ESTABLISHING
OPPORTUNITY SEEKING BEHAVIOR FOR CONSULTING COMPANY PRINCIPAL - EX BIG COMPANY
EMPLOYEE: EXI MANAGEMENT SYSTEM (EMS) CONSULTING CASE
1.
RINGKASAN
Perusahaan konsultan (Consulting
Company) adalah perusahaan yang berbasiskan pada pengetahuan. Industri
konsultansi oleh Berry dan Oakly (1993) diberikan nama sebagai “Knowledge
Industries”. Pemberian nama ini didasarkan kepada model bisnis yang dijalankan
oleh perusahaan konsultan. Pengetahuan yang dimiliki oleh konsultan dengan
menggunakan berbagai macam teknik dipergunakan untuk memecahkan masalah
sehingga kondisi klien menjadi lebih baik (Weiss, 1993, 2009).
Merujuk pada model bisnisnya, maka
keberhasilan perusahaan konsultan menjadi sangat tergantung kepada konsultan
yang dimilikinya (Weiss, 1993; Kakabadze dkk., 2006). Dalam konteks perusahaan
konsultan yang masih kecil, maka peran principal (pemimpin perusahaan
konsultan) menjadi sangat penting karena merangkap posisi sebagai konsultan
(karyawan) dan juga sebagai pemimpin bisnis yang harus mampu menemukan dan
mengeksekui peluang bisnis dipasar.
Hofstede dkk., (2010), menyataan
bahwa budaya perusahaan memiliki pengaruh yang besar terhadap karyawan yang
bekerja didalamnya. Principal yang mantan karyawan sebuah perusahaan besar
tentu akan banyak dipengaruhi oleh budaya dari perusahaan dimana dia bekerja,
disisi lain peran baru sebagai entrerener dan pemimpin bisnis membutuhkan
budaya kerja yang berbeda.
Perusahaan yang besar akan
cenderung mengembangkan perilaku advantage
seeking untuk mempertahankan keunggulan bersaing yang dimiliki (Siren, dk.,
2012). Perilaku ini tentu saja akan sangat mempengaruhi karyawan yang berada
didalamnya. Disisi lain, untuk menjadi seorang enterprener dibutuhkan perilaku opportunity seeking.
Pengembangan perilaku-perilaku yang
memperkuat perilaku opportunity seeking
jelas menjadi keharusan bagi principal sebuah perusahaan konsultan yang ingin mempertahankan
dan mengembangkan perusahaannya lebih tinggi lagi. Hal ini juga berlaku untuk
principal dari Exi Management System (EMS) Consulting. Principal EMS merupakan
mantan karyawan dari beberapa perusahaan besar baik perusahaan konglomerasi
Indonesia maupun perusahaan multinasional. Dengan demikian perkembangan bisnis
dari EMS akan sangat tergantung dari seberapa baik dan cepat principal EMS
untuk belajar dan mengembangkan perilaku opportunity
seeking.
2.
TINJAUAN
TEORI STRATEGIC ENTREPRENEUR
Ireland, dkk. (2003) menyatakan
bahwa dalam rangka mencapai penciptaan kekayaan (Wealth Creation) maka
serangkaian proses dan aktivitas harus dimiliki dan dilakukan oleh seorang
entreprener. Enteprener disyaratkan untuk memiliki pola pikir (Mindset), budaya
(Culture) dan kepemimpinan (Leadership) yang tepat agar mampu mengelola
sumberdaya yang dimiliki dalam menjalankan usaha.
Ireland dkk., menambahkan bahwa
serangkaian sumberdaya yang dimiliki, baik itu sumberdaya manusia, keuangan dan
juga sosial harus dikelola secara inovatif untuk dapat menciptakan keuanggulan
bersaing yang pada akhirnya mampu untuk menciptakan kekayaan.
Peluang bisnis muncul pada saat
dipasar atau diindustri terdapat kondisi kompetisi tidak seimbang (competitive
imperfetion). Penganut teori entrepreneur paham discovery menyatakan bahwa munculnya competitive imperfection
dikarenakan perubahan yang terjadi seperti teknologi, pasar, lingkungan, budaya
dan lain-lain. Penganut paham creation
menyatakan bahwa competitive imperfection
muncul karena dibuat oleh sang entreprener untuk membuka kesempatan bagi produk
atau jasa yang dibuatnya (Alvarez dan Barney, 2007).
Sebuah organisasi yang maju dan
berkembang maka disyaratkan memiliki budaya perilaku yang cukup seimbang antara
opportunity seeking (OS) dan advantage seeking (AS). Perilaku OS
dibutuhkan agar perusahaan mampu mengenali dan mengeksploitasi peluang yang ada
dipasar atau industri. Sedangkan perilaku AS dibutuhkan agar peluang yang
diambil dapat dieksplotasi dengan maksimal dengan mengembangkan keunggulan
bersaing yang dimiliki oleh perusahaan (Siren dkk., 2013; Ireland dkk, 2003).
Jika Ireland dkk. (2003) fokus pada
dimensi Mindset, Culture dan Leadership sebagai prasyarat yang harus dimiliki
oleh seorang entreprener, maka Dyers dkk. (2008) dengan lebih tajam lagi
menukik pada perilaku apa yang membedakan antara karyawan dan entreprener.
Riset mereka mencoba menjawab tentang variabel-variabel apa yang membedakan
antara entreprener dan manager.
Dyers dkk., menyatakan bahwa enterprener
memiliki cognitive yang berbeda dibandingan dengan karyawan perusahaan.
Entreprener memiliki apa yang dinamakan sebagai bias againt the status quo. Sebuah cognitive pemikiran yang langka
dan cenderung menimbulkan masalah diperusahaan besar yang aktif mengembangkan AS.
Perusahaan tentu saja lebih mendorong karyawan mereka untuk lebih berperilaku
AS dibandingkan OS.
Bias ini yang kemudian mendorong associational thinking yang dibutuhkan
dalam opportunity recognation atau opportunity seeking. Ada 4 perilaku
utama associational seeking. Perilaku
itu adalah Questioning, Observing,
Experimenting dan Networking
(Dyers dkk., 2008).
Perilaku questioning adalah perilaku mempertanyaan terhadap kondisi status
quo yang ada. Setiap karyawan sebenarnya juga memiliki perilaku questioning, namun lebih kepada bertanya bagaimana melakukan
proses kerja. Perilaku observing
adalah perilaku pengamatan kondisi lingkungan apapun kondisinya, baik itu hal
baru maupun kondisi sehari-hari. Perilaku observing ini kemudian diteruskan
dengan perilaku questioning. Perilaku experimenting
adalah perilaku untuk melakukan uji coba baik secara mental maupun fisik
terhadap hal-hal baru. Tujuan dari perilaku ini untuk mendapatkan informasi
tambahan tentang apa yang diamati dan ditanyakan. Perilaku keempat adalah
perilaku networking. Seperti juga
perilau questioning, perilaku networking juga dilakukan oleh karyawan,
yang membedaan adalah konteks dan tujuan dari perilaku tersebut. Karyawan
melakukan networking dengan tujuan
untuk kesempatan karir, penjualan produk atau jasa perusahaan atau mencari
sumberdaya yang dibutuhkan oleh perusahaan. Entreprener melakukan perilaku networking untuk mengembangkan ide-ide
dan mendapatkan perspektif yang berbeda yang penting bagi bisnis mereka (Dyers
dkk., 2008).
3. PERAN PRINCIPAL DALAM PERUSAHAAN KONSULTAN
Pemimpin perusahaan seperti Chief Executive
Officer (CEO) atau principal dalam perusahaan konsultan akan mewarnai dan
mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mengelola perusahaan agar mencapai target
yang ditetapkan (Weiss, 2003, 2009; Hambrict and Mason, 1984; Waldman dkk.,
2001).
Perusahaan konsultan yang merupakan
bagian dari knowledge industries (Berry & Oakley, 2003) biasanya memiliki
ukuran perusahaan yang relatif kecil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan
lain dari industri yang berbeda. Weiss, (2003, 2009) menyatakan bahwa ada tren
yang berkembang khususnya di Amerika, yaitu perusahaan konsultan dengan hanya
memiliki satu orang karyawan yaitu pemilik bisnis itu sendiri. Perusahaan ini
dinamakan solo practitioner dimana
principal merangkap sebagai konsultan dan tentu saja juga bertugas
mengembangkan bisnis. Pekerjaan-pekerjaan yang lain yang bersifat administrasi
dialihdayakan sehingga perusahaan menjadi ramping dan hampir semua biaya yang
muncul menjadi variable cost.
Kemampuan principal ex-perusahaan
besar dalam membantu kondisi klien didapatkan dari proses pembelajaran dan
pengalaman pada saat bekerja sebelumnya. Namun kemampuan pengembangan bisnis
perusahaan (opportunity seeking) harus dibangun agar perusahaan tumbuh dan
berkembang. Untuk itulah maka perilaku questioning,
observing, experimenting dan nextworking
harus dipupuk dan dipelihara.
4.
MENDORONG PERTUMBUHAN PT. EXI
MANAGEMENT SYSTEM (EMS)
EMS yang didirikan pada tahun 2011
memiliki tujuan untuk turut serta dalam membangun kapabilitas nasional (http://www.eximanagement.com/about).
Untuk dapat berkontribusi sesuai dengan tujuan tersebut maka EMS memiliki misi
dengan cara memberikan pelayanan dengan kualitas yang baik dengan cara
pembangunan kompetensi dan kapabilitas dari karyawan klien.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
principal dibantu oleh para partner mengembangkan perencanaan bisnis secara
agresif. EMS yang mulai dikelola secara penuh pada tahun 2013 ditargetkan
tumbuh 100% dalam pendapatan selama tiga tahun berturut-turut sampai dengan
tahun 2015.
Selain mengembangkan keunggulan
bersaing agar mampu bersaing dengan nama-nama besar diindustri sejenis seperti
Daya Dimensi Indonesia (DDI), Hay Consult, Mercer dan lain-lain, maka EMS dalam
hal ini principal harus tanggap dan sigap dalam mengambil dan menciptakan
peluang bisnis dengan perilaku OS yang dimilikinya.
Dalam organsasi yang sangat ramping
dengan hanya memiliki 3 orang karyawan permanen termasuk principal maka
perilaku opportunity seeking juga
harus ditularkan kepada dua karyawan yang lain. Dengan demikian potensi
pertumbuhan EMS tidak hanya semata-mata mengandalkan bisnis yang didapatkan
oleh principal namun juga oleh dua karyawan yang lain.
Perilaku opportunity
seeking yang digabungkan dengan advantage
seeking menghasilkan strategi referal (Weiss, 2003) dengan memberikan value
proposition yang jauh lebih tinggi kepada siapapun yang membawa bisnis ke EMS.
Strategi ini terbukti membawa EMS tumbuh ditahun 2013 sesuai dengan target yang
sudah ditetapkan.
5. PENUTUP
DAN KESIMPULAN
Principal dalam perusahaan
konsultan skala kecil menjadi tumpuan utama perkembangan perusahaan (Weiss,
2003; Farrell, 1997), dengan demikian kemampuan principal dalam mengenali dan
mengeksploitasi kesempatan bisnis yang ada menjadi vital bagi perusahaan.
Bagi principal yang sebelumnya
merupakan karyawan pada perusahaan besar, maka perilaku opportunity seeking harus dipupuk dan dikembangkan. Perilaku
tersebut mencakup questioning,
observing, experimenting dan nextworking
terhadap hal-hal yang bersifat status quo sehingga perusahaan mampu menangkap
dan menciptakan peluang bagi pertumbuhan organisasi.
Proses pengembangan perilaku opportunity seeking menjadi keharusan
bagi setiap karyawan perusahaan besar yang ingin membangun bisnis konsultasi
berlandaskan kemampuan dan pengelaman kerja sebelumnya.
REFERENSI
Alvarez, S. A.; & Barney, J. B.,
(2007). “Discovery and Creation: Alternative Theories of Entrepreneurial
Action”, Strategic Entrepreneurship
Journal, 1, 11-26.
Berry, A.; & Oakley, K., (1993). “Consultancies:
Agent of Organizational Development – Part 1”, Leadership and Organization
Development Journal, 14, 5.
Dyer, J. H.; Gregersen, H. B.; &
Christensen, C., (2008). “Entrepreneur Behaviors, Opportunity Reognition and
the Origins of Innovative Ventures”, Strategic
Entrepreneurship Journal, 2, 317-338.
Farrell, L.
A., (1997). “So You Want to be a Consultant...”, Record Management Quarterly,
13, 1.
Hambrick, D. E., & Mason, P. A.
(1984). “Upper echelons: The organization as a reflection of its top managers”, Academy of Management Review, 9,
193–206.
Hofstede, G.; Hofstede, G.J.; &
Mincov, M., (2010). Cultures and Organizations: Software of the Mind. New York:
McGraw-Hill.
Ireland, D.; Hitt, M. A.; & Sirmon
D. G., (2003). “A Model of Strategic Entrepreneurship: the Construct and its
Dimensions”, Journal of Management, 29,
6.
Kakabadse, N.; Louchart, E.; &
Kakabadse, A., (2006). “Consultant’s Role: a Qualitative Inquiry from the
Consultant’s Perspective”, Journal of Management Development, 25, 5.
Nonaka, I., (1994). “A Dynamic Theory of
Knowledge Management Creation”, Organization Science, 5, 1.
Siren, C. A.; Kohtamaki, M.; &
Kuckertz, A., (2012). “Exploration and Exploitation Strategies, Profit
Performance, and the Mediating Role of Strategic Learning: Escaping the Exploitation
Trap”, Strategic Entrepreneurship Journal,
6, 18-41.
Szulansky,
G., (2003). Sticky Knowledge: Barrier to Knowing in the Firm. London:
SAGE Publications.
Waldman, D. A.; Ramirez, G. G.; &
House, R. G., (2001). “Does leadership matter? CEO leadership attributes and
profitability”, Academy of Management
Journal, 44, 1.
Weiss, A.,
(2003). Organizational Consulting. New Jersey: John Wiley and Sons.
Weiss, A.,
(2009). Million Dollar Consulting. New York: McGraw Hill.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar