06 Oktober 2013

Tangga Kepemimpinan (Leadership Ladder)



“The challenge of leadership is to be strong, but not rude; be kind, but not weak; be bold, but not bully; be thoughtful, but not lazy; be humble, but not timid; be proud, but not arrogant; have humor, but without folly.”
 Jim Rohn

Pada Sebuah Ruangan Training
“Pak Eko, departemen saya kurang perform karena pengaruh dari kinerja departmen lain dan bukan semata-mata karena kami yang kurang bekerja keras”, Toni manajer bagian operasi menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan saya didepan kelas bahwa manusia unggul (Excellence People)  adalah manusia Cause yang meletakkan tanggungjawab pada diri sendiri terhadap segala sesuatu termasuk kegagalan dan kinerja dibawah target.

“Apakah Anda dan tim Anda sudah masuk katagori mereka yang memiliki kinerja unggul mas Toni?” saya bertanya kepadanya.

“Pak Eko, seperti yang kita ketahui bersama, proses bisnis didivisi operasi merupakan proses yang saling berkaitan, tanpa input dan kinerja yang baik dari departmen lain kami tidak bisa maksimal”, Toni tetap bersikeras meletakkan tanggungjawab ketidakberhasilan timnya kepihak luar.

“Mas Toni, apakah anda dan tim anda sudah sangat unggul dan hebat sehingga tidak ada ruang perbaikan yang lain sehingga jeleknya kinerja tim anda adalah karena pihak lain?”, sebagai fasilitator saya mencoba untuk membuka perspektif baru bagi Toni.

“Pak Eko, apakah kita bisa menjadi hebat dan berprestasi tanpa dukungan dari pihak lain pak?”, kali ini kengototan Toni turun kadarnya, dari sekedar mencari kambing hitam menjadi kambing putih yang takut kelunturan warna hitam dari kambing yang lain.

“Mas Toni, selagi anda dan tim anda belum bisa dikatagorikan sebagai pemimpin dan tim yang hebat, energi kalian akan jauh lebih produktif dipergunakan untuk melakukan perbaikan dibandingkan dengan mencari-cari kesalahan pada proses bisnis dan orang lain”.

+++++

Membangun Kompetensi Kepemimpinan 

Banyak orang berfikir bahwa membangun kompetensi kepemimpinan seperti menggoreng ayam. Daging ayam yang dipotong tinggal dimasukkan ke penggorengan, ditunggu sebentar dan langsung bisa dinikmati. Sebuah proses instan yang mudah dan cepat dilakukan.

Kalau logika dan analogi ini yang dipakai maka dunia (termasuk Indonesia) seharusnya memiliki pemimpin yang berlimpah. Kenyataannya disegala penjuru dunia terlebih di Indonesia kekurangan pemimpin yang memiliki kompetensi kepemimpinan yang mumpuni. Yang ada adalah pemimpin instan yang dibangun diatas pondasi kompetensi kepemimpinan yang rapuh dan langsung roboh saat gelombang masalah datang.

Membangun kompetensi kepemimpinan lebih cocok dianalogikan dengan membangun istana. Pemilihan lokasi, gambar design, pemilihan kontraktor, pemilihan material yang dipergunakan, proses pembangunan, proses finishing dan banyak hal lain yang harus dilakukan sebelum istana yang diimpikan benar-benar mewujud sesuai dengan impian. Semuanya butuh keuletan, kesabaran dan ketekunan untuk membangunnya.

Tingkatan Kepemimpinan
Jim Collins dalam bukunya Good to Great membagi tingkat kepemimpinan dalam 5 tingkat, saya akan sajikan dalam versi yang lebih sederhana:
1.      Self Effectiveness
2.      Team Effectiveness
3.      Cross Effectiveness
4.      Charismatic Leader
5.      Legacy Leader

Membangun kompetensi kepemimpinan harus dimulai dari level yang paling dasar yaitu Self Effectiveness. Seorang pemimpin haruslah sebuah pribadi yang mampu dan bertanggungjawab menyelesaikan tugas dan tanggung jawab pribadinya.

Tingkat selanjutnya adalah Team Effectiveness, sebuah tingkat dimana seorang pemimpin yang selain effektif terhadap diri sendiri juga mampu memimpin dan memberdayakan anggota tim yang dipimpinnya agar menjadi tim yang kuat dan hebat.

Tingkat ketiga Cross Effectiveness adalah tingkat kepemimpinan yang sesudah lulus tingkat satu dan dua mampu untuk menembus batas posisi, jabatan, tanggungjawab, departmen sehingga mampu mempengaruhi dan membantu pihak lain diluar anggota tim untuk menjadi lebih baik dan produtif.

Tingkat keempat Charismatic Leader adalah pemimpin yang secara cepat mampu mempengaruhi siapapun yang berada didekatnya.

Tingkat tertinggi, Legacy Leader adalah pemimpin yang mampu mewariskan organisasi yang tertata rapi dan unggul, plus orang-orang hebat hasil sentuhan tangannya.

Kembali pada dialog yang terjadi diruangan training diawal artikel ini. Banyak pemimpin “merasa” bahwa menjadi pemimpin bisa langsung loncat kelevel tiga tanpa perlu melewati level 1 dan level 2. Alih-alih menjadi pemimpin level 3 sesungguhnya yang terjadi malah menjadi pemimpin yang medioker (tanggung) dan saat terjadi masalah kemudian menuding pihak lain sebagai penyebabnya.
Anda berada dilevel mana sekarang?

Eko Jatmiko Utomo (ekoutomo.ems1@yahoo.co.id)
Konsultan & Praktisi HR dan Leadership Development
Saat ini sedang mengambil Doctoral Degree di S3 UI jurusan Strategic Management
Pengurus Perhapi, lulusan jurusan Teknik Pertambangan ITB

Tidak ada komentar: