06 Oktober 2013

HOW TO DEVELOP CONSULTANT COMPANY (2)



ESTABLISHING OPPORTUNITY SEEKING BEHAVIOR FOR CONSULTING COMPANY PRINCIPAL - EX BIG COMPANY EMPLOYEE: EXI MANAGEMENT SYSTEM (EMS) CONSULTING CASE

1.     RINGKASAN
Perusahaan konsultan (Consulting Company) adalah perusahaan yang berbasiskan pada pengetahuan. Industri konsultansi oleh Berry dan Oakly (1993) diberikan nama sebagai “Knowledge Industries”. Pemberian nama ini didasarkan kepada model bisnis yang dijalankan oleh perusahaan konsultan. Pengetahuan yang dimiliki oleh konsultan dengan menggunakan berbagai macam teknik dipergunakan untuk memecahkan masalah sehingga kondisi klien menjadi lebih baik (Weiss, 1993, 2009).

Merujuk pada model bisnisnya, maka keberhasilan perusahaan konsultan menjadi sangat tergantung kepada konsultan yang dimilikinya (Weiss, 1993; Kakabadze dkk., 2006). Dalam konteks perusahaan konsultan yang masih kecil, maka peran principal (pemimpin perusahaan konsultan) menjadi sangat penting karena merangkap posisi sebagai konsultan (karyawan) dan juga sebagai pemimpin bisnis yang harus mampu menemukan dan mengeksekui peluang bisnis dipasar.

Hofstede dkk., (2010), menyataan bahwa budaya perusahaan memiliki pengaruh yang besar terhadap karyawan yang bekerja didalamnya. Principal yang mantan karyawan sebuah perusahaan besar tentu akan banyak dipengaruhi oleh budaya dari perusahaan dimana dia bekerja, disisi lain peran baru sebagai entrerener dan pemimpin bisnis membutuhkan budaya kerja yang berbeda.

Perusahaan yang besar akan cenderung mengembangkan perilaku advantage seeking untuk mempertahankan keunggulan bersaing yang dimiliki (Siren, dk., 2012). Perilaku ini tentu saja akan sangat mempengaruhi karyawan yang berada didalamnya. Disisi lain, untuk menjadi seorang enterprener dibutuhkan perilaku opportunity seeking.

Pengembangan perilaku-perilaku yang memperkuat perilaku opportunity seeking jelas menjadi keharusan bagi principal sebuah perusahaan konsultan yang ingin mempertahankan dan mengembangkan perusahaannya lebih tinggi lagi. Hal ini juga berlaku untuk principal dari Exi Management System (EMS) Consulting. Principal EMS merupakan mantan karyawan dari beberapa perusahaan besar baik perusahaan konglomerasi Indonesia maupun perusahaan multinasional. Dengan demikian perkembangan bisnis dari EMS akan sangat tergantung dari seberapa baik dan cepat principal EMS untuk belajar dan mengembangkan perilaku opportunity seeking.

2.     TINJAUAN TEORI STRATEGIC ENTREPRENEUR 
Ireland, dkk. (2003) menyatakan bahwa dalam rangka mencapai penciptaan kekayaan (Wealth Creation) maka serangkaian proses dan aktivitas harus dimiliki dan dilakukan oleh seorang entreprener. Enteprener disyaratkan untuk memiliki pola pikir (Mindset), budaya (Culture) dan kepemimpinan (Leadership) yang tepat agar mampu mengelola sumberdaya yang dimiliki dalam menjalankan usaha.

Ireland dkk., menambahkan bahwa serangkaian sumberdaya yang dimiliki, baik itu sumberdaya manusia, keuangan dan juga sosial harus dikelola secara inovatif untuk dapat menciptakan keuanggulan bersaing yang pada akhirnya mampu untuk menciptakan kekayaan.

Peluang bisnis muncul pada saat dipasar atau diindustri terdapat kondisi kompetisi tidak seimbang (competitive imperfetion). Penganut teori entrepreneur paham discovery menyatakan bahwa munculnya competitive imperfection dikarenakan perubahan yang terjadi seperti teknologi, pasar, lingkungan, budaya dan lain-lain. Penganut paham creation menyatakan bahwa competitive imperfection muncul karena dibuat oleh sang entreprener untuk membuka kesempatan bagi produk atau jasa yang dibuatnya (Alvarez dan Barney, 2007).

Sebuah organisasi yang maju dan berkembang maka disyaratkan memiliki budaya perilaku yang cukup seimbang antara opportunity seeking (OS) dan advantage seeking (AS). Perilaku OS dibutuhkan agar perusahaan mampu mengenali dan mengeksploitasi peluang yang ada dipasar atau industri. Sedangkan perilaku AS dibutuhkan agar peluang yang diambil dapat dieksplotasi dengan maksimal dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan (Siren dkk., 2013; Ireland dkk, 2003).

Jika Ireland dkk. (2003) fokus pada dimensi Mindset, Culture dan Leadership sebagai prasyarat yang harus dimiliki oleh seorang entreprener, maka Dyers dkk. (2008) dengan lebih tajam lagi menukik pada perilaku apa yang membedakan antara karyawan dan entreprener. Riset mereka mencoba menjawab tentang variabel-variabel apa yang membedakan antara entreprener dan manager.

Dyers dkk., menyatakan bahwa enterprener memiliki cognitive yang berbeda dibandingan dengan karyawan perusahaan. Entreprener memiliki apa yang dinamakan sebagai bias againt the status quo. Sebuah cognitive pemikiran yang langka dan cenderung menimbulkan masalah diperusahaan besar yang aktif mengembangkan AS. Perusahaan tentu saja lebih mendorong karyawan mereka untuk lebih berperilaku AS dibandingkan OS.

Bias ini yang kemudian mendorong associational thinking yang dibutuhkan dalam opportunity recognation atau opportunity seeking. Ada 4 perilaku utama associational seeking. Perilaku itu adalah Questioning, Observing, Experimenting dan Networking (Dyers dkk., 2008).

Perilaku questioning adalah perilaku mempertanyaan terhadap kondisi status quo yang ada. Setiap karyawan sebenarnya juga memiliki perilaku questioning,  namun lebih kepada bertanya bagaimana melakukan proses kerja. Perilaku observing adalah perilaku pengamatan kondisi lingkungan apapun kondisinya, baik itu hal baru maupun kondisi sehari-hari. Perilaku observing ini kemudian diteruskan dengan perilaku questioning. Perilaku experimenting adalah perilaku untuk melakukan uji coba baik secara mental maupun fisik terhadap hal-hal baru. Tujuan dari perilaku ini untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati dan ditanyakan. Perilaku keempat adalah perilaku networking. Seperti juga perilau questioning, perilaku networking juga dilakukan oleh karyawan, yang membedaan adalah konteks dan tujuan dari perilaku tersebut. Karyawan melakukan networking dengan tujuan untuk kesempatan karir, penjualan produk atau jasa perusahaan atau mencari sumberdaya yang dibutuhkan oleh perusahaan. Entreprener melakukan perilaku networking untuk mengembangkan ide-ide dan mendapatkan perspektif yang berbeda yang penting bagi bisnis mereka (Dyers dkk., 2008).

3.     PERAN PRINCIPAL DALAM PERUSAHAAN KONSULTAN
Pemimpin perusahaan seperti Chief Executive Officer (CEO) atau principal dalam perusahaan konsultan akan mewarnai dan mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mengelola perusahaan agar mencapai target yang ditetapkan (Weiss, 2003, 2009; Hambrict and Mason, 1984; Waldman dkk., 2001).

Perusahaan konsultan yang merupakan bagian dari knowledge industries (Berry & Oakley, 2003) biasanya memiliki ukuran perusahaan yang relatif kecil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain dari industri yang berbeda. Weiss, (2003, 2009) menyatakan bahwa ada tren yang berkembang khususnya di Amerika, yaitu perusahaan konsultan dengan hanya memiliki satu orang karyawan yaitu pemilik bisnis itu sendiri. Perusahaan ini dinamakan solo practitioner dimana principal merangkap sebagai konsultan dan tentu saja juga bertugas mengembangkan bisnis. Pekerjaan-pekerjaan yang lain yang bersifat administrasi dialihdayakan sehingga perusahaan menjadi ramping dan hampir semua biaya yang muncul menjadi variable cost.

Kemampuan principal ex-perusahaan besar dalam membantu kondisi klien didapatkan dari proses pembelajaran dan pengalaman pada saat bekerja sebelumnya. Namun kemampuan pengembangan bisnis perusahaan (opportunity seeking) harus dibangun agar perusahaan tumbuh dan berkembang. Untuk itulah maka perilaku questioning, observing, experimenting dan nextworking harus dipupuk dan dipelihara.

4.     MENDORONG PERTUMBUHAN PT. EXI MANAGEMENT SYSTEM (EMS) 
EMS yang didirikan pada tahun 2011 memiliki tujuan untuk turut serta dalam membangun kapabilitas nasional (http://www.eximanagement.com/about). Untuk dapat berkontribusi sesuai dengan tujuan tersebut maka EMS memiliki misi dengan cara memberikan pelayanan dengan kualitas yang baik dengan cara pembangunan kompetensi dan kapabilitas dari karyawan klien.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka principal dibantu oleh para partner mengembangkan perencanaan bisnis secara agresif. EMS yang mulai dikelola secara penuh pada tahun 2013 ditargetkan tumbuh 100% dalam pendapatan selama tiga tahun berturut-turut sampai dengan tahun 2015.

Selain mengembangkan keunggulan bersaing agar mampu bersaing dengan nama-nama besar diindustri sejenis seperti Daya Dimensi Indonesia (DDI), Hay Consult, Mercer dan lain-lain, maka EMS dalam hal ini principal harus tanggap dan sigap dalam mengambil dan menciptakan peluang bisnis dengan perilaku OS yang dimilikinya.

Dalam organsasi yang sangat ramping dengan hanya memiliki 3 orang karyawan permanen termasuk principal maka perilaku opportunity seeking juga harus ditularkan kepada dua karyawan yang lain. Dengan demikian potensi pertumbuhan EMS tidak hanya semata-mata mengandalkan bisnis yang didapatkan oleh principal namun juga oleh dua karyawan yang lain.

Perilaku opportunity seeking yang digabungkan dengan advantage seeking menghasilkan strategi referal (Weiss, 2003) dengan memberikan value proposition yang jauh lebih tinggi kepada siapapun yang membawa bisnis ke EMS. Strategi ini terbukti membawa EMS tumbuh ditahun 2013 sesuai dengan target yang sudah ditetapkan.

5.     PENUTUP DAN KESIMPULAN 
Principal dalam perusahaan konsultan skala kecil menjadi tumpuan utama perkembangan perusahaan (Weiss, 2003; Farrell, 1997), dengan demikian kemampuan principal dalam mengenali dan mengeksploitasi kesempatan bisnis yang ada menjadi vital bagi perusahaan.

Bagi principal yang sebelumnya merupakan karyawan pada perusahaan besar, maka perilaku opportunity seeking harus dipupuk dan dikembangkan. Perilaku tersebut mencakup questioning, observing, experimenting dan nextworking terhadap hal-hal yang bersifat status quo sehingga perusahaan mampu menangkap dan menciptakan peluang bagi pertumbuhan organisasi.

Proses pengembangan perilaku opportunity seeking menjadi keharusan bagi setiap karyawan perusahaan besar yang ingin membangun bisnis konsultasi berlandaskan kemampuan dan pengelaman kerja sebelumnya.



REFERENSI

Alvarez, S. A.; & Barney, J. B., (2007). “Discovery and Creation: Alternative Theories of Entrepreneurial Action”, Strategic Entrepreneurship Journal, 1, 11-26.
Berry, A.; & Oakley, K., (1993). “Consultancies: Agent of Organizational Development – Part 1”, Leadership and Organization Development Journal, 14, 5.
Dyer, J. H.; Gregersen, H. B.; & Christensen, C., (2008). “Entrepreneur Behaviors, Opportunity Reognition and the Origins of Innovative Ventures”, Strategic Entrepreneurship Journal, 2, 317-338.
Farrell, L. A., (1997). “So You Want to be a Consultant...”, Record Management Quarterly, 13, 1.
Hambrick, D. E., & Mason, P. A. (1984). “Upper echelons: The organization as a reflection of its top managers”, Academy of Management Review, 9, 193–206.
Hofstede, G.; Hofstede, G.J.; & Mincov, M., (2010).  Cultures and Organizations: Software of the Mind. New York: McGraw-Hill.
Ireland, D.; Hitt, M. A.; & Sirmon D. G., (2003). “A Model of Strategic Entrepreneurship: the Construct and its Dimensions”, Journal of Management, 29, 6.
Kakabadse, N.; Louchart, E.; & Kakabadse, A., (2006). “Consultant’s Role: a Qualitative Inquiry from the Consultant’s Perspective”, Journal of Management Development, 25, 5.
Nonaka, I., (1994). “A Dynamic Theory of Knowledge Management Creation”, Organization Science, 5, 1.
Siren, C. A.; Kohtamaki, M.; & Kuckertz, A., (2012). “Exploration and Exploitation Strategies, Profit Performance, and the Mediating Role of Strategic Learning: Escaping the Exploitation Trap”, Strategic Entrepreneurship Journal, 6, 18-41.
Szulansky, G., (2003). Sticky Knowledge: Barrier to Knowing in the Firm. London: SAGE Publications.
Waldman, D. A.; Ramirez, G. G.; & House, R. G., (2001). “Does leadership matter? CEO leadership attributes and profitability”, Academy of Management Journal, 44, 1.
Weiss, A., (2003). Organizational Consulting. New Jersey: John Wiley and Sons.
Weiss, A., (2009). Million Dollar Consulting. New York: McGraw Hill.

Tidak ada komentar: