18 Januari 2016

PENJARA NOSTALGIA #Hal14

Catatan Harian Eko Utomo

PENJARA NOSTALGIA #Hal14

Kisahnya mirip dengan cerita Laskar Pelangi. Bukan sebagai pahlawan seperti Ikal dkk. Namun lebih tepatnya sebagai semi antagonis anak2 PN Timah yang hidup bergelimang kemewahan.

Dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga pejabat PN Timah tahun 70-80an, DIA tumbuh luarbiasa manja.

Rumah gedongan dengan setengah lusin kamar. 4 orang pembantu dan tukang kebun. Baju bermerk kiriman Jakarta Bandung. Makanan kalengan dan semua hal yang hanya diimpikan oleh anak2 seusianya.

Hidup sungguh indah dan mudah.
Dan cetak biru hidup serba ada dan mudah menjadi sebuah pola, tidak peduli cuaca dan suasana.

Ikal laskar pelangi berjuang dalam kemiskinan. Mengaduk lumpur harapan dan menanam benih impian pada semaian. Jatuh bangun penuh perjuangan. Namun cetak biru semangat pantang menyerah ini yang membawanya ke pusat peradaban dunia, Paris dengan Sorbonenya.

Hidup harus diperjuangkan. Tidak mudah namun banyak pilihan. Tinggal kita yang menentukan keputusan.

Puluhan tahun berlalu, dan roda berputar. DIA sepenuhnya dewasa, sudah berkeluarga dan memiliki anak. Namun DIA tetap sama, terpenjara dalam nostalgia tentang masa semua ada dan mudah: the good old days.

DIA sama yang lain berbeda. Tidak ada lagi orang tua yang bisa menyediakan semua yang diminta. Bahkan sang perkasa PN Timahpun tidak mampu tetap berjaya.

Mencari penghidupan sendiri sebuah dimensi yang sungguh asing bagi DIA. Tidak juga suaminya yang dia temukan dalam perspektif yang sama, semua itu (seharusnya) mudah.

Kerja menjadi beban, tanggung jawab menjadi keterpaksaan. Bahkan mengasuh anak adalah siksaan. Bagi DIA mengasuh anak seharusnya tugas pengasuh bayaran, persis seperti yang dia rasakan puluhan tahun lalu. Yang terjadi adalah chaos, kekacauan luarbiasa dalam keluarga. Zombie yang hidup dimasa kini.

"There is no unresourceful people, only unresourceful mind".
Tidak ada orang yang tidak berguna, yang tidak berguna adalah pikirannya, cetak biru cara berpikir.

Kalau kita terus menerus bermasalah dengan kehidupan, coba cek diri anda. Jangan2 pikiran anda sedang terpenjara. Butuh mendobrak penjara segera.

Penjara yang sama ada di kepala para teroris Jakarta. Kemuliaan surga macam apa yang akan diterima dengan menciptakan malapetaka?

Lha kok tetap suka dipenjara? ya mbuh ra ruh, bagi mereka penjara ini mungkin lebih baik dari alam bebas yang butuh toleransi dan tenggang rasa.

EU4U
BSD140116

Tidak ada komentar: