12 Maret 2010

Support without removing responsibility (Siapa supirnya?)

Malam jam 8 di teras rumah. Sambil nyruput teh manis yang disajikan, seperti biasa saya dan istri ngobrol tentang kejadian hari itu khususnya yang berkaitan dengan moment2 yang dialami oleh 2 buntut kami di sekolah mereka. Saat kami sedang asyik2nya menceritakan polah tingkah Thesa dan Jason tiba2 mama Jason menurunkan volume suara dan dengan lirih dia berbisik "tadi siang tetangga sebelah jam 11 sudah pulang kerja". "Lho emang kenapa dengan pak Gani?, apakah dia sakit" tanyaku tetap dengan volume suara standard. "Sssssst, jangan keras2 pa!" jari mama Thesa menempel didepan bibirnya meminta aku menurunkan volume suara. "Nanti terdengar oleh mereka!" katanya melanjutkan. "Emang kenapa sih?" tanyaku makin penasaran.

"Pak Gani selama ini sering pulang pagi atau siang hari" kata mama Jason menjelaskan. "Ya..mungkin memang jam kerja pegawai negeri seperti itu kali ma" aku masih mencoba berfikir positif. "Bukan begitu pa, pak Gani pulang cepat karena harus ngantar istrinya kesana kemari untuk urusan ini dan itu" mama Jason mencoba memberikan penjelasan. "Lho memang bu Gani ngak bisa nyetir atau naik motor?" tanyaku heran. "Dilarang sama suaminya! jadi kalau mau pergi kemana2 pak Gani yang pulang dari kantor dan ngantar dia" lanjut mama Jason tetap dengan volume suara yg kecil. "Wah...baik juga pak Gani ke istrinya, mau nganter kesana kesini, tapi kalau aku jadi atasannya di kantor kalau alasannya ijin pulang cepat untuk hal seperti itu aku akan berikan pilihan: bekerja di kantor atau resign dan jadi supir istrinya. Sebenarnya pak Gani bisa melakukan -support without removing responsilbility- dengan cara mengajari dan memperbolehkan istrinya nyetir sendiri seperti yang kita lakukan, bukannya mengambil alih urusan istri beraktivitas!, betul ngak ma?" kataku sambil tersenyum. Mama Jason hanya mengangguk untuk menggiyakan kalimatku.

Jam 10 malam di toll Cipularang. "Pa, kok tidur sih?" sambil cemberut mama Jason melirik ke jok kiri. "Aku capek ma, tadi banyak meeting di kantor", jawabku sambil membetulkan posisi tidur yang jelas kurang nyaman. "Gantian dong..............ini kan sudah di kilometer 70, masak aku terus yang nyetir dari Jakarta sampai Bandung?" keluh mama Jason. "Sorry ma, mataku lengket banget nih.....tadi meetingnya dari pagi sampai sore" jawabku sambil tetap dengan mata terpejam. 'Papa curang deh! harusnya kan gantian, masak aku nyetir terus!" mama Jason tidak mudah putus asa untuk bisa merasakan enaknya di supiri. "Kalau capek kita berhenti dulu aja ma, aku benar2 ngantuk nih!". "Dasar papa curang!" kata mama Jason. "Lha dirimukan jago nyetir ma, apa kamu mau seperti bu Gani yang kalau mau pergi musti membuat suaminya membolos" olokku sambil tersenyum. "Dasar curang!" dan mobil tetap melaju ke arah Bandung tanpa ganti sopir.

Jam 12 malam di Bandung. Hawa dingin mengigit tulang menyambut kami di pinggang Gunung Manglayang. Sambil terkantuk-kantuk aku keluar dari mobil. Saat baru mau naik ke rumah (rumah kami tingginya 3 meter dari jalan) tiba2 mama Jason berseru. "Tar dulu pa, jangan buru2 tidur. Ingat 2 buntutmu musti dibawa masuk kedalam" katanya mengingatkan aku untuk memindahkan Thesa & Jason dari mobil. "Aku bawa Thesa dan kamu bawa Jason ya ma" kataku minta bantuan. "Nup.....aku capek nyetir pa, dan jangan lupa untuk menurunkan juga barang2 bawaan di bagasi. Aku mau langsung tidur nih, capek sekali!" mama Jason keluar dari mobil dan melangkahkan kaki menaiki tangga rumah. "Masak aku ngak dibantuin?" bujukku kepadanya. "Kan aku dah bantuain nyetir? nah sekarang gantian, aku support papa without removing your responsibility untuk mindahin anak2 dan juga barang bawaan!"

7 Maret 2010
BSD City
EU for U

Tidak ada komentar: