan ikut memuji dengan bahasanya. Manusia yang terganggu dengan kolaborasi kucing yang tidak diundang ini akhirnya mengambil keputusan untuk mengikat anggota tidak resmi ini kesebuah tiang didepan ruangan. Demikianlah yang terjadi selama seminggu, sang kucing setiap pagi terikat selama seminggu pada masa pemujaan berlangsung. Hal yang sama berlangsung selama 10 tahun sampai pada akhirnya kucing dan kepala biara sudah pergi meninggalkan biara menemui sang pencipta.
Pagi itu minggu pemujaan datang kembali, semua persiapan sudah lengkap. Para jemaat sudah datang, namun pengurus biara kelihatan masih kebingungan. Ada gerangan apalagi yang kurang? "masih ada yang kurang................" kata salah seorang anggota pengurus biara. "Apa yang kurang, bukankah semua sudah ada?", kata jemaat. "Masih kurang kucingnya, salah seorang dari rekan pengurus sedang mencari kucing untuk kita ikat di tiang". Demikian jawab pengurus biara yang lain.
Berhalaku
Ada puluhan berhala atau mungkin ratusan berhala yang aku pelihara. Aku ingat berhala "Terimakasih". Berhala ini aku lakukan saat seseorang memberikan bantuan padaku dan kuucapkan berhala itu tanpa sedikitpun tulus melihat matanya. Atau mungkin berhala yang satu ini, berhala "Maaf", berhala yang sering diucapkan tanpa makna, hanya sekedar karena itu ada dan harus selalu ada dalam kehidupan.
Bagaimana dengan Anda? berapa banyak berhala yang Dikau pelihara?
Note: Cerita teratas terinspirasi dari kotbah pagi ini
Eko Utomo
Serpong
Akhir Agustus 2009
Menjauhkan yang Dekat dan Mendekatkan yang Jauh
Malam itu adalah malam berbuka puasa dirumah direktur perusahaan multimedia. Tentu saja, karyawan perusahaan multimedia pasti sangat "melek" dengan yang namanya teknologi terkini. Lebih dari separo mereka yang hadir dalam ruangan mengenggam ponsel "wagu" karena bentuknya yang mirip kalkulator itu, ponsel yang sekarang menjadi icon extravagansa komunikasi yang mendapatkan nama kesayangan BB.
Disudut timur, pada sebuah ayunan yang nyaman 2 orang sedang duduk manis dengan akrabnya. Akrab karena bahu mereka bersentuhan satu sama lain, kedekatan yang sungguh dekat dan hangat. Disudut yang lain 3 orang nona dan nyonya duduk bersandar pada sebuah sofa, pada sebuah posisi yang juga cukup akrab. Salah seorang diantaranya memainkan BBnya untuk mengabadikan momentum acara "Bubar" tersebut.
Sungguh suatu acara kebersamaan yang hangat dan nyaman, makanan kecil juga betebaran diatas karpet halus yang digelar diatas lantai. Bergantian tangan mereka beraksi selaras dengan aksi goa selarong (mulut) yang bergerak ritmik mengunyah materil enak itu. Semua serba bagus dan baik adanya...................t
Seorang nona terlihat sibuk mengupload foto ke FB dan memberitahukan kepada 1000 orang temannya di FB. Karyawan yang masih berumur dibawah seperempat abad di pojok ruangan sedang menulis status bahwa BuBar kali ini makanannya asik punya. Sedangkan teman disebelahku sibuk membalas SMS tidak tahu kepada siapa? Aku sendiri duduk termanggu memandangi semua ini, semua terlihat dan terasa dekat, namun juga jauuuuh tak tersentuh.
Luar biasa.............teknolog
Bandung 5 September 2009
Salam hangat dari jauh.
Eko Utomo
Pada Sebuah Sepatu
No. 55 Eko Jatmiko Utomo
Semprul......Nilai Ebtanas tertinggi dari kota asalku yang hampir menyerempet di angka 50 ternyata cuma mendarat di posisi 55 dari sekitar 500 orang yang diterima di SMAN 1 Klaten tahun 88 ini. Hmmm Eko Utomo sang juara kelas merangkap ketua kelas SMP1 Blora ini kelihatannya harus meninggalkan kebiasaan buruk malas belajar kalau mau survive di SMA favorite di seantero jagad Klaten ini. Tapi biarlah, daripada jadi jago kandang disana mending punya banyak sparing partner di sini, bisikku kepada si Cantik berbaju biru yang setia menemaniku sejak tadi.
Mataku menelusuri aturan dan tata tertib sekolah saat aku tertumbuk pada kalimat: "menggunakan sepatu hitam dan kaos kaki hitam". Waduh...........mau dikemanakan sepatu cantik kesayangan warna biru ini? sepatu kebanggaan yang aku pakai ngeceng ponakan pak Wiji guru sejarah SMPku dulu ini. Pikiran kacau dan balau tentang nasib sepatu biru cantikku terbawa sampai kerumah (tepatnya rumah simbah). Untuk membeli sepatu baru warna hitam merek Kasogi jelas merupakan kemewahan yang berlebihan bagi anak guru SMP seperti aku. Belum lagi Bapak dan Ibu nun jauh ada disana di Blora yang membutuhkan waktu tidak kurang dari seminggu untuk meminta uang.
Kala kekalutan makin berat dan menekan, terlihat sebuah spidol warna hitam bekas pesta perpisahan SMP beberapa bulan yang lalu. Aku melompat dari tempat dudukku sambil berteriak Horeeeeeeeeeeee laksana Archimedes berterial Eurekaaa menemukan hukum aksi dan reaksi. Bergegas aku ambil spidol hitam dan menaruh si cantik kebiruan kedalam haribaan, dengan hati-hati aku torehkan spidol sakti yang menyulap sepatu biru menjadi hitam (lebih cocok dikatakan kehitaman). Dalam waktu 15 menit semua sudah selesai dan beban berat terangkat dari pundak. Besok senin aku bisa berangkat sekolah dengan sicantik biru yang menyamar menjadi black sweety.
Senin itu gerimis kembali menyapa bumi dikaki Merapi, sekali lagi aku ngak peduli dan tidak mau tahu tentang gerimis. Semangat untuk masuk sekolah dan berkenalan dengan teman baru jauh lebih besar daripada sekedar gerimis yang hanya mampu membuatku sedikit basah dan lembab. Paling setengah jam lagi juga akan kering dengan sendirinya. Sesudah memasukkan sepeda ke tempat parkir aku segera bergegas menuju kelas IF kelas dimana aku akan melewati tahun pertama.
Kegembiraanku terhenti ketika seorang guru laki-laki menghadangku di tengah jalan. "Hei kamu...................kam
BSD City
City of Kuliner
Eko Utomo
Hereditas in Action
Dalam konteks yang sama istri saya sering banget melemparkan tuduhan yang sangat tendensius, "pa, kamu waktu kecil suka ngences ya?" tuduhnya dengan kalimat yang tajam. Jelas tuduhan yang seperti ini bisa menurunkan martabat bangsa dan langsung mengaktifkan "self defence mechanism". Belum 1 menit saya mencoba menjelaskan bahwa ngences bukan merupakan bagian dari sejarah masa kecil, istri saya langsung mencela dengan kartu trufnya, "lihat saja Jason anakmu, kalau bukan dari kamu dari siapa lagi dia memiliki kebiasaan ngences!". Jawaban yang sangat telak, karena pada saat itu bukti hidup sedang asyik main kereta sambil tentu saja tes tes tes ngences sekenanya.
Itu belum seberapa, saat ini yang namanya Jason Utomo ini sedang dalam masa kreatif-kreatifnya. Segala macam dicoba dan segala larangan dilanggar. Yang ada dalam kepalanya adalah mencoba semua hal yang menarik hati, istilah orang awamnya adalah "Bandel". Kalau sudah jengkel terhadap Jason maka yang digumamkan istri hanyalah "Dasar bandel kayak papanya!". Tentu saja saya mencoba membela diri dan balik menuduh itu diturunkan dari dia. Kalau sudah begitu dengan kalem mamanya Jason akan bilang, "lha itu tulisan papa di internet itu apa kalau bukan bandel!". Weladalah.........ternyata
Saat saya SMA, seorang saudara yang terhitung pakde pada satu kesempatan memberikan sabdanya "Eko, nanti kalau besar nanti kamu cocoknya jadi guru seperti orangtuamu!". Sebuah ramalan yang menyakitkan hati (maaf para guru semua ya), masak Eko Utomo sang ketua karang karuna, ketua kelas nan cerdas kok diramalkan jadi guru. Eko Utomo ini cocoknya jadi tukang Insinyur yang gajinya besar seperti yang selalu saya gembar-gemborkan ke bokde belakang rumah simbah kalau sedang pinjam uang. "Mbokde, kalau saya nanti sudah lulus kuliah dan kerja, gaji saya lebih dari 6 jt perbulan" demikian bualan saya (tahun 1989).
Jadi guru itu PENGABDIAN, sengaja saya tulis dalam huruf besar. Selama puluhan tahun jadi anak bapak dan ibu yang guru SMP saya tahu persis berapa gaji mereka. Setiap awal bulan, slip gaji ibuk pasti hampir nol karena harus dipotong ini itu, sedangkan gaji bapak harus diirit untuk membiayai hidup dan sekolah ketiga anaknya. Bahkan untuk membeli sepatu Kasogi warna hitam(lihat notes "pada sebuah sepatu") merupakan sebuah utopia, angan angan yang terlalu tinggi yang tak mungkin tergapai.
So, profesi guru ada dalam urutan terakhir daftar karir yang akan ditempuh sesudah lulus kuliah nanti, kalau bisa tidak masuk daftar sama sekali. Lima tahun sesudah lulus kuliah dan mencoba berbagai macam profesi akhirnya saya masuk di fungsi Human Resource (HR) khususnya Leadership Training. Posisi yang disandang adalah Fasilitator. Saat saya cuti dan pulang kerumah, ibu bertanya apa kerjaan saya sekarang dan saya jelaskan dengan bahasa yang keren tentang fasilitator, beliau cuma bilang "Ooooooooo kerjane podo karo guru to le!". Saat ini, posisi yang tertera di kartu nama adalah "Learning & Development Division Head", namun seringkali kalau lagi ketemu dengan teman baru boss saya yang direktur itu mengenalkan saya dengan ungkapan "Kenalkan, ini pak Eko kepala sekolah kita".
Sore ini badan saya terasa meriang semua, mungkin karena terlalu sering kena AC atau bisa juga karena lagi musim pancaroba. Saat istri saya mengajak pergi ke Carrefour untuk cari Kompor baru saya sempat malas-malasan. Namun sesudah dibilang bahwa kompornya sudah merah warna apinya plus memang sudah umur 8 tahun maka dengan terpaksa saya menyetujuinya sambil bilang "kamu yang nyetir ya ma!".
Pulang dari Carrefour jam 7 malam badan makin meriang, kalau tidak diambil tindakan khusus bisa jadi bahaya nih. "Ma, aku panggil mak Erni ya" kata saya kepada istri yang sibuk mencoba install kompor baru. "Pa, ini kapan kompornya mau dipasang? habis lebaran? aku butuhnya sekarang!" bukannya menjawab pertanyaan saya, dia malah uring2an karena saya dari tadi diam saja tidak masang kompor baru.
Mak Erni datang jam 8, "dari tetangga depan" demikian katanya sambil memperlihatkan giginya yang sudah hitam dan ompong dimakan usia saat ditanya kenapa datang terlambat. Mak Erni usianya sudah 62 tahun, Betawi asli, sudah punya cucu dan punya penyakit latah. Sepanjang acara pijat memijat, saya silih berganti melakukan dua ekspresi muka: nyengir kesakitan saat urutan kena urat bandel dan nyengir kegelian saat mak Erni latah melihat film Horor yang ada ditayangan TV.
Saat pijatan usai, badan menjadi enteng. Istri saya yang gantian minta diurut. Saya segera melihat hasil kerja instalasi kompor oleh istri barusan. Bah, dalam waktu 1 jam ternyata kemajuan yang tercapai hanyalah mengeluarkan kompor dari kertas karton pembungkusnya. Memang para ibu ini pandai dalam memakai perkakas dan mobil namun kalau disuruh perbaikan atau install tetap kaum Adam yang harus maju. Hanya dalam waktu 15 menit kompor baru sudah terpasang dan melihat hal itu istri tersenyum sambil bilang "thanks pa, hebat juga kamu!". Hmmm ternyata menikah 8 tahun dan pacaran 3 tahun belum cukup meyakinkan dia betapa serbabisanya papa Thesa ini he he he he
"Ma, warisan almarhum bapak yang satu ini memang oke". kataku sambil nonton TV. "Warisan apaan" potong mama Thesa dengan wajah penasaran. Memang kalau urusan warisan itu saaangat sensitive dan harus hati-hati dibicarakan. "Jangan mikir yang aneh-aneh, ini lho warisan kebiasaan dipijat dan diurut. Coba kalau kebiasaan yang diturunkan adalah berobat ke Mount Elisabeth Singapore, kita kan bisa bangkrut!" jelas saya. Mama Thesa hanya nyengir menandakan setuju.
Tidak berapa lama mama Thesa selesai diurut, belum juga mamanya selesai memakai pakaian, Thesa (7 tahun) yang dari tadi duduk tenang langsung bangkit berdiri dan lukar ageman (copot pakaian) serta pasang posisi siap dipijat. "Oooooalaha Thesa, memang kacang ora ninggalake lanjaran!".
BSD City
Tengah malam saat nonton Nadal Vs Del Potro
14 September 2009
Eko Jatmiko Utomo
13 September 2009
Sukses & Bahagia
“Success means having the courage, the determination and the will to be come person you believe you were meant to be.” George Sheehan
Cerita di tepi pantai Pangandaran
Tersebutlah seorang direktur muda sedang berlibur di pantai Pangandaran. Direktur muda ini, kita sebut saja Brian, merupakan salah satu contoh sukses seorang profesional muda. Selain cerdas dan merupakan lulusan perguruan tinggi terbaik di negeri ini baik S1 dan gelar MBA-nya, Brian dalam usia pertengahan 30an sudah menduduki posisi Direktur disebuah perusahan MNC yang terkenal.
Pagi itu sambil menikmati hawa sejuk yang dikirimkan laut selatan, Brian berjalan-jalan bertelanjang kaki disepanjang bibir pantai Pangandaran yang cukup indah. Semenanjung “Pangandaran ini sungguh unik” gumam Brian. Dalam lokasi yang sama (berdekatan) kita bisa menyaksikan sunshine dan sunset muncul dan tenggelam dari laut di kejauhan.
Langkah kaki Brian terhenti tatkala dikejauhan dilihatnya seorang nelayan sedang memancing ikan dilaut. Bukan proses memancingnya yang menarik perhatian, namun sungguh luarbiasa, hampir setiap menit Nelayan itu mengangkat Joran dari laut dan mendapatkan beragam ikan tersangkut diujung kailnya. Brian berdiri terdiam menikmasi “proses bisnis” yang demikian mulus dan sukses, sampai dia melihat sang Nelayan berhenti memancing dan mengemasi peralatan yang dibawanya.
Penasaran dan ingin tahu, Brian datang mendekat ke Nelayan. “Pak Nelayan, mengapa Anda berhenti memancing?”. Sang Nelayan dengan rambut disaput uban menoleh kepada Brian dengan pandangan sedikit heran. Melihat hal itu Brian tersadar ketidaksopanan yang dia lakukan. “Maaf pak, saya turis di pondok itu. Nama saya Brian dan kebetulan tadi saya sempat perhatikan bapak saat memancing dan mendapatkan hasil yang banyak. Cuma saya heran kenapa bapak berhenti memancing?”, jelas Brian sambil mengulurkan tangan untuk memberikan salam. Kali ini sang Nelayan separo baya menyambut tangan Brian dan memberikan senyum hangat tanda dia menerima kehadiran Brian.
Berdua mereka duduk di sebuah batu besar yang tergelatak ditepi pantai curam sambil memandang laut dikejauhan. “Nak Brian tadi tanya apa ya?”, kata sang nelayan sambil mengeluarkan rokok lintingnya. “Ini pak, saya heran mengapa bapak berhenti memancing padahal hasil yang didapatkan bagus sekali”, ulang Brian sambil menunjuk sebuah ember yang penuh dengan ikan. “Oooooo itu pertanyaanya......ya memang harus berhenti, lha wong ember yang saya bawa sudah penuh kok!” jawab sang nelayan sambil tertawa terkekeh memperlihatkan giginya yang kehitaman dimakan asap rokok.
“Mengapa bapak tidak membawa ember-ember yang lebih banyak untuk membawa hasil tangkapan?” desak Brian penuh keheranan. “Lho, ember lain itu untuk apa nak Brian?”, gantian sang Nelayan yang terbelalak keheranan. “Ya, tentu saja agar bapak bisa memancing ikan lebih banyak lagi pak”, jelas Brian dengan gemas akan jawaban polos sang Nelayan. “Ikan2 yang lebih banyak itu untuk apa nak Brian”, tanya Nelayan kali ini sambil meneruskan isapan pada rokoknya yang tinggal separuh. “Wah, bapak ini gimana sih, kalau bapak bisa mendapatkan lebih banyak ikan, bapak bisa menjualnya dan kemudian mengumpulkannya untuk jadi modal beli pancing lagi pak”, jelas sang lulusan Cum Laude MBA dengan berapi-api.
“Hmmm, kalau punya banyak pancing untuk apa?”, kembali sang Nelayan bertanya. “Bapak ini gimana sih, dengan banyak pancing artinya bapak bisa memancing lebih banyak lagi ikan, sehingga hasilnya bisa bapak tabung dan ketika sudah cukup bapak bisa membeli perahu”, saking gemasnya Brian menjawab seperti senapan yang memuntahkan peluru. “Kalau punya perahu, apa yang saya dapatkan?”, kembali sang Nelayan dengan naif bertanya.
Uuuuuuuh..........kali ini sebelum menjawab Brian menarik nafas panjang untuk menyabarkan hatinya yang panas saking gemasnya dengan Nelayan yang duduk santai didepannya ini. “Bapak, kalau bapak punya perahu, maka bapak akan dapat menangkap lebih banyak ikan, dengan demikian maka bapak akan memiliki cukup uang untuk makan, sekolah anak2, dan juga berlibur. Trus yang paling penting bapak cukup memiliki waktu untuk bermain dengan anak2 dan cucu bapak tanpa diganggu oleh kesibukan kerja”, detik terakhir kalimat terlontar Brian teringat bahwa liburan ini adalah liburan pertama dengan keluarga yang dia lakukan sejak 2 tahun lalu saat dirinya diangkat jadi direktur.
“Oooooo, itu to yang dimaksud nak Brian, untuk bisa makan, sekolah anak dan terutama meluangkan waktu dengan keluarga”, balas sang Nelayan sambil tersenyum. “Benar pak, itu adalah hal yang paling mahal dan paling susah kita dapatkan” jawab Brian setengah mengeluh. “Kalau itu yang dicari, makan dan sekolah anak2, sudah bapak berikan dengan hasil seember ikan ini. Kembali dari sini bapak momong cucu yang baru umur 2 tahun. Nak Brian mau bapak perkenalkan?”, ajak pak Nelayan sambil mengangkat peralatan dan hasil tangkapan. Brian hanya berdiri termangu dan diam.
Definisikanlah!
Dalam banyak Leadership, Managerial dan Motivational workshop yang dilakukan oleh penulis, pertanyaan tentang rahasia kesuksesan merupakan salah satu pertanyaan favorite banyak orang. Bahkan pertanyaan yang sama seringkali dilontarkan pada saat coaching “one on one” yang lebih pribadi.
Tidak salah dan jelas bukan dosa kalau semua orang ingin sukses. Seorang teman yang sudah lama tidak bertemu seringkali berkata “Eko, kamu sekarang jadi orang sukses ya, beda dengan saya”. Pertanyaan yang sederhana namun mengandung unsur “menyesatkan” didalamnya. Kalau mendapatkan pertanyaan tersebut biasanya saya akan bertanya balik, “menurut sampeyan sukses itu yang bagaimana sih?”. Jawaban dari pertanyaan ini akan membawa kita masuk lebih dalam ke konstruksi bangunan kesuksesan masing-masing individu. Temuan mengejutkan lainnya ternyata bangunan kesuksesan masing-masing orang berbeda, tergantung bagaimana mereka mendesign dan membangunnya.
Jadi, pertanyaan apakah Anda sukses merupakan pertanyaan yang sangat relatif. Rumah megah dan mobil mewah bisa merupakan tanda sukses bagi seseorang namun tidak ada artinya bagi orang lain. Jabatan direkur perusahaan ternama mungkin mentereng bagi orang lain, namun tidak berarti untuk seorang ibu rumah tangga yang mengukur kesuksesan dengan seberapa banyak cinta & kasih tumbuh dan berkembang di hati dan perilaku anak2nya.
Pernyataan inilah yang merupakan jawaban mengapa dialog Brian dan Nelayan diatas seperti percakapan antara dua mahluk dari planet yang berbeda. Sang Nelayan memaknai kesuksesan dia dengan cara yang sederhana, tangkapan ikan secukupnya dan waktu yang cukup untuk bermain dengan keluarga. Sementara Brian lebih fokus kepada cara untuk mendapatkan kesuksesan daripada kriteria kesuksesan itu sendiri.
Sukses & Bahagia
Arvan Pradiansyah, seorang motivator memberikan definis yang sederhana untuk membedakan dua istilah ini. Dua istilah yang sering kali rancu ditangkap dalam alam pemikiran manusia.
Sukses: Mendapatkan apa yang diinginkan
Bahagia: Menginginkan apa yang didapatkan.
Sesama lulusan perguruan tinggi sangat sah bilang dirinya sukses karena sekarang sudah menjadi Manager disebuah perusahaan. Sementara seorang yang lain bilang bahwa dirinya kurang sukses walaupun posisi dirinya lebih tinggi dari teman tadi yaitu seorang Senior Manager.
Mengapa ini terjadi, sebab 2 orang yang berbeda memberikan makna yang berbeda tentang kesuksesan, yang satu mendefinisikan kesuksesan apabila 15 tahun sesudah lulus kuliah menjadi Manager dan satu lagi mendefinisikan kesuksesan adalah menjadi Direktur pada kurun waktu yang sama. Jadi kalau Anda ingin sukses langkah pertama yang harus kita lakukan adalah difinisikanlah sukses itu seperti apa? Semakin detail definisi tersebuat semakin mudah Anda mengukurnya.
Bagaimana menurut Anda?
Eko Jatmiko Utomo
BSD City
13 September 2009
Note: tulisan ini merupakan tulisan berseri tentang sukses dan rahasianya.
25 Agustus 2009
Duuuuuh kakunya dirimu.........
"Person with the most flexibelity will control.”. NLP Belief
Tomy Way
Ini kisah tentang mas Tomy Engineer, bukan kisah tentang sebuah lagu favorite yang selalu dinyanyikan oleh bapak-bapak pejabat diatas panggung kampanye kehidupan atau kalau pas lagi kelayapan di ruang2 gelap karaoke.
Mas Tomy yang kuliah engineering ini adalah tipikal engineer tulen….benar-benar pulen seperti beras pulen plus organic pula! Tomy merupakan manusia berbakat yang kalau ditest secara IQ tidak akan malu-maluin, IQ-nya lebih dari 120! Cukup untuk membuatnya mempunyai banyak pilihan dalam memilih Universitas yang ingin dimasukinya selepas lulus dari SMA favorite di
Universitas yang Tomy masuki merupakan salah satu perguruan tinggi teknik terbaik yang ada di negri ini. Yang lebih penting daripada itu ternyata PT ini memberikan Tomy asupan makanan jiwa yang didamba. Yaitu kepercayaan diri yang tinggi dan persaingan yang tinggi. Sepertinya tidak salah pilihan yang dibuatnya saat memilih sendiri PT mana yang akan dimasuki (pilihan Tomy ini sebenarnya bertentangan dengan pilihan ibunya yang menginginkan dia kuliah disekolah kedinasan yang gratis dapat uang saku dan menjamin pekerjaan masa depan).
Saat pertama kali menginjakkan kakinya di gerbang kampus tercintanya, sebuah spanduk besar terbentang di pintu gerbang ”Slamat datang putra putri terbaik bangsa”. Dengan sadar dia bantah didalam pikirannya, ” wuiih.., sombong sekali kampus ini”. Tidak berhenti disitu, kalimat dari spanduk tadi bahkan dia jadikan materi debat saat diskusi P4 dengan teman2 barunya. ”Teman-teman, spanduk didepan
Yang tidak disadari oleh Tomy bahwa jauh menelusup di labirin-labirin gelap, diantara belitan dendrit** yang menyambung bulatan Neuron2* dibatok kepalanya yang agak oversize itu ungkapan ”Putra-Putri Terbaik Bangsa (PPTB)” menemukan tempat bersemayam yang nyaman dan subur untuk berkembang.
Waktu 5 tahun lebih dibutuhkan Tomy mahasiswa menjadi Tomy Engineer. Waktu rata2 ini ternyata waktu yang lebih dari cukup agar mahluk PPTB bereproduksi dan beranak pinak dikekedalaman sanubarinya. Tomy mahasiswa menjadi Tomy Engineer yang cerdas (hobi utama yang mengasah hal ini adalah menjadi ahli debat masalah apapun), percaya diri tinggi (jarang kalah dalam berdebat, kalaupun kalah selalu bisa ngeles biar tidak kelihatan kalah) dan idealis. (dunia ini dibagai menjadi 2 yaitu hitam dan putih tidak ada yang namanya abu-abu titik! Ndak pakai koma)
I, We not YOU!
Ruangan meeting perusahaan Tambang besutan Paman Sam itu terlihat penuh sesak, muka-muka merah menahan amarah dan kekesalan mengambang diudara, padahal cuma ada 13 orang karyawan lokal Indonesia ditambah dengan 2 orang manager bule expatriats. Kalau dihari-hari biasa bisa muat orang 20 tanpa terasa sesak, hari ini kelihatan sesak dan menekan. Dinding serasa bergerak menyempit dan menghimpit mengakibatkan makin susah menghirup udara, atau mungkin memang karena hawa permusuhan dan pertentangan yang menyebar dan menyempitkan ruangan?
“Sir, what WE want is mr. Joe Doe being fired! He put all unexperience and young expats engineers here in our engineering department! Almost all of them have no exceptional competencies, what they can do WE can do!. The different is the salary 10 fold of OURs!” seru Tomy yang pada saat itu menjadi jurubicara sekelompok engineer yang mengajukan petisi untuk melengserkan Joe Doe manager mereka. Manager yang menurut mereka tidak adil karena merekrut bule2 kroco yang tidak bisa apa2 namun gajinya berlipat-lipat dari mereka.
“Tomy, are there sometings wrong with you guys? We recruit them because we need them, these expatriates, if you guys need a discussion let’s do it” Senior Manager boss dari John Doe mencoba menengahi. “NO, again what we want is John Doe must pack his stuff here beacuse his deeds, period or WE will release our petition to the Chief Operating Officer!”. Tomy berseru kencang merasa paling benar dan marah bahwa hal yang baik menurut dirinya dan teman2nya tidak bisa diterima oleh Senior Manager.
Reputation Builder
Sejak saat itu, perlahan-lahan reputasi Tomy terbentuk di perusahaan. Reputasi sebagai seorang engineer muda yang berani, pintar dan idealis. Tomy bangga akan reputasi yang dia bangun.
Sssssssst reputasi yang dibangun diatas adalah reputasi yang menurut Tomy dia tangkap dari orang2 sekelilingnya yang menyatakan hal tersebut. Di balik pintu2 kantor reputasi lain terbentuk untuk dirinya: engineer muda yang sok pinter, naif kaku, sulit bekerja sama dan mudah dimanfaatkan oleh kepentingan orang lain. Tomy melakukan itu semua bahkan sebelum masa probation period*** dia lewat.
Sejak saat itu reputasi Tomy makin besar didalam pekerjaan dan idealismenya namun karirnya ternyata tidak berkembang sebesar perkembangan reputasinya.
Flexibelity
Apa yang paling susah diterima oleh orang yang (merasa) pintar dan percaya diri tinggi? Menerima kenyataan bahwa pendapat dirinya salah dan pendapat orang lain benar.
Kekerasan hati seorang kaisar Hirohito yang tidak (atau tidak mau?) melihat bahwa pasukan Jepang di banyak front pertempuran (PD2) kocar kacir, baru luluh hatinya pada saat Hirosima dan Nagasaki lancur lebur menjadi ajang ujicoba nuklir secara nyata!
Unsur flexibelity ini ternyata menjadi kemampuan yang penting yang harus dimiliki oleh semua orang. Mereka2 yang tidak fleksibel (luwes) didalam kehidupannya sering akhir berakhir dengan menyedihkan.
Orang2 gila sebenarnya memiliki dimensi ketidakluwesan yang parah. Mereka tidak bisa melihat, mendengar dan merasakan bahwa dalam kehidupan ada sekian banyak cara yang lain yang bisa ditempuh. Saat pilihan hidup tinggal satu (menurut mereka), dan itu merupakan pilihan hidup yang mereka tidak sukai maka yang terjadi adalah proses menuju jurang yang curam stress – depresi dan gila.
Tentukan pilihan Anda!
Pagi yang cerah disebuah rumah yang indah dinodai dengan pertengkaran yang hebat. Mari kita dengarkan dialog pertempuran verbal mereka:
Suami: mama, ini untuk yang kesekian kalinya, kamu ini bisa belajar ngak sih? Sudah aku bilang berkali-kali. Buang wadah sampo, sabun, lotion dan tetek bengek barang kosong habis pakai dari kamar mandi. Mengerjakan begini aja tidak becus kamu!
Istri: papa yang tidak becus dan tidak bisa mengerti. Kalau orang lupa ya lupa masa dipaksain untuk ingat Urusan sepelu, emang kamu ngak pernah lupa apa? begitu aja digede-gedein
Suami: dasar kamu istri yang tahu diri
Istri: dasar kamu suami yang tidak pengertian
Apakah hal diatas merupakan pilihan saya dan Anda? Apakah tidak ada pilihan lagi yang lebih luwes?
Wahai suami, bisakah kamu memanjangkan kesabaranmu satu meter saja? Mengapa bukan kamu sendiri yang membuang benda2 kosong itu?
Duhai sang istri, tidakkah kamu bisa meluangkan waktu untuk belajar membuang barang-barang kosong dari kamar mandi?
Karena pada akhirnya hal kecilmu ini bisa menutup sejuta hal yang baik pada apa yang pernah terjadi padamu.
Luweslah pada dirimu dan orang lain!
Bagaimana menurut Anda?
Eko Jatmiko Utomo
Karawaci
25 August 2009
* Dendrit: Penghubung Neuron yang berfungsi mengirimkan pesan
** Neuron: Sel saraf otak
*** Probation Period: masa percobaan untuk karyawan baru, biasanya 3 bulan.