30 Maret 2010
Satpam or Kopassus?
Memilih untuk berani (dan sering) mengambil kesempatan dan peluang yang ditawarkan perusahaan lain menimbulkan banyak konsekuensi. Semua berubah! gaya berbusana karyawan pabrik semen dengan gaya berbusana karyawan perusahaan Telco jelas beda. Kalau pakaian kebesaran cukup dengan jins dan lengan pendek sekarang musti celana kain plus baju lengan panjang. Rute kerja juga beda, termasuk lawan2 yang dihadapi dijalan juga beda seperti Angkot, Bis, Ojek, tikungan dan lubang jalan yang jelas beda dari sebelumnya. Ruangan kerja dan bau yang menguap diatasnya jelas juga beda termasuk juga musti beradaptasi dengan bau khas orang2 yang ada di ruangan itu. Business process, Value dan Culture perusahaan jelas juga berbeda sehingga menuntut kita untuk segera beradaptasi.
Diatas semua itu yang paling ditunggu2 dengan harap harap cemas adalah profile anak buah (team) yang akan bergabung! Seratus satu pertanyaan seperti bisakah team ini kompak dan menghasilkan sinergi mengaung tiada henti di ruang pojok pikiran. Minggu pertama diskusi dan coaching untuk mendapatkan pemahaman yang sama tentang visi dan profile pribadi selesai dilakukan. Gambaran kasar tentang siapa mereka dan posisi di struktur yang baru telah berhasil didapatkan. Saatnya untuk mencari input dan feedback dari pihak ketiga diluar Learning & Development Div (LD).
"Mas Tomi, wooow...........visi, goal dan target kerja Anda untuk LD luar biasa bagusnya", pak Ari Div. Head operation berdesis sambil menyandarkan badannya di sofa. Aku baru saja selesai diskusi dan sounding program kerja LD kepada dirinya. Ari merupakan salah satu stakeholder utama LD sebab team Ari jumlahnya ratusan dan merupakan salah satu core bisnis perusahaan kami. Aku tersenyum sambil menunggu lanjutan kalimat menggantung diatas. Hening sejenak, "makasih pak Ari, saya butuh masukan dari sampeyan sebagai user dari service LD". "Mas Tomi yakin bahwa tim Anda mampu membantu Anda untuk mengeksekusi program kerja ini?". Terbayang dimataku wajah 10 orang tim LD, terbayang juga tawaran yang diberikan oleh atasan untuk cuci gudang tim LD kalau dibutuhkan. "Maksud pak Ari bagaimana pak?" tanyaku sambil meyakinkan arah pembicaraanya. "Kalau saya lihat yang dibutuhkan mas Tomi agar program kerja di dapat terealisasi adalah tim dengan kelas Kopassus!", sunyi kembali menguasai ruangan. "Sementara yang mas Tomi miliki sekarang adalah sekumpulan satpam komplek perumahan!".
Hari selasa siang di weekly meeting pertama LD. "Teman-teman, apakah kalian siap belajar dan bekerja keras bersama-sama dengan saya untuk mencapai visi dan program kerja LD?". Mulut mereka serempak bilang siap, namun yang meyakinkan bukanlah apa yang keluar dari mulut mereka namun mata berbinar penuh harap dan semangat untuk belajar dan mengejar mimpi baru LD. Kemauan dan semangat belajar para "satpam" cukup bagiku untuk menolak tawaran cuci gudang.
Waktu 2 tahun berlalu secepat panah Pasopati yang ditembakkan Raden Arjuna. Bekal kemauan dan semangat belajar menghasilkan "deliverable" yang luar biasa. E-Performance Management, Leadership Program, Public Training, CBHR, Coaching Culture, Induction dan banyak project Business Partner dapat dikerjakan dan mendapatkan pujian dari banyak kalangan termasuk management dan karyawan2 yang lain. Bahkan banyak program yang dijadikan benchmark bagi perusahaan lain di group.
Pagi itu setelah sekian lama aku baru ketemu lagi dengan Ari, Division Head Operation. "Mas Ari pa kabarnya?" sapaku sambil mengulurkan tangan. "Baik mas Tomi. Wah LD hebat mas!" kata Ari sambil tersenyum. "Itu atas bantuan dan dukungan karyawan lain termasuk divisi mas Ari" kataku dengan nada bangga yang tidak bisa disembunyikan. "Mas Tomi ingat kata saya 2 tahun lalu tentang team Anda?" Ari balik bertanya. "Yang mana ya mas?" aku sedikit bingung dengan pertanyaan Ari. "Itu lho, tentang tim Anda yang saya bilang sekelas satpam sementara Anda butuh Kopassus!". "Hmmm iya, saya ingat mas" keningku agak berkerut. "Terus terang mas Tomi, saya mau meralat ucapan itu. Tim Anda bukan satpam tapi juga bukan Kopassus", jeda sejenak yang menjengkelkanku. "Tim anda adalah Densus 88! sekali lagi selamat dan sukses selalu untuk LD!".
BSD City 30 Maret 2010.
Special Dedication:
Eko Utomo untuk LD Team
Melepas KEMARIN, Mencumbu KINI dan Merindu ESOK
O Allahku, jenguklah diriku,
Ujilah hati dan pikiranku.
Aku telah berdosa dan cemar,
Sucikan dan jadikanku benar.
Ya Tuhanku, hidupku t’rimalah,
Kasih yang murni, o curahkanlah.
Taklukkanlah dendam dan nafsuku,
Tinggallah ‘Kau tetap di hatiku.
(Nyanyian Kidung Baru - NKB 13)
Klinik bersalin Persit Klaten akhir Maret 1973
Ibu muda itu memandang bayinya yang merah. Kata orang tua, kalau bayinya warna merah besarnya nanti kulitnya hitam. Biar saja merah, yang penting aku melahirkan anak laki2! soraknya dalam hati. Aku akan tunjukkan ke bapak ibu mertua bahwa menantunya yang paling muda, menantu ke-9 ini mampu memberikan cucu yang sehat ke mereka, cucu yang kesekian kali buat mereka saking banyaknya. "Pak, kok ada toh besar di tangan to? tanyanya ke sang suami yang duduk di kursi sambil mengelus tangan kiri bayi. "Ngak papa, itu artinya akan jadi anak pinter dan hebat kalau sudah besar" mimpi & doa bapak sang bayi.
Tanjung Karang Lampung 1976
Rumah kayu ditengah kebon kopi itu sunyi, hanya desiran angin diantara daun kopi yang melagukan lirih dan sakit penghuni ke tetangga nun jauh ratusan langkah di Timur yang terlanjur lelap di bekap mimpi. Lampu minyak di tiang rumah berkedip pelan memainkan bayang gelap 4 manusia didalam bilik yang redup dan dingin. Anak laki dengan toh hitam besar ditangan kiri memandang heran mengapa ibunya menangisi bapaknya yang berbaring diatas dipan. Adik bayinya tidur nyenyak diujung amben lain diruangan yang sama, lelap tak terbangunkan sesudah mengisap puas susu ibu. "Aduuuh buk......kakiku sakit, mungkin patah" erang laki2 muda diatas dipan. Wajahnya lebam berdarah, darah yang sama menetes dari kakinya yang patah. Laki2 muda itu tidak mampu mengelak dan melawan pukulan dan tendangan bertubi2 yang merusak tubuhnya yang kecil. "Bapak............biar habis uang dan barang kita ngak papa, yang penting kita selamat. Rampoknya sudah pergi semua!". Dan anak laki dengan toh hitam ditangan kiri itu hanya bisa memandang tidak mengerti saat tangan sang ibu mendekapnya erat. Moment itu jadi mimpi buruk yang ingin dia buang di tengah kebon kopi yang gelap.
Songgorunggi Sukoharjo Jateng 1980
Jalan raya Solo - Wonogiri itu sepi, mobil terakhir lewat 10 menit yang lalu. Musim kering membuat semua terasa panas dan terik. Dan siang itu waktu seperti berhenti dan malas untuk berdetak kembali. Diujung jalan, anak laki dengan toh hitam ditangan kiri berjalan sendiri. Menyusuri jalan kembali dari sekolahnya. Sepatu karet butut, tas kain yang sudah berlubang di ujung dan baju sekolah yang sudah perlu diganti menempel ditubuhnya yang kecil. Sorot matanya cerah, secerah terik mentari yang membakar kulitnya yang memang sudah hitam. Sesudah menimba dan minum air sumur dipinggir jalan ia kembali melangkahkan kaki kecilnya. "Teeeeeeeeet" bunyi kendaraan antar kota membuatnya menepi dan berhenti. Diamatinya sosok minibus itu lewat di depannya. "Sssssssssssst bruuuk" sesuatu jatuh dilemparkan dari minibus hampir mengenai kepalanya. Dengan bergegas anak laki kecil itu mengambil barang yang dilempar. Senyum manis tersungging dari bibirnya. "Lumayan.........kripik tempe, ibu pasti suka, " dan kaki kecilnya melanjutkan menapak jalan yang telah sepi kembali. Setiap hari dia berharap dan bermimpi bahwa ada bungkusan yang terlempar dari kendaraan yang lewat saat dia pulang sekolah.
Blora Jateng 1983
Ruangan tengah dirumah kayu itu ramai, ramai karena bunyi TV hitam putih di tengah ruangan dan juga ramai oleh ketawa dan cekikikan anak2 yang memandang sesosok tubuh yang terikat ditiang ditengah ruang. Anak laki dengan toh hitam ditangan itu sedang menjalani hukuman. Siang tadi, bapak tahu bahwa ia mandi dan bermain batang pisang di sungai yang sedang banjir! dan itu untuk yang sekian kalinya. Merah kuping dan biru paha yang kena jewer dan cetot tidak mampu menghentikan kesukaanya mandi disungai, terlebih yang sedang banjir. Bapak berfikir mengikatnya di tiang rumah dan disaksikan oleh banyak orang akan membuatnya jera. Dan anak laki dengan toh hitam ditangan bermimpi untuk bisa memilki aji panglimunan agar tidak tampak oleh mereka yang sedang menertawainya.
Blora 1988
"Aku mau sekolah di Klaten! kalau tetap SMA disini ngak ada saingan". Anak laki dengan toh hitam ditangan kiri itu berbicara keras dan tegas. Diseberang meja duduk bapak ibunya mendengarkan dia berbicara. Diatas meja tergeletak NEM dengan nilai total 50 serta tulisan penghargaan sebagai juara umum SMPN I Blora. "Bapak dan Ibu kan dengar tadi aku pidato di perpisahan sekolah, bahwa anak negeri ini harus menggantung mimpi setinggi langit! biar aku tinggal dengan embah disana dan kalau liburan baru pulang ke Blora!" dan pembicaraan berakhir.
Klaten 1991
Emper kelas 3A11 itu ramai oleh mereka yang sedang beristirahat. Anak laki dengan toh hitam ditangan kiri berada diantara teman2 sekelasnya. Mereka sedang saling menginterogasi tentang apa dan kemana mereka mau pergi melanjutkan sekolah. "Aku ngak ikut PMDK, aku mau UMPTN ke ITB! kalau mau sekolah jangan tanggung-tanggung" katanya tegas. "Kita harus berani menggantung mimpi setinggi mungkin!". Dan teman2 anak laki dengan toh di tangani kiri hanya diam dan bengong akan percaya diri anak laki itu. Semester 5 kemarin dia terlempar dari 10 besar dikelas dan tetap ngotot mau berangkat ke ITB sementara yang 5 besar tidak berani mengambil resiko utk menggantung mimpi.
Bandung 1991
"Selamat datang putra putri terbaik bangsa!" spanduk itu bergerak naik turun ditiup angin diatas gerbang kampus. Anak laki dengan toh hitam berdiri tegak dibawahnya. "Gila........memang megalomonia kompleks kampus ini" desisnya dalam hati sambil tersenyum dan melangkahkan kami memasuki gerbang. Sejuk angin kota yang dijuluki Paris Van Java menembus jaket yang melapisi badannya. Dari arah sebrang 2 orang mahasiswa mojang priangan nu geulis naik angkot warna biru meninggalkan anak laki dengan toh hitam yang makin dalam ditelan rimbun pohon dan hilang diselasar gedung kuliah kuno. Mimpinya tentang kota yang indah, sekolah yang tangguh dan gadis2 yang segar mewujud.
Papua 2006
"Kriiiiiing" bunyi memaksanya untuk menepi. Punggung gunung JayaWijaya tidak bisa dan tidak diperbolehkan untuk diajak bermain-main. Landcruiser nomer lambung 220 segera menepi dan laki2 dengan toh hitam di tangan kiri itu mengangkat teleponnya, "Mas..........perusahaanku
Serpong 2010
Laki2 dengan toh ditangan kiri menengok ke tempat tidur. Suara nafas anak laki hitam kecil diatas tempat tidur menghentikan aktivitasnya. Senyum manis dimuka anak laki kecil itu luarbiasa, senyum manis yang hanya dimilki oleh mereka yang dikaruniai kulit hitam!. Suara Dewa dari speaker active tidak mampu mengganggu anak laki kecil hitam itu, tidurnya berlanjut dengan senyum yang tetap menempel dibibir. Pasti dia sedang membangun mimpi. Dan laki2 dengan toh hitam kembali asyik menulis, menulis mimpi yang lain tentang masa depan...........saat dia mulai rebah dan membawa mimpinya ke alam mimpi terngiang lagu diminggu pagi: O Allahku, jenguklah diriku, Ujilah hati dan pikiranku. Aku telah berdosa dan cemar, Sucikan dan jadikanku benar.
BSD City
Refleksi 37 tahun
EU for U
Permisi.....boleh numpang ke Belakang?
"Maaf mas, boleh numpang ke belakang?" tamu mas Sapta memohon dengan penghayatan. Bagaimana tidak menghayati lho wong mukanya sedikit ditekuk, bibirnya menipis dan mukanya agak sedikit merah padam menahan sesuatu. "Ke belakang mana to mas? kalau kebelakang rumah yang ada ada taman istri saya, tapi kalau yang dimaksud mau ke toilet, pintu biru disamping ruang tamu ini bisa sampeyan pakai" saran mas Sapta sambil melontarkan senyum nakal.
Adegan diatas pasti sering terjadi di dalam fragmen kehidupan rumah tangga banyak orang. Toilet ditempatkan dibagian paling belakang karena dianggap suatu aktivitas yang "menjijikkan" dan harus dilakukan jauh2 dari aktivitas2 lain yang "suci". Back to the past ke kota Aryo Penangsang di Blora tahun 80an, saya masih ingat jumbleng (toilet versi Blora) banyak diletakkan jauuuuuuh di kebun belakang!. Itupun masih ditutupi dengan tanaman tebu disekelilingnya. Dengan demikian istilah ke belakang memang tepat dan cocok konteksnya.
Di milenium baru yang harga tanah selangit tingginya, konsep kebelakang jadi absurb! bagaimana tidak absurb kalau kita beli rumah tipe 21/60 mau diletakkan dimanapun yang namanya toilet pasti ya kelihatan. Kecuali Anda beli tipe 21 4 biji! Rumah2 gedong yang RSS (Rumah Sehat Semlohai) yang ada di cluster cluster perumahan mewah memperlakukan toilet sebagai bagian yang integral (kalkulusnya mana ya?) dengan banyaknya kamar tidur. Toilet dibuat senyaman mungkin. Diletakkan bersanding dengan bathtub & shower yang luas bahkan dikarpetin segala, luas totalnya ngak kalah dengan rumah tipe 21. Sehingga bagi mereka yang mau mandi plus "kebelakang" bisa mat matan sampai jam jaman, mungkin meniru gaya toilet di hotel bintang 5 yang sering mereka singgahi.
"Majalah majalah........buku pa buku!" mama Tesa jondal jondil kayak kuda kepang kepanasan kalau mau ke belakang. Setiap mau ke belakang sibuk banget nyari bahan bacaan untuk menemani aktivitas dia. Ketularan dari suaminya yang sejak puluhan tahun yang lalu selalu menenteng buku, komik, majalah dlsb saat kebelakang. Mama Tesa yang bukan pembaca buku banget ini ternyata bisa diyakinkan bahwa spending sekian menit dibelakang sambil baca sesuatu itu banyak manfaatnya.
Papa Tesa sendiri sangat menikmati ritual kebelakang, ritual yang sangat nikmat yang harus dinikmati bahkan kalau perlu dikuadratkan dengan cara disambil baca buku terbaru. Lumayan itung2 bisa dapat beberapa halaman agar target 1 buku/minggu tercapai.
Kamar tidur dini hari jam 1. "Kenapa pa? kok bolak balik ke toilet terus?" tanya istriku sambil menyipitkan matanya karena silau oleh lampu. "Ngak enak perut nih ma, sudah 4 kali dari sejak tidur tadi...." jawabku sekenanya sambil segera menutup pintu toilet. "Diare ya pa? tadi makan apa" kejar istriku saat aku sudah keluar dari toilet. "Ini sudah dari siang tadi di kantor, kayaknya gara2 pagi tadi makan sambel buatan si mbak deh" jawabku sambil mencoba tidur dan mengejar mimpi yang berkali kali terpotong.
Kamar tidur dini hari jam 2. Perut nan mules ini tidak mau kompromi dan lebih teratur dari jadwal KRL. Setiap jam sekali datang, dengan malas-malasan aku segera beranjak dari tempat tidur menuju ke belakang. "Pa......jangan lupa bawa bukunya ya.., papa mesti terimakasih sama si mbak karena berhasil membuat papa jadi lebih rajin belajar!".
Subuh di BSD City
27 Maret 2010
EU for U
Kutu Loncat or Loncat ala Kutu? (Johari Window - UNKNOWN area)
Karawaci Akhir 2009. "Pak Boy, dari saya cukup sekian. Sekarang giliran Anda untuk mengajukan pertanyaan" kata Tomi sambil tersenyum kepada Boy sang interviewee yang duduk manis didepannya. Siang itu Tomi sedang melakukan wawancara kepada salah satu kandidat yang melamar posisi Trainer di divisi yang dia pimpim. "Maaf pak Tomi, pertanyaan saya ini mungkin tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan yang sedang saya lamar". "Ngak papa mas Boy, silahkan aja" jawab Tomi sambil tetap tersenyum. "Pak Tomi, saya sempat browsing profile bapak di Internet, dan saya lihat bapak ini suka pindah-pindah pekerjaan dan perusahaan. Motivasi bapak melakukan hal tersebut apa pak?". Senyum kekaguman Tomi akan kerajinan interviewee mencari data calon boss seketika berganti dengan ketawa terbahak-bahak mendengarkan pertanyaan oot (out of topic) itu. "Mas Boy, posisi kita sekarang jadi terbalik nih. Sampeyan jadi interviewer dan saya yang dinterview" jawab Tomi sambil menegakkan badan.
Sumedang, tengah tahun 1997. Pasar Tanjungsari Sumedang sungguh ramai, selaiknya pasar tradisional maka setiap gang yang ada di labirin pasar tumpah ruah dengan manusia yang sedang sibuk mengejar kebutuhannya. Bau pesing got yang jarang dibersihkan bercampur dengan bau kecut ketek mereka yang sedang memeras keringat mencari nafkah berkolaborasi dengan bau ikan asing yang menyengat hidung. Dipojok pasar, di kios beras seorang anak muda dengan baju rapi jali, lengan panjang celana kain warna gelap dan sepatu fantovel tanpa menghiraukan butiran keringat di sudut dahinya dan bau kecut yang menguasai udara asik berbincang dengan pemilik kios beras. "Pak Tisna, proposal kredit bapak senilai 50 jt sudah disetujui pak. Menurut evaluasi kami bapak layak untuk mendapatkan kredit ini karena akan membantu bisnis bapak semakin berkembang. Pak Tisna datang saja hari selasa besok jam 10 pagi untuk akad kredit. Selamat ya pak" Tomi mengakhiri perbincangan sambil mengulurkan tangan mengucapkan selamat kepada client pertamanya, pak Tisna pedagang beras pasar Tanjungsari. Tanpa sadar senyum puas tersemat terus di wajahnya, bekerja di salah satu bank swasta terbesar di Indonesia ternyata menyenangkan apalagi bisa membantu orang lain. Hmmm mungkin ini adalah pekerjaan yang memang sesuai dengan jatidirinya.
Bontang Kaltim, tengah tahun 1999. Tomi berdiri dibawah pohon disebuah bukit kecil. Daun warna hijau tersaput kelabu kerjaan debu jalan dan abu batubara masih cukup mampu menolak terik matahari ditengah tambang batubara yang panas ini. Di kejauhan, hiruk pikuk lalu lalang truk berbodi tambun seberat 150 ton mengangkut overburden (tanah penutup) batubara berjalan tiada henti. "Li, kalau kita bisa potong bukit kecil disebelah sana, jarak angkut akan turun 40%. Memang sih akan ada biaya tambahan untuk mengerjakan pemotongan bukit, tapi aku yakin bisa kita kompensasikan dengan jarak angkut yang 40% lebih pendek. Bagaimana pendapatmu?" kata Tomi kepada Romli Mine Plan Engineer yang berdiri disebelahnya. "Hmmm kayaknya bisa dicoba deh Tom, tar aku cek di drawing untuk melihat kemungkinan itu" Romli menyetujui pendapat Tomi. "Hmmm kerja jadi Project Control Engineer ternyata menyenangkan juga, mengasah kemampuan analisa dan membantu perusahaan jadi efisien. mungkin pekerjaan ini memang cocok untuk diriku" gumam Tomi dalam hati.
Tembagapura, awal tahun 2001."Tom, thanks for Gantt Chart DOZ (Deep Ore Zone). it's pretty clear and helping us to do our jobs" Bule Kanada itu mengulurkan tangan sambil tersenyum kepada Tomi. Mereka baru saja meeting koordinasi Mine Development Plan. Tomi tersenyum cerah membalas uluran tangan si Bule Kanada. Tidak sia2 selama sebulan dia mati-matian belajar software Mine Work Planner (MWP) seharga 200 jt. Pekerjaan yang butuh lembur kalau dikerjaan orang lain sekarang ini jam 2 siang sudah dia selesaikan dengan baik.
Cibinong 2006. "Mas Tomi, wah ternyata Coaching dengan sampeyan enak banget ya. Selama ini saya bayangkan kalau yang namanya coaching itu menyeramkan dan formil. Ternyata kok menyenangkan dan saya banyak mendapat ide dan solusi" kata Jono supervisor maintenance. "Minggu depan saya ketemu mas Tomi lagi ya, sambil diskusi hasil eksekusi dari action plan ini" Jono beranjak dari kantor Tomi di pojok bangunan di tengah pabrik semen. Selepas kepergian Jono, Tomi merasakan perasaan sukacita bahwa pekerjaan sebagai Master Coach ternyata sungguh menyenangkan. Bisa membantu orang lain untuk bertumbuh dan membantu mereka menemukan solusi bagi diri mereka pribadi.
Puncak 2008. "Pak Tomi, konsep Johari Window ini sangat menarik bagi saya. Saya sudah dapat mengerti bahwa sebagai pemimpin saya harus memperbesar jendela OPEN. Saya juga mengerti kalau ingin memperkecil jendela HIDDEN saya harus banyak mengungkapkan diri dan pikiran saya keorang lain. Sementara untuk memperkecil jendela BLINDSPOT saya harus banyak meminta feedback dari orang2 disekeliling saya khususnya atasan dan bawahan. Nah yang saya belum tahu bagaimana caranya kita memperkecil jendela UNKNOWN? bukankah jendela ini terbentuk karena kita tidak tahu dan orang lain juga tidak tahu?" Budi, manajer teknik dengan penuh semangat bertanya di sesi Leadership Development Program (LDP) yang diselenggarakan oleh perusahaan untuk para manager itu. "Pak Budi, makanan favorite sampeyan apa?" Tomi balik bertanya. Budi yang ditanya keheranan, lha dia bertanya tentang Johari Window kok malah ditanya balik tentang makanan kesukaan. Apa pak Tomi sudah konslet atau gimana ya? pikir Budi. Namun berhubung Tomi adalah facilitator maka dengan muka bingung dia menjawab "Tomyam pak Tomi". "Tomyam masakah Thailand? berhubung sampeyan orang Indonesia pasti sampeyan tidak dari kecil makan Tomyam kan? nah, apa yang terjadi waktu pertamakali makan Tomyam?" Tomi melanjutkan pertanyaaya. "Sekitar 5 tahun yang lalu saya makan bareng sama teman, dia pesan Tomyam. Dan karena tertarik sama baunya saya mencobanya, sejak saat itu Tomyam menjadi makanan favorite saya". "Nah, pada saat itu artinya pak Budi tidak tahu bagaimana rasanya Tomyam dan orang lain juga tidak tahu pak Budi suka atau tidak dengan Tomyam, langkah apa yang dilakukan sampeyan tadi pak?" Tomi memancing lebih lanjut dengan pertanyaan. "Saya mencobanya pak?". "Great, jawaban ini adalah jawaban dari pertanyaan Anda tentang bagaimana area UNKNOWN bisa kita perkecil, mencoba hal baru!".
Karawaci Akhir 2009. "Mas Boy ada satu prinsip yang saya pegang, bunyinya begini -Do what you LIKE and LIKE what you do-, nah sepanjang karir saya yang loncat2 seperti kutu itu adalah karena saya mencoba mencari dan bereksplorasi tentang area apa yang sebenarnya paling saya sukai dan cocok untuk diri saya, tentu saja dengan tetap berusaha gaji dan karir tetep naik" jawab Tomi kepada Boy. "Pak Tomi sudah cukup lama di Human Resource kan? kalau ngak salah sudah 9 tahun, apa bapak sudah menemukan yang bapak sukai" Boy sang interviewee berubah menjadi interviewer yang tajam. "Yup, saya sudah menemukan bidang pekerjaan yang saya sukai", jawab Tomi. "Terimakasih untuk kedatangan pak Boy, informasi selanjutnya akan diberikan oleh pihak recruitment".
BSD Awal 2010. "Pak Tomi, posisi senior manager Business Development ini merupakan posisi yang bagus sekali pak, dan kami tawarkan up 30% dari paket bapak saat ini. Saya tahu bahwa pekerjaan ini berbeda dengan pekerjaan bapak saat ini, tapi saya yakin dengan melihat profil bapak termasuk hasil interview Anda cocok untuk posisi ini. Bagaimana pak Tomi, Anda bersedia join?", Head Hunter yang duduk di sudut Starbuck itu memandang Tomi tajam. Dikepala Tomi berkelebat jendela ke 4 Johari Window, UNKNOWN area! apakah mau dieksplorasi (lagi)?.
Sabtu pagi BSD City
20 Maret 2010
EU 4 U
Sssssssssssssst mulutmu bauuu tauk! (feedback for personal improvement)
Minggu pagi di GKI MY Bandung. Berhubung sekolah minggu (SM) Tesa dan Jason adanya hanya di jam 7.30 maka setiap kali pulang Bandung, pada hari minggu pagi kami semua sudah cantik dan ganteng di jam 6.30 untuk segera berangkat mengantar anak2 SM dan juga sekalian kebaktian. Bangun dan mandi pagi di pinggang gunung Manglayang sungguh segar (dingin banget sebenarnya he he he) dan segera menghilangkan hawa kantuk dan mimpi indah malam sebelumnya. Dan berhubung harus segera berangkat agar tidak terlambat maka jatah makan pagi hanya khusus untu krucil, sementara untuk ortunya makan pagi dirangkap menjadi brunch (breakfast & lunch) sesudah kebaktian selesai.
Pagi ini pemilihan kidung pujian sungguh oke, lagu2nya progresif dan enak dinyanyikan. Disudut ruangan pianis dan 2 orang pemandu pujian sangat profesional dalam memandu pujian sehingga penyanyi amatir seperti aku segera sadar kalau nyanyinya sedang lari lari sendiri atau pitching yang salah tembak. "Kesukaan yang ceria hanya ada padaMu....." saat sedang asik menyanyi tiba-tiba tangan merasakan cubitan cewek cantik disebelah kanan. Sambil tetap meneruskan kidung pujian aku lirik cewek yang sudah berani-beraninya mencubit sembarangan itu. Rupanya cewek itu tahu kalau aku sedang kesal karena cubitannya, sambil tetap menyanyi dia malah memberikan kode dengan meletakkan tangan menutup mulutnya.
Saat pujian sudah selesai dan kami duduk kembali, dengan penasaran aku tanya ke dia "ada apa sih?", cewek itu malah merapatkan tubuhnya lebih dekat dan sambil berbisik pelan ditelinga dia bilang "ssssst mulutmu bau tauk!". "Masak sih?" kataku keheranan. Dengan spirit penasaran aku taruh telapak tangan kiri ke depan mulut dan menghembuskan nafas untuk mencoba membaui sendiri apakah memang nafasku bau. "Ngawur ah, ngak bau kok!" bisikku ke cewek cantik disebelah kanan dengan sedikit kesal. "Ya iya lah, jelas aja kamu ngak akan membaui sendiri, lha wong kentutmu sendiri kamu bilang harum" kata cewek tadi dengan nada kurang ajar. "Ngak ada!" kataku mempertahankan diri. "Kalau mulutku memang bau, ini disebabkan oleh kamu yang tidak menyediakan makan pagi ma!" kataku dengan spirit malu namun tetap mencoba membela diri.
"Pak Eko, kalau memang area Blind Spot* harus kita perkecil apa yang harus kita lakukan pak?" tanya salah seorang peserta workshop dengan penuh semangat. "Kalau menurut Anda sendiri apa yang bisa kita lakukan?" tanyaku balik mencoba untuk melibatkan yang bersangkutan dalam menjawab pertanyaan. "Memberikan feedback kepada yang bersangkutan pak!" jawabnya dengan cepat. "Great, jawaban sampeyan tepat sekali. Dengan memberikan feedback kepada orang lain maka kita membantu untuk menghilangkan Blind Spot dan membantu dia tumbuh". "Lha, kalau kita tidak mendapat atau hanya sedikit mendapatkan feedback, apa yang harus kita lakukan agar kita tetap bisa bertumbuh menjadi lebih baik?" lanjutku. Kelas hening............"apa yang harus kita lakukan" aku mengulang pertanyaan dan kembali kelas hening, semuat mata terlihat berfikir keras untuk mencari jawaban. "Kita secara proaktif minta feedback ke orang lain pak!" seorang peserta yang masih muda dengan wajah yang malu-malu memberikan jawaban. "Bener 110% mas Paijo" kataku memberikan afirmasi.
Jam 10 pagi di warung koperasi di ruko depan kantor. Didepanku duduk seorang anggota team Learning & Development (LD). "Sis, tak terasa sudah lebih dari setahun saya bekerja di perusahaan ini. Nah seperti biasa setiap 4 bulan sekali saya butuh masukan dari kalian tentang saya. Apa yang kamu tidak suka atau cara mempimpin saya yang mungkin harus diperbaikan di LD" kataku kepada Siska salah seorang supervisor LD. "Hmmmm apa ya pak? kayaknya semua yang dilakukan pak Eko di LD baik-baik aja, bahkan kita semua merasa bapak sangat membantu sekali dalam perkembangan kita secara pribadi maupun secara organisasi" jawab Siska. "Masak ngak ada Sis, 4 bulan yang lalu kamu menjawab hal yang sama. Ayo.......demi perbaikan diriku dan kebaikan LD, pikirkan satu hal, feedback tentang saya yang akan membuat kita lebih baik lagi!" desakku kepada Siska. "Hmmm apa ya, bingung saya pak, kayaknya semua baik deh" kali ini sambil berkata Siska berfikir keras sampai2 kedua alisnya bertemu.
"Hmm apa ya?" Siska masih mencari dan aku sabar menanti. "Ada pak!" teriak Siska gembira. "Good, akhirnya ada juga feedback for improvement" kataku senang campur deg-degan mau mendengar feedback yang diberikan. "Coba katakan Sis" kataku tidak sabar. 'Gini pak, menurut saya dan juga beberapa teman, pak Eko tuh orangnya baik dan sangat profesional dalam bekerja. Cuma dalam bergaul kita merasa pak Eko sedikit gimana gitu" terang Siska. "Gimana gitu tuh maksudnya apa Sis" desakku. "Kita merasa pak Eko dalam bergaul agak sedikit Jaim (Jaga Image) pak!.
BSD City, 18 March 2010
Hari raya Nyepi yang ramai oleh teriakan Jason
EU for U
*Note: Tentang Johari Window & Blind Spot
Salah satu topik yang paling menarik dalam workshop kepemimpinan adalah materi tentang Johari Window. Eiiiit jangan berpikir terlalu jauh dulu, Johari Window bukan jendelanya pak Johari Tisna dari Subang. Johari Window merupakan jendela temuan dari pak Joe (Joseph Luft) dan pak Harry (Harry Ingham) yang menggambarkan bagaimana pemahaman diri dari sudut pandang diri sendiri dan orang lain.
Dari 4 jendela yang ada, maka jendela BLINDSPOT adalah yang paling menarik didiskusikan. Blindspot berarti: orang lain melihat sesuatu pada diri kita sedangkan kita sendiri malah tidak melihatnya
12 Maret 2010
Episode Kehidupan - Fragment Kematian
Suara mercon dan kembang api yang ditingkahi klakson itu begitu keras menghentak, menggaung dan menjajah udara malam tahun baru 2009. Bunyi bersuitan dan gelegar besar menyerbu saat percikan api yang menyebar membentuk bola api raksasa diatas angkasa bertalu-talu tanpa henti. Namun sunyi dan senyap menguasai pojok kamar yang dingin dan beku di lantai 3 RS Bethesda. Tiga orang luruh dalam lamunan dan tersesat di gelapnya lembah ketakutan dan kegelisahan. Semuanya tepekur, semuanya diam dan semuanya menangis dalam kesunyian hati. Diatas tempat tidur, sesosok tubuh yang kurus kering, tulang dahi yang menonjol dan tangan bersilang yang hanya dilapis kulit tipis itu bergerak naik turun diatas perut yang buncit dan hitam. Hatinya yang rusak tidak mampu lagi memproses metabolisme tubuh seperti seharusnya. Cairan tubuh memenuhi rongga perut laksana penderita busung lapar di tengah gurun Afrika.
"Bu.....aku wis ra kuwat" suara lirih dari bibir yang kering hitam dan tipis laksana bunyi mercon yang jatuh tepat didepan muka kami bertiga, mengalahkan kerasnya pesta kembang api di bundaran UGM disudut rumah sakit. "Paaaak, dikuat kuatke pak, ojo tinggalke aku dewe hu hu hu hu", ibuku yang renta dimakan penyakit gula menahun itu kembali harus menguras air mata dari sumur hatinya yang sudah kering kerontang. "Aku.....njaluk pamit" mata sayu itu sekejap bersinar dan tangganya bergerak pelan turun dari bulatan perut mencoba meraih kepala istrinya. "Ojoooo pak" ibuku menciumi tangan kisut itu dengan penuh cinta kasih. "Pak-e, apa bapak tega ninggalin aku sendiri. Selama ini 37 tahun kita bersama....jangan pak, aku sayang sama bapak. Kemanapun bapak pergi aku ikut. Ingat pak dulu waktu bapak pergi ke tengah hutan di Lampung aku juga ikut, kalau bapak mati aku juga ikut sayangku" dan kemudian sunyi kembali menguasai kamar gelap itu.
Aku lirik jam menunjukkan pukul 12.15 dinihari, diluar suara mercon dan kembang api masih menjajah langit kota Yogya. Disebrang tempat tidur, aku dan istriku hanya bisa duduk diam melihat pertunjukkan cinta yang luarbiasa ini. Mataku basah dan berat seberat hatiku yang berteriak "apa yang sudah kamu persembahkan untuk tubuh renta ini?, sudahkah kau buat dia bahagia akan engkau!". Jeritan hati membuatku makin pilu, meringkuk dan mengalirkan airmata penyesalan. Dengan bibir gemetar dan suara parau aku bergumam kecil "pak, kita berdoa ya. Mohon kekuatan dari Tuhan agar bapak bisa kuat dan sembuh. Bapak ingin lihat cucu dari adik kan?", pintaku kepada tubuh lunglai yang penuh dengan selang yang menghujam dibadannya.
Dengan perlahan aku pegang tangan istriku untuk kemudian memegang tangan kisut itu dan menggengamnya erat bersama-sama dengan tangan ibuku. "Ya Tuhanku ya Allahku, engkau yang empunya kerajaan surga yang mulia. Terimakasih Tuhan atas semua berkat yang sudah kami nikmati selama ini. Ampunilah kami akan kesalahan yang sudah kami perbuat." Kalimatku berhenti dan digantikan oleh isak tangis yang tak tertahankan. "Tuhan, kami sungguh rindu akan pertolonganmu. Kami sungguh rindu engkau mengulurkan tanganmu untuk menolong bapak kami yang tercinta. Jamahlah dia Tuhan, berikan bapak kekuatan dan kesembuhan". Dan kembali isak tangis menciptakan jeda sunyi. "Tuhan, kami tahu bahwa rencana kami bukan rencanamu. Rencana kami hanyalah rencana manusia yang penuh dengan kelemahan. Kami sadar Tuhan bahwa rencanamulah yang paling sempurna. Berikan pada kami kekuatan Tuhan untuk bisa menerima rencanamu akan kami, karena kami percaya bahwa Engkau tidak akan pernah meninggalkan kami". Dikejauhan suara mercon dan kembang api sayup sayup masih terdengar, klakson mobil dan terompet masih bersahut-sahutan.
"Pa, Eyang dimana?" wajah cantik anakku mengagetkan lamunanku. "Eyang ada di surga sayang......." kataku lirih sambil memeluk dan mencium pipinya. "Ooo eyang di suga ya pa?" katanya lagi memastikan. "Iya" sahutku lirih. "Bu Pamungkas, bapak sekarang bersama-sama dengan Tuhan, bebas dari penderitaan duniawi. Bagi kita orang percaya, kematian bukanlah hal yang menakutkan seperti yang diucapkan oleh Paulus dalam Filipi 1:21 - Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan-". Bapak pendeta tua itu sedang mencoba menguatkan hati kami sekeluarga. Disebelah kiri, ibuku masih terisak-isak sambil menyebutkan nama suaminya. Sayup terdengar lirih pertanyaan yang bergema "pak, kok kamu duluan pak?, harusnya aku yang sakit-sakitan ini yang harus lebih dulu dipanggil".
Siang itu kami mensemayamkan jasad bapak kami yang tercinta di tempat peristirahatan terakhirnya, kuburan tua dipojok desa. Penyakit lever mampu mengalahkan badan bapak yang renta, tapi penyakit tidak sedikitpun mampu menggesar kedudukan bapak di hati kami anak2nya. Bapak memberikan yang terbaik untuk kami, istri dan anak2nya. Selamat jalan bapak......tanganku menabur bunga ke gundukan tanah merah itu untuk yang terakhir kali. "Pa, eyang mana?" sekali lagi Tesa bertanya. Kali ini aku tidak mampu menjawabnya. "Eyang di suga ya pa?" kembali Tesa bertanya, dan aku hanya bisa mengangguk.
BSD City
10 Maret 2010
EU untuk mereka yang sedang berduka.
Special dedication utk bpk & ibu Merak
"Bu.....aku wis ra kuwat" suara lirih dari bibir yang kering hitam dan tipis laksana bunyi mercon yang jatuh tepat didepan muka kami bertiga, mengalahkan kerasnya pesta kembang api di bundaran UGM disudut rumah sakit. "Paaaak, dikuat kuatke pak, ojo tinggalke aku dewe hu hu hu hu", ibuku yang renta dimakan penyakit gula menahun itu kembali harus menguras air mata dari sumur hatinya yang sudah kering kerontang. "Aku.....njaluk pamit" mata sayu itu sekejap bersinar dan tangganya bergerak pelan turun dari bulatan perut mencoba meraih kepala istrinya. "Ojoooo pak" ibuku menciumi tangan kisut itu dengan penuh cinta kasih. "Pak-e, apa bapak tega ninggalin aku sendiri. Selama ini 37 tahun kita bersama....jangan pak, aku sayang sama bapak. Kemanapun bapak pergi aku ikut. Ingat pak dulu waktu bapak pergi ke tengah hutan di Lampung aku juga ikut, kalau bapak mati aku juga ikut sayangku" dan kemudian sunyi kembali menguasai kamar gelap itu.
Aku lirik jam menunjukkan pukul 12.15 dinihari, diluar suara mercon dan kembang api masih menjajah langit kota Yogya. Disebrang tempat tidur, aku dan istriku hanya bisa duduk diam melihat pertunjukkan cinta yang luarbiasa ini. Mataku basah dan berat seberat hatiku yang berteriak "apa yang sudah kamu persembahkan untuk tubuh renta ini?, sudahkah kau buat dia bahagia akan engkau!". Jeritan hati membuatku makin pilu, meringkuk dan mengalirkan airmata penyesalan. Dengan bibir gemetar dan suara parau aku bergumam kecil "pak, kita berdoa ya. Mohon kekuatan dari Tuhan agar bapak bisa kuat dan sembuh. Bapak ingin lihat cucu dari adik kan?", pintaku kepada tubuh lunglai yang penuh dengan selang yang menghujam dibadannya.
Dengan perlahan aku pegang tangan istriku untuk kemudian memegang tangan kisut itu dan menggengamnya erat bersama-sama dengan tangan ibuku. "Ya Tuhanku ya Allahku, engkau yang empunya kerajaan surga yang mulia. Terimakasih Tuhan atas semua berkat yang sudah kami nikmati selama ini. Ampunilah kami akan kesalahan yang sudah kami perbuat." Kalimatku berhenti dan digantikan oleh isak tangis yang tak tertahankan. "Tuhan, kami sungguh rindu akan pertolonganmu. Kami sungguh rindu engkau mengulurkan tanganmu untuk menolong bapak kami yang tercinta. Jamahlah dia Tuhan, berikan bapak kekuatan dan kesembuhan". Dan kembali isak tangis menciptakan jeda sunyi. "Tuhan, kami tahu bahwa rencana kami bukan rencanamu. Rencana kami hanyalah rencana manusia yang penuh dengan kelemahan. Kami sadar Tuhan bahwa rencanamulah yang paling sempurna. Berikan pada kami kekuatan Tuhan untuk bisa menerima rencanamu akan kami, karena kami percaya bahwa Engkau tidak akan pernah meninggalkan kami". Dikejauhan suara mercon dan kembang api sayup sayup masih terdengar, klakson mobil dan terompet masih bersahut-sahutan.
"Pa, Eyang dimana?" wajah cantik anakku mengagetkan lamunanku. "Eyang ada di surga sayang......." kataku lirih sambil memeluk dan mencium pipinya. "Ooo eyang di suga ya pa?" katanya lagi memastikan. "Iya" sahutku lirih. "Bu Pamungkas, bapak sekarang bersama-sama dengan Tuhan, bebas dari penderitaan duniawi. Bagi kita orang percaya, kematian bukanlah hal yang menakutkan seperti yang diucapkan oleh Paulus dalam Filipi 1:21 - Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan-". Bapak pendeta tua itu sedang mencoba menguatkan hati kami sekeluarga. Disebelah kiri, ibuku masih terisak-isak sambil menyebutkan nama suaminya. Sayup terdengar lirih pertanyaan yang bergema "pak, kok kamu duluan pak?, harusnya aku yang sakit-sakitan ini yang harus lebih dulu dipanggil".
Siang itu kami mensemayamkan jasad bapak kami yang tercinta di tempat peristirahatan terakhirnya, kuburan tua dipojok desa. Penyakit lever mampu mengalahkan badan bapak yang renta, tapi penyakit tidak sedikitpun mampu menggesar kedudukan bapak di hati kami anak2nya. Bapak memberikan yang terbaik untuk kami, istri dan anak2nya. Selamat jalan bapak......tanganku menabur bunga ke gundukan tanah merah itu untuk yang terakhir kali. "Pa, eyang mana?" sekali lagi Tesa bertanya. Kali ini aku tidak mampu menjawabnya. "Eyang di suga ya pa?" kembali Tesa bertanya, dan aku hanya bisa mengangguk.
BSD City
10 Maret 2010
EU untuk mereka yang sedang berduka.
Special dedication utk bpk & ibu Merak
Support without removing responsibility (Siapa supirnya?)
Malam jam 8 di teras rumah. Sambil nyruput teh manis yang disajikan, seperti biasa saya dan istri ngobrol tentang kejadian hari itu khususnya yang berkaitan dengan moment2 yang dialami oleh 2 buntut kami di sekolah mereka. Saat kami sedang asyik2nya menceritakan polah tingkah Thesa dan Jason tiba2 mama Jason menurunkan volume suara dan dengan lirih dia berbisik "tadi siang tetangga sebelah jam 11 sudah pulang kerja". "Lho emang kenapa dengan pak Gani?, apakah dia sakit" tanyaku tetap dengan volume suara standard. "Sssssst, jangan keras2 pa!" jari mama Thesa menempel didepan bibirnya meminta aku menurunkan volume suara. "Nanti terdengar oleh mereka!" katanya melanjutkan. "Emang kenapa sih?" tanyaku makin penasaran.
"Pak Gani selama ini sering pulang pagi atau siang hari" kata mama Jason menjelaskan. "Ya..mungkin memang jam kerja pegawai negeri seperti itu kali ma" aku masih mencoba berfikir positif. "Bukan begitu pa, pak Gani pulang cepat karena harus ngantar istrinya kesana kemari untuk urusan ini dan itu" mama Jason mencoba memberikan penjelasan. "Lho memang bu Gani ngak bisa nyetir atau naik motor?" tanyaku heran. "Dilarang sama suaminya! jadi kalau mau pergi kemana2 pak Gani yang pulang dari kantor dan ngantar dia" lanjut mama Jason tetap dengan volume suara yg kecil. "Wah...baik juga pak Gani ke istrinya, mau nganter kesana kesini, tapi kalau aku jadi atasannya di kantor kalau alasannya ijin pulang cepat untuk hal seperti itu aku akan berikan pilihan: bekerja di kantor atau resign dan jadi supir istrinya. Sebenarnya pak Gani bisa melakukan -support without removing responsilbility- dengan cara mengajari dan memperbolehkan istrinya nyetir sendiri seperti yang kita lakukan, bukannya mengambil alih urusan istri beraktivitas!, betul ngak ma?" kataku sambil tersenyum. Mama Jason hanya mengangguk untuk menggiyakan kalimatku.
Jam 10 malam di toll Cipularang. "Pa, kok tidur sih?" sambil cemberut mama Jason melirik ke jok kiri. "Aku capek ma, tadi banyak meeting di kantor", jawabku sambil membetulkan posisi tidur yang jelas kurang nyaman. "Gantian dong..............ini kan sudah di kilometer 70, masak aku terus yang nyetir dari Jakarta sampai Bandung?" keluh mama Jason. "Sorry ma, mataku lengket banget nih.....tadi meetingnya dari pagi sampai sore" jawabku sambil tetap dengan mata terpejam. 'Papa curang deh! harusnya kan gantian, masak aku nyetir terus!" mama Jason tidak mudah putus asa untuk bisa merasakan enaknya di supiri. "Kalau capek kita berhenti dulu aja ma, aku benar2 ngantuk nih!". "Dasar papa curang!" kata mama Jason. "Lha dirimukan jago nyetir ma, apa kamu mau seperti bu Gani yang kalau mau pergi musti membuat suaminya membolos" olokku sambil tersenyum. "Dasar curang!" dan mobil tetap melaju ke arah Bandung tanpa ganti sopir.
Jam 12 malam di Bandung. Hawa dingin mengigit tulang menyambut kami di pinggang Gunung Manglayang. Sambil terkantuk-kantuk aku keluar dari mobil. Saat baru mau naik ke rumah (rumah kami tingginya 3 meter dari jalan) tiba2 mama Jason berseru. "Tar dulu pa, jangan buru2 tidur. Ingat 2 buntutmu musti dibawa masuk kedalam" katanya mengingatkan aku untuk memindahkan Thesa & Jason dari mobil. "Aku bawa Thesa dan kamu bawa Jason ya ma" kataku minta bantuan. "Nup.....aku capek nyetir pa, dan jangan lupa untuk menurunkan juga barang2 bawaan di bagasi. Aku mau langsung tidur nih, capek sekali!" mama Jason keluar dari mobil dan melangkahkan kaki menaiki tangga rumah. "Masak aku ngak dibantuin?" bujukku kepadanya. "Kan aku dah bantuain nyetir? nah sekarang gantian, aku support papa without removing your responsibility untuk mindahin anak2 dan juga barang bawaan!"
7 Maret 2010
BSD City
EU for U
"Pak Gani selama ini sering pulang pagi atau siang hari" kata mama Jason menjelaskan. "Ya..mungkin memang jam kerja pegawai negeri seperti itu kali ma" aku masih mencoba berfikir positif. "Bukan begitu pa, pak Gani pulang cepat karena harus ngantar istrinya kesana kemari untuk urusan ini dan itu" mama Jason mencoba memberikan penjelasan. "Lho memang bu Gani ngak bisa nyetir atau naik motor?" tanyaku heran. "Dilarang sama suaminya! jadi kalau mau pergi kemana2 pak Gani yang pulang dari kantor dan ngantar dia" lanjut mama Jason tetap dengan volume suara yg kecil. "Wah...baik juga pak Gani ke istrinya, mau nganter kesana kesini, tapi kalau aku jadi atasannya di kantor kalau alasannya ijin pulang cepat untuk hal seperti itu aku akan berikan pilihan: bekerja di kantor atau resign dan jadi supir istrinya. Sebenarnya pak Gani bisa melakukan -support without removing responsilbility- dengan cara mengajari dan memperbolehkan istrinya nyetir sendiri seperti yang kita lakukan, bukannya mengambil alih urusan istri beraktivitas!, betul ngak ma?" kataku sambil tersenyum. Mama Jason hanya mengangguk untuk menggiyakan kalimatku.
Jam 10 malam di toll Cipularang. "Pa, kok tidur sih?" sambil cemberut mama Jason melirik ke jok kiri. "Aku capek ma, tadi banyak meeting di kantor", jawabku sambil membetulkan posisi tidur yang jelas kurang nyaman. "Gantian dong..............ini kan sudah di kilometer 70, masak aku terus yang nyetir dari Jakarta sampai Bandung?" keluh mama Jason. "Sorry ma, mataku lengket banget nih.....tadi meetingnya dari pagi sampai sore" jawabku sambil tetap dengan mata terpejam. 'Papa curang deh! harusnya kan gantian, masak aku nyetir terus!" mama Jason tidak mudah putus asa untuk bisa merasakan enaknya di supiri. "Kalau capek kita berhenti dulu aja ma, aku benar2 ngantuk nih!". "Dasar papa curang!" kata mama Jason. "Lha dirimukan jago nyetir ma, apa kamu mau seperti bu Gani yang kalau mau pergi musti membuat suaminya membolos" olokku sambil tersenyum. "Dasar curang!" dan mobil tetap melaju ke arah Bandung tanpa ganti sopir.
Jam 12 malam di Bandung. Hawa dingin mengigit tulang menyambut kami di pinggang Gunung Manglayang. Sambil terkantuk-kantuk aku keluar dari mobil. Saat baru mau naik ke rumah (rumah kami tingginya 3 meter dari jalan) tiba2 mama Jason berseru. "Tar dulu pa, jangan buru2 tidur. Ingat 2 buntutmu musti dibawa masuk kedalam" katanya mengingatkan aku untuk memindahkan Thesa & Jason dari mobil. "Aku bawa Thesa dan kamu bawa Jason ya ma" kataku minta bantuan. "Nup.....aku capek nyetir pa, dan jangan lupa untuk menurunkan juga barang2 bawaan di bagasi. Aku mau langsung tidur nih, capek sekali!" mama Jason keluar dari mobil dan melangkahkan kaki menaiki tangga rumah. "Masak aku ngak dibantuin?" bujukku kepadanya. "Kan aku dah bantuain nyetir? nah sekarang gantian, aku support papa without removing your responsibility untuk mindahin anak2 dan juga barang bawaan!"
7 Maret 2010
BSD City
EU for U
Jangan berisik laaaah!
Sudah cukup lama Jason tidak naik pesawat, jadi moment naik pesawat kali ini merupakan moment yang dia tunggu2 dengan penuh cukacita. Melebihi sukacitanya main miniatur boing 737 yang dibelikan oleh mamanya sebulan yang lalu. Jelas juga melebihi sukacitanya berangkat kesekolah dengan naik jeng SiWi yang serba "fly by wire" menggantikan mbak Kia yang sudah mulai uzur dimakan usia.
Ekspresi Jason bocah umur 5 tahun ini sama katroknya dengan ekspresi bapaknya saat masuk terminal 3 Bandara Sutta. Wuiiiih Indo ternyata bisa membuat terminal bandara yang mirip2 dengan terminal di pelabuhan modern kayak di Changi Spore to?? Saking katroknya seketika itu juga Jason langsung dlosor (berbaring) di pinggiran tempat ruang tunggu untuk bisa melihat jejeran pesawat yang selama ini hanya bisa dia lihat dilayar TV. "Penyumumeng pesssssawt Ail Ass nomer bla bla bla................." baru saja membangun kekaguman akan terminal (relatif) baru ini langsung didiscount gara2 pengaturan sound system yang amburadul dan menimbulkan feedback habis2an.
Back to laptop, jelas saja bisa terbayang betapa gembiranya Jason begitu masuk ke perut AirBus baru punya Air Asia yang membawanya ke rumah eyang nun jauh diKlaten sana. Tangan papanya memegang Jason erat2 berhubung setiap kali Jason mau berlari naik tangga mendahului keluarganya. Sesuai dengan tiket yang sudah dibeli beberapa minggu sebelumnya, maka mau tidak mau kami berlima harus pisah tempat duduk. Tesa dan Jason duduk di deretan 8 bareng dengan mbak Pur asisten kami dan papa mama duduk di deretan 9 dibelakang mereka.
Jason duduk dibangku bagian tengah diapit oleh Tesa di pinggir jendela dan mbak Pur di gang. Wajahnya berseri-seri memandang berkeliling dan sepertinya mencoba memasukkan semua hal didalam hatinya dia (dasar kinestetik!). Saat pesawat sudah take off dan menembus awan Jason tanpa perasaan bersalah menendang-nendang kecil ke bangku didepan dia untuk mengekspresikan luapan hatinya akan pengalaman terbang. "Jangan berisik lah............!!" suara yang keras dan mengandung amarah dengan logat Malaysia dilontarkan ke Jason. Sesosok wajah Malaysian Chinese mendominasi udara dan membuat mbak Pur buru2 memegang kaki Jason. Ekspresi Verbal bagi Jason masih barang langka karena Jason sendiri adalah penyandang "Speech Delay" atau bahasa Indonya adalah terlambat bicara, maka dengan cuek bebek kembali Jason mengekspresikan rasa bahagianya dengan menendang-nendang kecil kebangku didepannya. Dan tentu saja wajah besar berkumis dari bangku depan segera muncul plus mata yang melotot yang ditujukan kepada Jason. Jasonnya sendiri cuek bebek, yang jadi takut malah mbak Pur yang duduk disampingnya.
"Ma, coba kamu duduk didepan utk tenangkan Jason. Biar Tesa yang duduk sama aku disini", bisikku kepada mama Jason saat kami menyaksikan peristiwa itu. Dengan sigap pertukaran tempat duduk terjadi. Dasar Jason, sekali lagi dia mengekspresikan rasa senangnya melihat pesawat melayang diatas laut dengan menendang nendang kecil ke kursi di depan. Adegan yang sama kembali terulang "Jangan berisik lah......................!!, dasar anak kecil" kata engkoh Malaysia dengan galak. "Sir, if you are seeking the understanding from this little boy, your are the child not him!". "Children need to be understood by adult not the other way around!", boru Tampubolon yang juga mama Jason kali ini mengeluarkan taringnya.
End of Feb 2010
BSD City yang mulai terlelap.
Eko Utomo untuk Anda
Ekspresi Jason bocah umur 5 tahun ini sama katroknya dengan ekspresi bapaknya saat masuk terminal 3 Bandara Sutta. Wuiiiih Indo ternyata bisa membuat terminal bandara yang mirip2 dengan terminal di pelabuhan modern kayak di Changi Spore to?? Saking katroknya seketika itu juga Jason langsung dlosor (berbaring) di pinggiran tempat ruang tunggu untuk bisa melihat jejeran pesawat yang selama ini hanya bisa dia lihat dilayar TV. "Penyumumeng pesssssawt Ail Ass nomer bla bla bla................." baru saja membangun kekaguman akan terminal (relatif) baru ini langsung didiscount gara2 pengaturan sound system yang amburadul dan menimbulkan feedback habis2an.
Back to laptop, jelas saja bisa terbayang betapa gembiranya Jason begitu masuk ke perut AirBus baru punya Air Asia yang membawanya ke rumah eyang nun jauh diKlaten sana. Tangan papanya memegang Jason erat2 berhubung setiap kali Jason mau berlari naik tangga mendahului keluarganya. Sesuai dengan tiket yang sudah dibeli beberapa minggu sebelumnya, maka mau tidak mau kami berlima harus pisah tempat duduk. Tesa dan Jason duduk di deretan 8 bareng dengan mbak Pur asisten kami dan papa mama duduk di deretan 9 dibelakang mereka.
Jason duduk dibangku bagian tengah diapit oleh Tesa di pinggir jendela dan mbak Pur di gang. Wajahnya berseri-seri memandang berkeliling dan sepertinya mencoba memasukkan semua hal didalam hatinya dia (dasar kinestetik!). Saat pesawat sudah take off dan menembus awan Jason tanpa perasaan bersalah menendang-nendang kecil ke bangku didepan dia untuk mengekspresikan luapan hatinya akan pengalaman terbang. "Jangan berisik lah............!!" suara yang keras dan mengandung amarah dengan logat Malaysia dilontarkan ke Jason. Sesosok wajah Malaysian Chinese mendominasi udara dan membuat mbak Pur buru2 memegang kaki Jason. Ekspresi Verbal bagi Jason masih barang langka karena Jason sendiri adalah penyandang "Speech Delay" atau bahasa Indonya adalah terlambat bicara, maka dengan cuek bebek kembali Jason mengekspresikan rasa bahagianya dengan menendang-nendang kecil kebangku didepannya. Dan tentu saja wajah besar berkumis dari bangku depan segera muncul plus mata yang melotot yang ditujukan kepada Jason. Jasonnya sendiri cuek bebek, yang jadi takut malah mbak Pur yang duduk disampingnya.
"Ma, coba kamu duduk didepan utk tenangkan Jason. Biar Tesa yang duduk sama aku disini", bisikku kepada mama Jason saat kami menyaksikan peristiwa itu. Dengan sigap pertukaran tempat duduk terjadi. Dasar Jason, sekali lagi dia mengekspresikan rasa senangnya melihat pesawat melayang diatas laut dengan menendang nendang kecil ke kursi di depan. Adegan yang sama kembali terulang "Jangan berisik lah......................!
End of Feb 2010
BSD City yang mulai terlelap.
Eko Utomo untuk Anda
Rangsang Merangsang (Stimulus & Response)
Didepan meja duduk Reni dengan muka agak tunduk. Wajahnya gelap dan tangannya memegang saputangan erat-erat. Kalau bisa bicara pasti akan terdengar jeritan sapu tangan untuk minta diberikan sedikit kelonggaran. "Pa kabar Ren" kataku menetralkan suasana. "Baik pak" jawab Reni sekenanya. "Sudah bulan ke berapa?" aku masih mencoba meredakan emosi Reni dengan menanyakan usia kandungannya. "Sekarang sudah 5 bulan pak" jawab Reni sambil tersenyum kecil. "Wah, selamat ya Ren, sebentar lagi dapat momongan nih". "Makasih pak" kali ini Reni menjawab dengan lepas dan jauh lebih rileks.
Reni adalah sekretaris salah seorang direksi di perusahaanku. Dan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan direksi (termasuk aku) jelas harus baik2 dengan mereka-mereka ini. Sebab mereka merupakan "gate keeper" atau penjaga gerbang kesempatan kita untuk ketemu dan atau minta jadwal ketemu dengan para Dewa perusahaan. Kalau belum ketemu Direktur sudah terjegal di sekretaris kan celaka duabelas betul ngak?i. Seminggu yang lalu saat aku meeting dengan bossnya, sesaat sebelum keluar ruangan Reni sempat berujar "pak, kapan ada waktu? saya butuh dicoaching nih?" kata Reni dengan penuh harap. "Anytime, coba WM aku saja kalau mau datang ke kantor" jawabku saat itu. Pekerjaan sampingan sebagai Coach tidak hanya aku kerjakan bahkan aku jadikan KPI untuk teamku di Divisi Learning & Development. Dan hari ini, 2 hari sejak pertemuan kami di ruangan direktur Reni benar2 datang untuk minta dicoaching.
"Gini pak, bapak tahukan sekretarisnya presdir kita" kata Reni mengawali sesi coaching sore itu. "Iya, kenal" sahutku. Sejenak Reni memandangku seolah-olah ada yang hendak dicarinya disana. "Bapak tahu reputasinya?" selidik Reni lebih lanjut. "Reputasi yang mana nih?" jawabku sambil tersenyum simpul. "Itu lho pak, reputasinya yang suka ngawur dalam kerja!" potong Reni cepat2. "Coba kamu ceritakan" pintaku. "Tiga hari yang lalu, saya dimarahin sama presdir dan direktur saya karena dianggap salah membuat jadwal meeting, padahal kesalahan ini terjadi karena dia salah memberikan jadwalnya presdir!". Saat menceritakan kejadian itu, muka Reni kembali memerah dan nafasnya menjadi pendek-pendek, tanda yang aku hafal sebagai salah satu tanda orang yang sedang mengalami emosi negatif. "Saya kesal sekali pak! dan ini bukan yang pertama tapi yang keseribu kali, pada waktu dikonfirmasi bukannya dia minta maaf malah marah ke saya!" Reni menambahkan dengan nada makin meninggi. "Menurut pak Eko, apa yang harus saya lakukan? saya akhir2 ini jadi uring2an kalau berurusan dengan dia, bahkan melihat mukanyapun saya sebal!".
Hening beberapa jenak, "Ren, coba tarik nafas panjang.....dan keluarkan. Buat dirimu rileks............
Saya bisa mengerti kalau Reni saat ini sedang kesal dan marah, kalau aku mendapatkan perlakuan seperti itu aku juga akan kesal seperti kamu. Keheningan menguasai ruangan. "Terus apa yang musti saya lakukan pak? saya akhir2 ini suka uring-uringan sendiri?" kali ini nada pertanyaan Reni melunak dan rendah. "Reni, apakah kondisimu yang seperti ini, suka marah2 dan kesal ngak ada ujung berguna untuk kamu?" alih2 menjawab pertanyaan, aku mencoba masuk untuk mencoba mengurai emosi negatifnya. "Ngak ada pak, kerja juga malah jadi ngak beres!" kali ini reaksi tubuh Reni lunglai. "Berguna ngak untuk anak yang ada dalam kandungan?" tanyaku menegaskan. Hening......."tidak pak" jawab Reni lirih. "Nah, kalau emosi negatif tidak berguna untuk kamu dan bayimu maukah kamu menghilangkan emosi tersebut?" pintu perubahan telah terbuka bisikku dalam hati. "Mau pak!" jawab Reni dengan semangat.
"Reni, kamu kenal mbah Covey ngak, itu lho yang mengarang 7 habits" tanyaku mengawali sesi pelepasan emosi. "Tahu pak, bukunya yang terjual banyak itu ya". "Betul" kataku sambil tersenyum. "Covey bilang bahwa suatu Stimulus atau Rangsangan dalam bahasa Indonesia akan menghasilkan Response atau Tanggapan" terangku sambil bangkit dari tempat duduk dan menggambar anak panah dan tulisan response di white board. "Menurut kamu Ren, siapa yang bertanggung jawab dengan response?" pancingku kepada Reni. "Yang bertanggung jawab jelas yang memberikan rangsangan pak, karena dialah maka seseorang harus memberikan response!" dengan semangat Reni menjawab. "Dalam kasusmu, ransangan adalah pola perilaku dari sekretaris Presdir dan tanggapan adalah hal yang kamu lakukan" pancingku lebih dalam lagi. "Wah kalau itu lebih jelas lagi pak, rangsangan dia yang kacau balau itu membuat saya memberikan response marah dan kesal seperti ini pak" jawab Reni mencoba memberikan pembenaran tindakannya.
"Coba kamu perhatikan, antara panah stimulus dan response sebenarnya ada jarak diantara keduanya. Ada hal2 lain yang bisa kita lakukan sebelum kita menanggapi suatu rangsangan yaitu: apa kata hati nurani kita, pilihan apa yang akan kita ambil, imajinasi, perhitungan kita dll" terangku sambil melihat muka Reni untuk melihat response dia akan konsep penting ini. "Maksud pak Eko?" Reni bertanya sedikit kebingungan. "Aku ulang pertanyaan yang sama, siapa yang bertanggung jawab akan response kamu?" tanyaku dan hening kembali hadir. "Saya sendiri pak" jawab Reni seakan2 menemukan hal yang baru. "Great!" sahutku senang. "Dengan demikian, kondisi kesal dan marahmu siapa yang menyebabkan" kejarku. "Saya sendiri pak" kali ini jawaban Reni tegas. Response terhadap jawaban Reni hanyalah senyuman.
"Nah, dengan pengertian baru ini Reni bebas memilih apapun yang Reni inginkan tanpa tergantung pada sekretaris itu kan? mau cuek boleh, mau menertawakan cara kerjanya yang jelek boleh, kalau mau memilih marah juga boleh, semuanya adalah pilihan Reni". "Yang pasti saya akan memilih response yang berguna buat saya dan anak saya pak!" sahut Reni penuh semangat. "Saya tidak akan terpengaruh dengan rangsangan dari luar lagi pak, response saya sepenuhnya dalam kontrol saya. Mau nungging, mau cuek, mau marah adalah pilihan hati nurani saya" gantian Reni yang menerangkan konsepnya. "Good, how do you feel now?" tanyaku kepadanya. "Santai dan tenang pak Eko, terimakasih banyak untuk sesi coachingnya." jawab Reni sambil berdiri dan menyalami tanganku. "Oke bu, salam buat sikecil dalam perut ya" kataku kepadanya. "Sekali lagi terimakasih pak" jawab Reni sebelum meninggalkan ruangan.
Jalan Raya Serpong
"Ciiiiiiiiiiiit, brum" sebuah kijang Inova dengan berangasan memotong jalur mobilku, hampir saja pantat mobil itu menyentuh bemper depan Vios yang aku kendarai. Sejenak berfikir, response apa yang akan aku berikan terhadap rangsangan ini. "Marah!" pikiranku membuat keputusan dan sesaat kemudian Vios menderum saat gas aku becek agak dalam. Dengan beberapa manuver akhirnya Inova terkejar dan kepotan sedikit menyerempet bahaya aku berhasil menempatkan Vios didepan Inova silver itu. Dan sepanjang jalan dari BSD sampai Alam Sutera, Viosku dengan lincah berhasil memblok semua pergerakan Inova. Tak ada ruang sedikitpun Inova bisa maju kedepan ngebut, semua terhalang manuver Vios.
Bundaran Alam Sutera tampak di depan mata, dan pikiran dan hati nurani bilang "Its enough dan cukup response marahnya" dan dengan santai aku masuk ke jalur lambat dan membiarkan Innova menyalib. Sambil bersiul CD aku putar untuk mengalunkan lagu Michael Buble menemani perjalanan.
BSD City
20 Feb 2010
Eko Utomo untuk Anda
Reni adalah sekretaris salah seorang direksi di perusahaanku. Dan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan direksi (termasuk aku) jelas harus baik2 dengan mereka-mereka ini. Sebab mereka merupakan "gate keeper" atau penjaga gerbang kesempatan kita untuk ketemu dan atau minta jadwal ketemu dengan para Dewa perusahaan. Kalau belum ketemu Direktur sudah terjegal di sekretaris kan celaka duabelas betul ngak?i. Seminggu yang lalu saat aku meeting dengan bossnya, sesaat sebelum keluar ruangan Reni sempat berujar "pak, kapan ada waktu? saya butuh dicoaching nih?" kata Reni dengan penuh harap. "Anytime, coba WM aku saja kalau mau datang ke kantor" jawabku saat itu. Pekerjaan sampingan sebagai Coach tidak hanya aku kerjakan bahkan aku jadikan KPI untuk teamku di Divisi Learning & Development. Dan hari ini, 2 hari sejak pertemuan kami di ruangan direktur Reni benar2 datang untuk minta dicoaching.
"Gini pak, bapak tahukan sekretarisnya presdir kita" kata Reni mengawali sesi coaching sore itu. "Iya, kenal" sahutku. Sejenak Reni memandangku seolah-olah ada yang hendak dicarinya disana. "Bapak tahu reputasinya?" selidik Reni lebih lanjut. "Reputasi yang mana nih?" jawabku sambil tersenyum simpul. "Itu lho pak, reputasinya yang suka ngawur dalam kerja!" potong Reni cepat2. "Coba kamu ceritakan" pintaku. "Tiga hari yang lalu, saya dimarahin sama presdir dan direktur saya karena dianggap salah membuat jadwal meeting, padahal kesalahan ini terjadi karena dia salah memberikan jadwalnya presdir!". Saat menceritakan kejadian itu, muka Reni kembali memerah dan nafasnya menjadi pendek-pendek, tanda yang aku hafal sebagai salah satu tanda orang yang sedang mengalami emosi negatif. "Saya kesal sekali pak! dan ini bukan yang pertama tapi yang keseribu kali, pada waktu dikonfirmasi bukannya dia minta maaf malah marah ke saya!" Reni menambahkan dengan nada makin meninggi. "Menurut pak Eko, apa yang harus saya lakukan? saya akhir2 ini jadi uring2an kalau berurusan dengan dia, bahkan melihat mukanyapun saya sebal!".
Hening beberapa jenak, "Ren, coba tarik nafas panjang.....dan keluarkan. Buat dirimu rileks............
Saya bisa mengerti kalau Reni saat ini sedang kesal dan marah, kalau aku mendapatkan perlakuan seperti itu aku juga akan kesal seperti kamu. Keheningan menguasai ruangan. "Terus apa yang musti saya lakukan pak? saya akhir2 ini suka uring-uringan sendiri?" kali ini nada pertanyaan Reni melunak dan rendah. "Reni, apakah kondisimu yang seperti ini, suka marah2 dan kesal ngak ada ujung berguna untuk kamu?" alih2 menjawab pertanyaan, aku mencoba masuk untuk mencoba mengurai emosi negatifnya. "Ngak ada pak, kerja juga malah jadi ngak beres!" kali ini reaksi tubuh Reni lunglai. "Berguna ngak untuk anak yang ada dalam kandungan?" tanyaku menegaskan. Hening......."tidak pak" jawab Reni lirih. "Nah, kalau emosi negatif tidak berguna untuk kamu dan bayimu maukah kamu menghilangkan emosi tersebut?" pintu perubahan telah terbuka bisikku dalam hati. "Mau pak!" jawab Reni dengan semangat.
"Reni, kamu kenal mbah Covey ngak, itu lho yang mengarang 7 habits" tanyaku mengawali sesi pelepasan emosi. "Tahu pak, bukunya yang terjual banyak itu ya". "Betul" kataku sambil tersenyum. "Covey bilang bahwa suatu Stimulus atau Rangsangan dalam bahasa Indonesia akan menghasilkan Response atau Tanggapan" terangku sambil bangkit dari tempat duduk dan menggambar anak panah dan tulisan response di white board. "Menurut kamu Ren, siapa yang bertanggung jawab dengan response?" pancingku kepada Reni. "Yang bertanggung jawab jelas yang memberikan rangsangan pak, karena dialah maka seseorang harus memberikan response!" dengan semangat Reni menjawab. "Dalam kasusmu, ransangan adalah pola perilaku dari sekretaris Presdir dan tanggapan adalah hal yang kamu lakukan" pancingku lebih dalam lagi. "Wah kalau itu lebih jelas lagi pak, rangsangan dia yang kacau balau itu membuat saya memberikan response marah dan kesal seperti ini pak" jawab Reni mencoba memberikan pembenaran tindakannya.
"Coba kamu perhatikan, antara panah stimulus dan response sebenarnya ada jarak diantara keduanya. Ada hal2 lain yang bisa kita lakukan sebelum kita menanggapi suatu rangsangan yaitu: apa kata hati nurani kita, pilihan apa yang akan kita ambil, imajinasi, perhitungan kita dll" terangku sambil melihat muka Reni untuk melihat response dia akan konsep penting ini. "Maksud pak Eko?" Reni bertanya sedikit kebingungan. "Aku ulang pertanyaan yang sama, siapa yang bertanggung jawab akan response kamu?" tanyaku dan hening kembali hadir. "Saya sendiri pak" jawab Reni seakan2 menemukan hal yang baru. "Great!" sahutku senang. "Dengan demikian, kondisi kesal dan marahmu siapa yang menyebabkan" kejarku. "Saya sendiri pak" kali ini jawaban Reni tegas. Response terhadap jawaban Reni hanyalah senyuman.
"Nah, dengan pengertian baru ini Reni bebas memilih apapun yang Reni inginkan tanpa tergantung pada sekretaris itu kan? mau cuek boleh, mau menertawakan cara kerjanya yang jelek boleh, kalau mau memilih marah juga boleh, semuanya adalah pilihan Reni". "Yang pasti saya akan memilih response yang berguna buat saya dan anak saya pak!" sahut Reni penuh semangat. "Saya tidak akan terpengaruh dengan rangsangan dari luar lagi pak, response saya sepenuhnya dalam kontrol saya. Mau nungging, mau cuek, mau marah adalah pilihan hati nurani saya" gantian Reni yang menerangkan konsepnya. "Good, how do you feel now?" tanyaku kepadanya. "Santai dan tenang pak Eko, terimakasih banyak untuk sesi coachingnya." jawab Reni sambil berdiri dan menyalami tanganku. "Oke bu, salam buat sikecil dalam perut ya" kataku kepadanya. "Sekali lagi terimakasih pak" jawab Reni sebelum meninggalkan ruangan.
Jalan Raya Serpong
"Ciiiiiiiiiiiit, brum" sebuah kijang Inova dengan berangasan memotong jalur mobilku, hampir saja pantat mobil itu menyentuh bemper depan Vios yang aku kendarai. Sejenak berfikir, response apa yang akan aku berikan terhadap rangsangan ini. "Marah!" pikiranku membuat keputusan dan sesaat kemudian Vios menderum saat gas aku becek agak dalam. Dengan beberapa manuver akhirnya Inova terkejar dan kepotan sedikit menyerempet bahaya aku berhasil menempatkan Vios didepan Inova silver itu. Dan sepanjang jalan dari BSD sampai Alam Sutera, Viosku dengan lincah berhasil memblok semua pergerakan Inova. Tak ada ruang sedikitpun Inova bisa maju kedepan ngebut, semua terhalang manuver Vios.
Bundaran Alam Sutera tampak di depan mata, dan pikiran dan hati nurani bilang "Its enough dan cukup response marahnya" dan dengan santai aku masuk ke jalur lambat dan membiarkan Innova menyalib. Sambil bersiul CD aku putar untuk mengalunkan lagu Michael Buble menemani perjalanan.
BSD City
20 Feb 2010
Eko Utomo untuk Anda
Langganan:
Postingan (Atom)