(Belajar tiada henti)
Masih merasa bodoh ni yee?Pertanyaan diatas berulangkali terpancar (untung aja hal tersebut hanya terpancar secara tersirat) saat penulis mengemukakan keinginan untuk mengambil master (S2) dibidang manajemen stratejik. Kelihatannya banyak orang berfikir bahwa setelah selesai sekolah (SMU dan atau S1), kemudian bekerja, proses belajar sudah purna dan dilanjutkan dengan proses bekerja sampai pensiun.
Namun bukankah saat kita bekerja dan kemudian mendapatkan suatu pekerjaan kita perlu belajar untuk menguasai pekerjaan baru? Bukankah hal tersebut juga merupakan proses belajar? Bukankah didalam perusahaan dimana kita bekerja kita juga memerlukan training? Dan training/workshop juga merupakan salah satu metode dalam proses pembelajaran?
Formal & Informal LearningSekolah, training, workshop dll merupakan bentuk2 dari Formal learning dan biasanya akan banyak dilakukan didalam kelas dengan kurikulum, modul, metode pembelajaran sudah di set sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil yang baik.
Apa yang kita lakukan dengan coaching, diskusi, sharing dll juga merupakan proses pembelajaran (learning process) dalam bentuk lain yaitu informal learning. Proses pembelajaran informal ini lebih cair bentuknya dan lebih fleksibel dibandingkan dengan proses pembelajaran yang informal. Diskusi, sharing dan lain sebagainya bisa kapan saja kita lakukan saat kita butuh, jelas sangat berbeda dengan pembelajaran formal dimana topik, waktu, tempat bahkan pengajar sudah ditentukan sebelumnya.
Proses mana yang lebih baik? Formal atau Informal? Jawabannya akan sangat relatif, sebagian orang mungkin akan menjawab Formal dan sebagian lagi akan menjawab Informal. Dua-duanya benar karena kedua-duanya memang penting. Masing2 proses belajar mempunyai kekuatan untuk mengembangkan kompetensi kita.
There must be area of improvement! Believe it!Penulis sudah lebih dari 5 tahun menjadi fasilitator topik2 pelatihan yang berkaitan dengan management dan leadership. Selama kurun waktu tersebut pelatihan2 yang bersifat ‘Train the Trainer’ juga sudah sering penulis ikuti sebagai peserta.
Salah satu topik yang sering penulis bawakan adalah topik “Presentation Skill Workshop” baik di Holcim maupun di perusahaan sebelum Holcim. Satu minggu kemarin penulis mengikuti workshop yang Facilitator Skill Workshop (FSW) yang diselenggarakan oleh DDI di Hotel Marriot.
Facilitator Skill dan Presentation Skill seperti bapak dan anak dimana Presentation Skill merupakan salah satu bagian (part of) Fasilitasi. Dengan demikian seharusnya selama satu minggu penulis tidak akan terlalu banyak terkejut dengan materi yang akan diberikan oleh DDI.
Guest What? Ternyata banyak sekali area of improvement yang masih penulis masih bisa lakukan agar bisa menjadi better facilitator!. Banyak sekali hal2 yang selama ini terlewat baik sengaja maupun tidak sengaja yang penulis masih bisa lakukan lebih baik lagi.
Berkaca dari pengalaman diatas, penulis yakin bahwa the sky is the limit! Penulis yang sudah menjadi fasilitator ‘Presentation Skill’ selama 5 tahun masih mendapatkan banyak hal baru dan area2 of improvement agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi. Penulis juga yakin bahwa teman-teman leaders pasti juga masih ada area for improvement di bidang pekerjaan sekarang terlepas sudah berapa lama sudah bekerja, untuk bisa menjadi lebih baik. Masalahnya adalah apakah kita mau memanfaatkan kesempatan untuk belajar?
Ciputra and Learning.Penulis baru saja membaca buka yang berjudul “Ciputra Way” karangan dari Andrias Harifa. Buku ini bercerita tentang Ciputra, Maestro properti Indonesia yang telah banyak meningggalkan jejak tangannya di bumi Indonesia. Sebagai contoh adalah Taman Impian Jaya Ancol, Bintara, BSD, Pondok Indah, Citra Raya Surabaya dll. Ada salah satu bagian menarik yang ingin penulis share ke teman-teman leaders.
Pada suatu ketika, Ciputra sedang mengembangkan konsep membangun Mall di kota Solo Jateng. Setelah konsep jadi, Ciputra share konsep tersebut ke Marketing Manager dan Production Manager untuk project tersebut. Secara kepangkatan, kedua manager tersebut posisinya jauh dibawah Ciputra yang merupakan Presdir Holding, mungkin 3 atau 4 tingkat dibawahnya. Apa yang terjadi? Kedua manager mengatakan pada Ciputra bahwa konsep yang dibuat oleh Ciputra kurang bagus!
Ciputra kemudian membentuk team yang terdiri dari kedua manager diatas ditambah oleh konsultan. Selama berbulan2 team ini bekerja keras untuk menyempurnakan konsep yang dibuat oleh Ciputra dan pada akhirnya Ciputra, kedua manager dan seluruh pihak yang terkait happy dengan hasil akhir.
So, apa yang bisa dipelajari dan diambil dari cerita diatas?
1. Ciputra telah membuat lingkungan yang full of Trust! Dimana orang2 diposisi bawah berani dan mau memberikan input kepada atasan bahkan Presdir mereka. Kalau kita terapkan di perusahaan kita sendiri, bisa tidak kita memberikan masukan ke direktur atau Presdir bahwa ada sesuatu yang salah atau perlu diperbaiki?
2. What a good example of KP #3 Ask for Help and Encourage Involvement. Sebagai Presdir, Ciputra mendorong keterlibatan anak buahnya untuk memberikan masukan demi kebaikan bersama. Selain merasa dilibatkan pasti para manager ini juga merasa dihargai KP#1 karena dimintai pendapat oleh Presdirnya secara langsung.
3. KP#5 Support. Ciputra membentuk team dan memberikan support sepenuhnya kepada team untuk melakukan perbaikan konsep dan hasilnya memuaskan segala pihak tanpa perlu mengambil alih tanggung jawabnya dengan melakukannya sendiri.
Lesson LearntSeorang Ciputra, usia 75 tahun, full of Knowledge and Wisdom masih dan selalu melakukan hal2 diatas, mengapa kita tidak??
Ada satu pepatah yang sangat bagus sekali “Mind is like Parachut! It is only works when it is Open” Pikiran seperti parasut, hanya akan bekerja kalau terbuka. Jadi, apakah kita akan membuka pikiran kita untuk kemajuan? It’s up to you guys, Semua ada ditangan Anda.
Eko Utomo
Medio Mid Januari 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar