Gerimis kecil di sebuah Minggu pagi. Matahari tampaknya malas untuk bangun tidur, jeng Siwi yang mungkin juga masih mengantuk kami minta untuk mengantar kami bertujuh pergi kebaktian pagi. Bunyi mesinnya menderum pelan membelah udara dingin jam 6 pagi dan meluncur meninggalkan komplek perumahan di bilangan Nusa Loka BSD. Tujuannya adalah kebaktian pagi bagi yang tua dan sekolah minggu bagi para krucil.
"Aku mau!", dari bangku belakang terdengar suara anak perempuan kecil terdengar nyaring.
"Melur mau makan juga ya?", dari suaranya jelas sang pemilik suara berselisih umur lebih dari 70 tahun dari suara pertama.
"Iya, aku mau makanan itu!", suara pertama memberikan penegasan.
"Abang Jason, adik Melur minta nasi punya abang ya?", suara perempuan tua terdengar lembut minta ijin.
Dari kaca spion tengah aku lihat pemilik nama Jason hanya tersenyum kecil. Kami semua tahu bahwa senyuman semanis gula yang sangat digandrungi tante tante itu berarti yang bersangkutan mengijinkan bekalnya di bagi untuk sang anak perempuan kecil. Sepanjang jalan si mbak akhirnya bekerja simultan untuk menyuapi dua mulut di kiri dan dikanannya.
"Jangan dekat-dekat!", kembali suara anak perempuan kecil yang bulan depan baru genap berumur 3 tahun itu terdengar nyaring.
"Melur, ngak boleh dorong-dorong abang Jason dong!", kembali suara perempuan tua dengan lembut memberikan nasehat.
"Abang Jason ngak boleh dekat-dekat Opung!".
"Lhoooo, Opungkan juga Opungnya abang Jason?", kami berdua yang duduk di jok depan mesam mesam mendengarkan dialog di jok belakang itu.
"Ngak......Opung hanya Opungnya Melur!", anak kecil yang pintar bicara itu kekeh mempertahankan pendapatnya.
"Opung ini milik bersama Melur, Opungnya Abang Jason juga, Opungnya kakak Tesa, Opungnya abang Joy, Opungnya kakak Anggi", sang Opung berusaha menanamkan konsep berbagi yang sederhana kepada sang cucu.
"Ngak mau...........!" sang cucu masih merasa berkeberatan untuk berbagi Opung.
"Tadi, makanan bang Jason diminta untuk dibagi, sekarang giliran Opung ngak boleh dibagi. Gimana ini Melur?", dan kami yang berdua yang duduk didepan tertawa terpingkal-pingkal mendengarkan kalimat terakhir Opung.
***
Lantai direksi itu sepi, setelah membuka pintu lantai dua dengan ID Card aku bergegas mendekati salah satu ruangan yang ada disana. "Bapak ada ngak?", pertanyaan itu aku ajukan ke sekretaris Direktur CS.
"Tadi sedang keluar pak, kelihatannya sebentar. Bapak tunggu saja".
Mendengar jawaban sang sekretaris mataku mencari spot meja dan kursi kerja yang kosong di area depan kantor direksi.
Ada sebuah meja yang kosong, namun ada hal aneh bin ajaib. Sebuah post it warna kuning tertempel di atas Monitor, Keybord, Kursi dan...............kotak Tissue. Aku ambil salah satu post it tadi dan aku baca tulisannya "MILIK PRIBADI, JANGAN DIAMBIL".
Sambil menenteng post it aku dekati sang sekretaris, "ini maksudnya apa ya?", kataku penuh keheranan.
Yang ditanya bukannya menjawab tapi malah cengar cengir, seorang sekretaris direksi yang lain yang ikut mendengar pertanyaanku juga ikut tersenyum lebar.
"Yang punya merasa bahwa barang-barang itu miliknya dan tidak boleh dipinjam oleh orang lain pak".
"Bukannya barang-barang ini milik perusahaan yang dipinjamkan ke karyawan", kataku masih dengan heran.
"Itu menurut kita pak, kalau menurut yang bersangkutan tidak begitu, jadi saat mendapati kursinya dipinjam orang maka setiap kali cuti post it itu akan muncul!".
"Hua ha ha ha ha ha...............", aku ngak bisa menahan tertawa mendengar jawaban sang sekretaris.
Sambil mengembalikan post it pada tempatnya aku ambil beberapa lembar tissue diatas meja.
"Pak, entar ditanyain sama yang punya lho!" sambil bercanda karyawan yang lain berseru.
"Baguslah, bilang aja saya yang ambil. Kalau nanti dia marah, aku ganti dua dus deh", jawabku menutup pembicaraan.
Kelihatannya cucu Opung punya teman seorang manager untuk belajar bareng.
BSD City, 121210
Menikmati membelah Jakarta yang sepi (pada kemana ya semua orang?)
Eko Utomo untuk mereka yang suka berbagi.
15 to go
Tidak ada komentar:
Posting Komentar