“Be willing to make decisions. That’s the most important quality in a good leader.”
General George S. Patton |
Board Meeting Room
Deni duduk makin tenggelam dikursinya, bukan karena kursi diruang
meeting direktur itu empuk namun karena beban pikirannya yang makin berat.
Sebagai seorang Business Development Manager pada sebuah group perusahaan
tambang batubara, Deni bertugas menyiapkan dan mengkoordinasikan seluruh perencanaan
dan juga action plan yang harus dilakukan pada saat mereka membuka tambang
baru. Sampai detik ini, dewan direksi belum dapat memutuskan siapa yang akan
ditunjuk menjadi GM Site yang baru. Sampai detik ini juga Deni galau dengan
ketidakjelasan keputusan dan membuat udara ruangan meeting direksi semakin
berat dan tubuhnya terasa penat.
Keputusan penting dan strategis ini sebenarnya sudah masuk dalam draft
perencanaan yang disusun oleh Deni 6 bulan yang lalu. Group perusahaan mereka memiliki
6 tambang yang telah aktif beroperasi. Dengan demikian ada 12 kandidat yang
tersedia, 6 orang GM dan 6 orang Deputy GM yang dapat ditugaskan ditambang baru
yang akan dibuka. Deni mengusulkan 3 nama, 1 orang GM dari tambang aktif dengan
tingkat produksi yang lebih kecil, dan 2 orang Deputy GM..
Sesuai dengan timeline, milestone dan action plan yang disusunnya maka
tambang baru akan mulai aktif beroperasi minggu depan, namun direksi masih
berdebat tiada habisnya menentukan siapa yang akan ditunjuk sebagai GM. Dalam
banyak meeting sebelumnya, Deni hanya bisa menyaksikan Direktur Operasi
berdebat tiada habisnya dengan Direktur Teknik tentang siapa yang cocok sebagai
GM ditambang baru. Masing-masing Direktur memiliki kandidat dengan alasan kuat
dan logika kenapa si A dan bukan si B yang dipilih. Direktur Utama bingung
untuk membuat keputusan sementara Direktur Corporate Services lebih banyak
sebagai penonton dan penggembira belaka.
+++++
How
Good Your Strategic Decision
Strategic Decision (Keputusan Stratejik)
jelas akan membawa dampak dan konsekuensi yang besar terhadap organisasi.
Dampak itu tidak hanya terjadi dalam hal-hal yang sifatnya operasional namun
dampaknya bisa sangat besar karena akan
menentukan hayat hidup dan kinerja organisasi (Hitt & Tayler, 1991). Coba
kita bayangkan andaikata penunjukan GM tambang yang baru dilakukan dengan
serampangan? Dengan GM yang tidak cocok dan kompeten maka proses produksi yang sudah dijadwalkan bisa meleset dan
perusahaan rugi karena kontrak penjualan dengan pelanggan menjadi tidak
terpenuhi.
Dalam studi literatur, kualitas
pengambilan keputusan stratejik menurut Vroom dan Jago (1971) harus memenuhi
tiga faktor penting:
1. Kualitas
rasional keputusan yang diambil
2. Penerimaan
dan komitment dari stakeholder keputusan tersebut
3. Waktu
yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan.
Ketiga faktor ini selama
bertahun-tahun menjadi pegangan dari banyak top management dalam mengambil keputusan
stratejik diorganisasi terlebih faktor yang pertama. Latarbelakang para pengambil
keputusan dalam hal ini direktur akan sangat mempengaruhi. Para direktur dengan
pendidikan teknik pasti akan terbiasa dan nyaman untuk mengambil keputusan yang
se-rasional dan se-komprehensif yang bisa dilakukan. Mereka percaya bahwa think first adalah proses yang paling
tepat dalam mengambil keputusan.
Proses pengambilan keputusan think first mengedepankan pengambilan
keputusan yang menggunakan data yang komplit, konteks terstruktur dan disiplin
dapat diterapkan (Mintzberg & Westley, 2001). Pendekatan yang lain adalah seeing first, sebuah pendekatan dimana
solusi dapat divisualisasikan dari sekian alternatif yang ada dibingkai oleh
komitmen dan komunikasi yang baik. Pendekatan yang ketiga adalah doing first, pendekatan ini dilakukan
karena konteks bisnis yang ada komplek, penuh ketidakpastian dan merupakan hal
yang baru.
Terus bagaimana direksi
diperusahaan tambang dimana Deni berada (atau juga perusahaan anda) dalam
mengambil keputusan? Pengambilan keputusan apalagi yang stratejik tentu saja
tidak dapat dipisahkan dari lingkungan bisnis dimana perusahaan kita berada.
Komprehensiveness seperti yang terjadi diperusahaan Deni mengakibatkan
pengambilan keputusan menjadi lama. Konteks bisnis pertambangan yang cenderung
makin kompleks, tidak pasti dan persaingan yang makin tinggi menuntut
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
Sebuah riset yang dilakukan oleh
Fredrickson dan Mitchell (1984) menyatakan bahwa ternyata ada korelasi negatif
antara pengambilan keputusan yang komprehensif dengan kinerja organisasi dalam
lingkungan bisnis yang kompleks dan tidak stabil. Semakin komprihensif sebuah
keputusan maka kinerja perusahaan makin buruk.
Eisenhardt (1989) dalam sebuah
risetnya menemukan bahwa pengambilan keputusan yang cepat ternyata tidak kalah
baiknya (secara kualitas) dibandingkan dengan pengambilan keputusan yang lambat
dan komprehensif. Dalam dunia yang cepat berubah seperti sekarang ini tentu
saja fast decision making menjadi
makin relevan.
What do you think?
Eko Jatmiko Utomo (ekoutomo.ems1@yahoo.co.id)
Konsultan & Praktisi HR dan Leadership
Development
Saat ini sedang mengambil Doctoral Degree di S3 UI
jurusan Strategic Management
Pengurus Perhapi, lulusan jurusan Teknik
Pertambangan ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar