04 Januari 2016

Ayo Piknik #Hal5

Ayo Piknik #Hal5

"Waaaah" mulut Jason menganga. Kalau ada 10 lalat, semua bisa masuk bersama2 saking lebarnya. Mulut menganga, mata setengah melotot dan berbinar2 serta muka birong (hitam) manis itu seakan memancarkan cahaya. Jason terpesona, kagum dan senang luarbiasa karena didepannya hadir LRT antar terminal di Changi Airport.

"Dasar cah ndeso kayak papanya" desis saya kecil sambil tersenyum. "Huuush!" mama Jason memukul kecil lenganku ngak terima anaknya dibilang "cah ndeso".

"Bagaimana ngak ndeso, coba lihat mulutnya menganga kayak Goa Selarong gitu", kataku melanjutkan. "Yang ini kan beda pa, sama kereta malam Jkt - Jogja atau KRL Serpong - Tn Abang yg pernah dia naiki". "Sama2 kereta ini" jawabku. "Bedalah, yg ini lebih bersih, bagus dan pakai melayang. Makanya sering ajak2 Jason piknik dong biar ngah kayak cah ndeso mlebu kuto", mamanya mengeluarkan jurus mengedepankan kepentingan anak padahal supaya dirinya ikut pikniknya juga.

***

Sekian tahun yang lalu, saya dikirim ke Sidney Australia untuk kursus Master NLP. Peserta kebanyakan bule2 Australia dan Selandia Baru. Dalam workshop 1 bulan itu,  saya menjadi salah satu peserta2 terbaik di angkatan itu. Hasil "piknik" ke Australia menunjukkan bahwa orang Indonesia sangat mampu bersaing dibandingkan dengan bule sekalipun yang sering dipandang superior oleh banyak orang. Coba kalau ngak piknik, pasti akan sering diganggu dengan mental inlader. Mental bahwa bule itu lebih baik segalanya.

Seperti yang dituliskan dalam #note4  kondisi kurang piknik membuat logika seseorang menjadi mandul karena memiliki keterbatasan perspektif. Orang kurang piknik memiliki single perspektif, mirip seperti orang Klaten yang mengklaim bahwa Soto Widodo is the best Soto di Indonesia.

Ngak salah juga, cuma naif. Karena hanya pernah merasakan soto rumahan dan soto Widodo dan tidak pernah mencicipi Soto Lamongan, Soto Madura, Soto Kudus, Soto Bandung, Soto Betawi, Soto Padang dll dlsb yang juga tidak kalah enaknya.

Hampir 30 tahun yang lalu sewaktu lulus dari SMP 1 Blora saya minta ke orangtua saya untuk meneruskan SMA ke SMA 1 Klaten. Orang tua menanyakan mengapa saya yang juara pararel dan memiliki NEM (Nilai Ebtanas Murni) terbaik sekabupaten Blora mau pindah. Padahal sekolah di SMA Blora dekat dengan orang tua dan peluang juara lagi di SMA besar. Saat itu saya jawab biar dapat banyak saingan. Bahasa sekarang biar banyak piknik sehinga tahu dunia itu luas. Keputusan anak SMP yg baik walau akibatnya tidak pernah juara lagi walau hanya juara kelas sekalipun.

Enam tahun lalu, menteri Jonan (saat itu Dirut KAI) mengirimkan ratusan karyawan KAI keluar negeri. Ada yang ke China, Jepang dan ke Eropa. Padahal kondisi keuangan KAI pada saat itu sangat pas2an. Tujuan Jonan mempiknikkan ratusan karyawan KAI adalah agar mereka melihat bahwa kereta mereka bukanlah kereta yg terbaik sistem pelayanannya. Ada banyak negara termasuk China yg memiliki pelayanan kereta yang jauh lebih baik dari KAI pada saat itu.

Piknik KAI ke luar negeri menghasilkan perspektif dan sudut pandang baru bagi karyawan KAI. Proses turn around KAI terjadi dan banyak menjadi topik diskusi. Bagi pengguna seperti saya, yang paling terasa stasiun jadi jauh lebih apik, rapi dan aman. Tidak ketemu pemandangan epic ratusan orang nongkrong diatas kereta lagi.

***
"Jason, turun yuk", bujuk mamanya untuk yang kesekian kali.
"Ngak mau", jawab Jason sambil erat2 memegang sandaran kursi LRT antar bandara. Ini adalah perjalanan yang ke-7x kami bolak-balik dari bandara 1 ke bandara 2 di Changi. Ini salah satu efek bapaknya kurang sering ngajak piknik.

Ayo banyakin Piknik, karena "You are What you See".

EU4U
BSD050116

Tidak ada komentar: