27 April 2010

Potret Gayus disekeliling kita......atau malah kita?

Ibuku adalah ODD, istilah ini memang bukan merupakan istilah populer dimedia masa seperti istilah ODH (Orang Dengan HIVAIDS). ODD yang dalam bahasa Inggris merupakan lawan dari even berarti ganjil. Ibu memang menjadi agak ganjil dari sudut pandang orang awam yang sehat karena setiap hari musti suntik insulin pagi dan sore. Tiap pagi Thesa si cucu sulung dengan suara kurang lebih 110 desibel pasti berteriak "Eyang sedang suntiiiiiiiiiik!" saat melihat eyangnya swalayan menancapkan jarum ke paha kanannya untuk memasukkan insulin kedalam tubuhnya. Yup, sejak 10 tahun yang lalu eyang Thesa menjadi ODD, Orang Dengan Diabetes.

Sebulan yang lalu eyang datang ke Jakarta. Tujuan utamanya untuk berobat mata dan juga ketemu cucu cucu tersayang. Diabetes membuat eyang susah beraktivitas dan juga menurun fungsi penglihatannya. Saat di Klaten, pergi ke Rumah Sakit tanpa didampingi anaknya menjadi sangat melelahkan buat beliau apalagi sesudah bapak dipanggil menghadap kanjeng Gusti.Terlebih saat keponakan yang selama ini rajin membantu dan mengantar juga pindah ke Jakarta.

Insulin cadangan yang dibawa dari Klaten kemarin sore habis. Saat ibu memberitahukan keaku tadi pagi aku sempat tanya ke beliau berapa harga insulin yang biasa dipakainya.

"Gratis Le, rumah sakitnya ngasih gratis karena ditanggung sama Askes*"

"Ya sudah bu, nanti malam pulang dari kantor aku tak mampir ke apotik beli insulin, gak usah minta dari rumah sakit negeri dan pakai Askes" kataku kemarin sore dengan percaya diri tinggi untuk mampu membelikan insulin tanpa harus menggunakan Askes. Lha berobat laser mata ke eye center aja mampu membiayai kok masak beli insulin musti pakai Askes, desisku dalam hati setengah sombong.

"Novomix flexpen jarum dan uang lain totalnya 2,2 jt pak!" si mbak apoter menjawab pertanyaanku saat aku bertanya berapa harga insulin yang dibutuhkan ibu.

"What the hell is it" teriakku dalam hati tentunya. "Makasih mbak, coba saya cek dulu ke ibu saya. Nanti saya telepon kesini kalau mau beli" kataku bergegas pulang. Aje gile...., kalau sampai 2,2 juta mending pergi ke Puskesmas minta rujukan dan berobat ke RS Negri dan dapat insulin gratis menggunakan Askes.

***

Pagi ini, ibu, istriku, Thesa dan aku pergi ke Puskesmas untuk mendapatkan surat rujukan sebagai syarat berobat dengan tanggungan Askes. Lokasi Puskesmas sudah diintip dari Google Map dan letaknya di dekat kantor kecamatan Serpong. Dari BSD ke arah Puspitek dan kemudian belok kanan dan posisinya disebelah kanan jalan.

Kami datang agak siang, malah menjadi berkah karena Puskesmas sudah sepi (atau memang sepi?). Eyang dan Thesa kami tinggalkan di mobil sementara aku dan istriku yang akan mengurus surat rujukan. Puskesmas ini memang agak aneh, loketnya sempit dan rendah. Kami tidak tahu alasannya kenapa kok loket pendaftaran dibuat sempit dan harus membungkukkan badan untuk melihat mahluk apa gerangan yang ada didalam loket.

"Pagi bu"

Hampir berbarengan aku dan istriku memberikan salam kepada dua orang ibu-ibu setengah baya yang tampak dari lubang loket. Baju coklat khas PNS, dengan jilbab warna putih menutup kepala mereka dan badan besar kelebihan gizi.

"Perlu apa?" kata ibu yang disebelah kanan dengan ketus. Weladalah, kalau ngak salah PNS dan puskesmas itu pelayan masyarakat kok galak ya? Sudah ngomongnya ngak bersahabat masih ditambah dengan muka ditekuk. Mungkin kami berdua dianggap mahluk pengganggu keasyikan mereka merumpi.

"Ini bu, kami minta surat rujukan untuk berobat ke rumah sakit" kata istriku sambil menyerahkan kartu Askes ibu.

"Ada kartu biru ngak?"

"Kartu biru apa ya bu?"

"Kalau ngak ada kartu biru ngak bisa minta surat rujukan disini"

"Tunggu sebentar, coba saya tanyakan ke ibu saya dulu", kataku menyela pembicaraan antara sang ibu penjaga loket pendaftaran puskesmas dengan istriku yang suhunya aku rasakan meningkat tajam. Dengan bergegas aku kembali ke mobil untuk bertanya ke ibu yang menunggu dengan Thesa disana.

"Ma, ngak perlu pakai kartu biru. Kata ibu, di Klaten, di Bandung atau di Blora cukup dengan menggunakan Kartu Askes!" kataku agak heran karena dari raut muka istriku kelihatannya urusan pendaftaran sudah selesai.

"Sudah beres........"

"Apanya yang sudah beres ma? ibu ngak punya kartu biru katanya".

"Kamu kayak ngak tahu aja pa, waktu papa pergi ke mobil tadi, aku pura-pura tanya ke dia biayanya berapa? dan dia minta 3 rb. Ya udah aku kasih aja 3 ribu dan urusan beres!".

"Kata ibu selama ini kalau minta surut rujukan ngak perlu bayar sama sekali lho" kataku heran.

"Yailah pa........namanya Markus** kan ada dimana2, termasuk di Puskesmas ini. Yang penting mintanya ngak 3 juta biarin aja pa".

***

"Pa, minta uang buat bayar parkir!" mama Thesa sang sopir menodongkan tangannya ke aku saat kami keluar dari basement Teraskota usai makan sore disana.

"Ngak ada uang receh nih, pakai duitmu dong"

"Aku juga ngak ada, uang berapa aja deh....buruan"

Akhirnya aku berikan uang biru dengan tulisan 50.000 untuk bayar parkir 3500. Sesudah menerima kembalian dari petugas parkir dengan santai mama Thesa memasukkan uang kembalian kedalam dompetnya.

"Lho, kok masuk kedompetmu?" kataku heran.

"Alah.............segitu doang!" jawabnya kalem tanpa menoleh.

"Waaah, Markusnya emang dekat nih....bankan jadi teman tidur tiap malam!" desisku mati kutu.

BSD City,
17 April 2010
EU 4 U
Selalu berpengharapan Indonesia menjadi lebih baik!

Tidak ada komentar: