Republik Pewaris Banjir
Cinta Bahari Bukan Cinta Banjir.
“Nenek moyangku orang pelaut,
Gemar mengarung luas samudra, Menerjang ombak, tiada takut,
Menempuh badai sudah biasa“.
Coba nyanyikan lagu diatas saat kita mengarungi banjir di jalan tol, jalan arteri atau saat melintasi rumah orang yang kebanjiran. Kemungkinan hanya akan ada 2 reaksi yang diterima: ditimpuk kayu atau dilempar senyum cemberut nan masam.
Jakarta Siaga 1, Jakarta Lautan Banjir. Banjir 5 tahunan kembali menyerang Ibukota. Demikian Headline dari hampir semua koran di Indonesia. Jadi sebenarnya apa hubungan antara lagu (idiom) klasik yang mengagul-agulkan kejayaan masa lalu dengan banjir yang melanda wajah Indonesia (Jakarta) 5 hari terakhir ini?
Boro2 mau jaya di Lautan luas, lha wong didaratan aja kita sudah kalah sama yang namanya air! Semua orang juga tahu kalau sumberdaya kelautan Indonesia termasuk salah satu yang paling hebat di dunia, tapi tetap saja kita selalu kalah set dibandingkan nelayan Vietnam, Cina, Thailand dll., yang dengan segala kecerdikan & tipudaya berhasil menguras isi laut kita. Sementara itu di daratan kita juga kalah oleh kebodohan kita sendiri dalam mengelola alam. Dan jadilah republik ini Republik Pewaris Banjir!
Manajemen Banjir.
Semua orang tahu bahwa banjir pasti akan datang setiap tahun. Semua orang tahu bahwa banjir 5 tahunan akan datang lebih besar. Namun yang paling penting adalah apa yang kita (pemerintah khususnya) bisa lakukan untuk mengantisipasi serta mengurangi banjir tahunan.
Semua hal bisa di manage termasuk banjir, dengan demikian ilmu Manajemen Banjir kalau kita perbandingkan dengan orang kuliah berdasarkan kebutuhan lama waktu kuliah di perguruan tinggi, pasti sudah masuk tahap doktornya doktor, bukan S3 lagi tapi sudah S10. Lha wong belajarnya bukan hanya setahun dua tahun tapi bahkan berpuluh-puluh tahun. Apa yang sudah dihasilkan sejauh ini? Banjir Kanal Timur yang belum juga selesai? Atau malah sikap saling menyalahkan antara Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat?
Mindset & Behaviour.Luar biasa! Disaat hampir 70% wilayah Jakarta terendam banjir, sekianpuluh orang mati dan ratusan ribu rakyat menderita, seorang pejabat negara sekelas Menko dengan seenak udelnya mengatakan bahwa banjir yang terjadi tidak separah yang diberitakan. Disebutkan pula bahwa media masa hanya membesar-besarkan masalah, padahal rakyat yang kena banjir masih bisa ketawa-tawa.
Give me a break sir, sampeyan bisa bilang seperti itu karena sampeyan tinggal dirumah yang nyaman, makanan mewah tersedia dan apapun yang sampeyan minta ada. Coba sekarang sampeyan berbasah kuyup di Kampung Melayu selama 6 hari, makan sehari sekali pakai mie dan menjalani malan nan gelap gulita! Saya jamin ucapan tersebut pasti akan sampeyan tarik kembali seketika.
Mindset ngawur dan sama sekali tidak berbau empati ini sama konyolnya dengan mindset sebagian artis yang saat roadshow di TV dengan semangat 45 selalu menyatakan bahwa banjir adalah Musibah! Pola pikir yang jelas akan menyurutkan semangat untuk mencari solusi.
Coba bayangkan kalau mindset karyawan(termasuk manajemennya) di suatu perusahaan yang sedang menderita kerugian menyatakan bahwa rugi beberapa milyar adalah musibah yang harus kita terima dengan lapang dada. Tidak perlu membuat usaha perbaikan, tidak perlu membuat inisiatif efisiensi, tidak perlu meminta semua lini bekerja lebih keras lagi, karena rugi adalah musibah! Apa yang akan terjadi? Jelas bahwa perusahaan tidak akan menjadi lebih baik, tetapi malah akan semakin terpuruk.
Mindset yang berubah juga belum tentu akan menyelesaikan masalah, masih perlu digenapi dengan perubahan behaviour/perilaku kita dalam menyikapi banjir. Ngak usah muluk2 deh, coba kita renungkan pertanyaan dibawah ini:
- sudahkah kita membuang sampah pada tempatnya?
- sudahkah kita menyisakan area resapan air dirumah kita?
- ikut berpartisipasi gotong royong membersihkan selokan ngak?
- dll
Mindset yang benar tanpa diikuti oleh perubahan perilaku seumpama katak hendak menelan lembu, tidak akan membuat perubahan apapun.
Berita Baik
Capek ngak sih kalau di sepanjang tahun baru 2007 ini kita dibombardir oleh berita2 bencana yang ngak ada habis2nya? Berita tentang perusahaan Marvell di majalah Swa edisi terbaru seakan setetes embun di padang gersang. Marvell diberitakan mengakuisisi divisi chip non komputer Intel seharga US$ 600 jt. Dengan tambahan otot ini Marvell bertiwikrama* menjadi salah satu perusahaan teknologi terkemuka di dunia dengan asset milyaran dollar!
Guess what? 2 dari 3 orang pemiliknya adalah orang Indonesia. Kakak beradik Sehat dan Pantas Sutarja beserta istri Sehat telah menorehkan nama harum bangsa Indonesia di pentas dunia, bukan sebagai negara seribu bencana, namun sebagai inovator ulung di kancah bisnis dunia.
Apa yang bisa kita ambil dari cerita diatas? Sepertinya peribahasa lama if there is a will there is a way, masih sangat relevan di era ini. Jika kita mau pasti ada jalan!
- Jika berniat menjadi pebisnis kelas dunia (walau orang Indonesia) pasti bisa
- Jika Berniat tidak Kebanjiran pasti ada cara untuk mencegahnya.
- Jika berniat membalik kerugian 7 M menjadi untung 700 M pasti bisa! Jika kita semua bersemangat dan berniat!
Mulai dari mana? Bagaimana kalau kita mulai dari mengerjakan tugas dan pekerjaan kita sehari2 dengan lebih baik bahkan kalau bisa melebihi KPI** yang diberikan perusahaan.
Selamat berjuang my friends.
Eko Utomo
Medio awal Februari 2007
* Istilah dalam dunia pewayangan dimana Dewa Wisnu atau titisannya(Kresna misalnya) bisa berubah menjadi raksasa mahasakti yang tak terkalahkan
** KPI = Key Performance Indicator
Tidak ada komentar:
Posting Komentar