06 Oktober 2013

STRATEGIC DECISION MAKING


“Be willing to make decisions. That’s the most important quality in a good leader.”
 General George S. Patton

Board Meeting Room
Deni duduk makin tenggelam dikursinya, bukan karena kursi diruang meeting direktur itu empuk namun karena beban pikirannya yang makin berat. Sebagai seorang Business Development Manager pada sebuah group perusahaan tambang batubara, Deni bertugas menyiapkan dan mengkoordinasikan seluruh perencanaan dan juga action plan yang harus dilakukan pada saat mereka membuka tambang baru. Sampai detik ini, dewan direksi belum dapat memutuskan siapa yang akan ditunjuk menjadi GM Site yang baru. Sampai detik ini juga Deni galau dengan ketidakjelasan keputusan dan membuat udara ruangan meeting direksi semakin berat dan tubuhnya terasa penat.  

Keputusan penting dan strategis ini sebenarnya sudah masuk dalam draft perencanaan yang disusun oleh Deni 6 bulan yang lalu. Group perusahaan mereka memiliki 6 tambang yang telah aktif beroperasi. Dengan demikian ada 12 kandidat yang tersedia, 6 orang GM dan 6 orang Deputy GM yang dapat ditugaskan ditambang baru yang akan dibuka. Deni mengusulkan 3 nama, 1 orang GM dari tambang aktif dengan tingkat produksi yang lebih kecil, dan 2 orang Deputy GM..

Sesuai dengan timeline, milestone dan action plan yang disusunnya maka tambang baru akan mulai aktif beroperasi minggu depan, namun direksi masih berdebat tiada habisnya menentukan siapa yang akan ditunjuk sebagai GM. Dalam banyak meeting sebelumnya, Deni hanya bisa menyaksikan Direktur Operasi berdebat tiada habisnya dengan Direktur Teknik tentang siapa yang cocok sebagai GM ditambang baru. Masing-masing Direktur memiliki kandidat dengan alasan kuat dan logika kenapa si A dan bukan si B yang dipilih. Direktur Utama bingung untuk membuat keputusan sementara Direktur Corporate Services lebih banyak sebagai penonton dan penggembira belaka.

+++++

How Good Your Strategic Decision
Strategic Decision (Keputusan Stratejik) jelas akan membawa dampak dan konsekuensi yang besar terhadap organisasi. Dampak itu tidak hanya terjadi dalam hal-hal yang sifatnya operasional namun dampaknya bisa sangat  besar karena akan menentukan hayat hidup dan kinerja organisasi (Hitt & Tayler, 1991). Coba kita bayangkan andaikata penunjukan GM tambang yang baru dilakukan dengan serampangan? Dengan GM yang tidak cocok dan kompeten maka proses produksi  yang sudah dijadwalkan bisa meleset dan perusahaan rugi karena kontrak penjualan dengan pelanggan menjadi tidak terpenuhi. 

Dalam studi literatur, kualitas pengambilan keputusan stratejik menurut Vroom dan Jago (1971) harus memenuhi tiga faktor penting:
1.      Kualitas rasional keputusan yang diambil
2.      Penerimaan dan komitment dari stakeholder keputusan tersebut
3.      Waktu yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan.

Ketiga faktor ini selama bertahun-tahun menjadi pegangan dari banyak top management dalam mengambil keputusan stratejik diorganisasi terlebih faktor yang pertama. Latarbelakang para pengambil keputusan dalam hal ini direktur akan sangat mempengaruhi. Para direktur dengan pendidikan teknik pasti akan terbiasa dan nyaman untuk mengambil keputusan yang se-rasional dan se-komprehensif yang bisa dilakukan. Mereka percaya bahwa think first adalah proses yang paling tepat dalam mengambil keputusan.

Proses pengambilan keputusan think first mengedepankan pengambilan keputusan yang menggunakan data yang komplit, konteks terstruktur dan disiplin dapat diterapkan (Mintzberg & Westley, 2001). Pendekatan yang lain adalah seeing first, sebuah pendekatan dimana solusi dapat divisualisasikan dari sekian alternatif yang ada dibingkai oleh komitmen dan komunikasi yang baik. Pendekatan yang ketiga adalah doing first, pendekatan ini dilakukan karena konteks bisnis yang ada komplek, penuh ketidakpastian dan merupakan hal yang baru.

Terus bagaimana direksi diperusahaan tambang dimana Deni berada (atau juga perusahaan anda) dalam mengambil keputusan? Pengambilan keputusan apalagi yang stratejik tentu saja tidak dapat dipisahkan dari lingkungan bisnis dimana perusahaan kita berada. Komprehensiveness seperti yang terjadi diperusahaan Deni mengakibatkan pengambilan keputusan menjadi lama. Konteks bisnis pertambangan yang cenderung makin kompleks, tidak pasti dan persaingan yang makin tinggi menuntut pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.

Sebuah riset yang dilakukan oleh Fredrickson dan Mitchell (1984) menyatakan bahwa ternyata ada korelasi negatif antara pengambilan keputusan yang komprehensif dengan kinerja organisasi dalam lingkungan bisnis yang kompleks dan tidak stabil. Semakin komprihensif sebuah keputusan maka kinerja perusahaan makin buruk.

Eisenhardt (1989) dalam sebuah risetnya menemukan bahwa pengambilan keputusan yang cepat ternyata tidak kalah baiknya (secara kualitas) dibandingkan dengan pengambilan keputusan yang lambat dan komprehensif. Dalam dunia yang cepat berubah seperti sekarang ini tentu saja fast decision making menjadi makin relevan.

What do you think?

Eko Jatmiko Utomo (ekoutomo.ems1@yahoo.co.id)
Konsultan & Praktisi HR dan Leadership Development
Saat ini sedang mengambil Doctoral Degree di S3 UI jurusan Strategic Management
Pengurus Perhapi, lulusan jurusan Teknik Pertambangan ITB

Tidak ada komentar: