Catatan Harian Eko Utomo
Doing a New Way #Hal70
"If you only do what you can do, you will never be better than you are".
Master Shifu Kungfu Panda
***
Lapangan tenis kedatangan banyak pemain baru. Satu yang menarik perhatian adalah cowok endut potongan rambut pendek, fresh blood usia unyu2 awal 20an.
John demikian kami memanggilnya. Dari awal pemanasan, terlihat bahwa John pemain tennis sekolahan. Pemain tennis sekolahan memiliki "strokes" pukulan yang "benar" karena dilatih dan berlatih melakukan pukulan oleh pelatih. Berbeda dengan pemain tenis "kampung" seperti kami yang melakukan pukulan tenis dengan "mengira-ngira" cara memukul yang benar.
Bagiku, setiap kali ketemu pemain baru pasti menimbulkan semangat baru untuk menjajal ilmu lawan. Mungkin inilah yang terjadi pada masa dulu dimana para pendekar berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk "sambung" atau bertanding menjajal kedigdayaan pendekar lain yang mereka temui.
John berdiri disebrang lapangan. Terbukti ini anak memang pemain tenis sekolahannya. Pukulan forehand keras dengan spin yang deras. Susah dikembalikan karena pukulan melengkung dan spin kencangnya mampu menggetarkan raket kita.
Namun sebagai pemain tenis kawakan dengan jam terbang 20 tahun lebih (cie cie cie) saya bisa langsung membaca kelemahan John. John jorok dalam bermain, sering melalukan unforce error (mati sendiri). John juga sangat lemah dalam backhand. Selain itu dengan berat badan lebih dari 90 kg, John kelimpungan kalau mendapatkan bola dropshot dan pontang panting untuk mengejarnya.
Sepanjang permainan aku eksploitasi kelemahan John sambil membullynya bertubi-tubi secara verbal.
"John, bisa mukul backhand ngak?", teriakku setiap kali John mati saat mengembalikan bola yang aku arahkan ke backhandnya.
"Belajar backhand dong, masak cuma bisa mukul forehand terus!", lanjutku sambil menyeringai.
John hanya bisa tersenyum pasrah kena bully. Kalah usia dan kalah senior membuatnya tidak mampu membalas ledekan gua. Dan malam itu dia dan pasangannya kalah telak 6-2.
Beberapa minggu sesudahnya. "Boom!" backhand dua tangan John mendarat mulus di belakang sisi lapangan gua.
"Dah lulus belajar backhand loe John", cetusku. Kali ini aku mengubah strategi dengan membully John dengan banyak2 melakukan pukulan dropshot. John si endut pontang panting mengejar dan tetap kehilangan point.
Bulan berganti, John sudah tidak bisa dibully untuk lari. Sepertinya dia turun 10 kg karena sekarang larinya kencang dalam mengejar bola dropshot.
"Kejar bro! masak bisanya cuma pukulan forehand cross court? gampang kebaca nih", candaku saat berhasil memotong pukulan John dan memvolleynya kembali jadi pukulan winner.
John tersenyum simpul tanpa mengucapkan kata2, agak irit membalas bullyan gua.
Dua hari yang lalu.
Aku bergeser perlahan ketengah untuk siap2 memotong pukulan silang John.
"Boom", bola pukulan forehand down the line jatuh mulus tak tertepis disisi kiriku. Sejenak aku ternganga.
"Gile, dah bisa down the line rupanya loe John?", tanyaku sambil menggaruk kepala.
Dan malam itu kami kalah 7-6. John telah "Lets the racket do the talk!". Setiap waktu dia belajar pukulan baru khususnya pukulan kelemahan dia yg menjadi obyek ledekan.
Aku harus cari area baru kelemahan John, apa ya? hmmm service kedua!.
***
"Pak W, apa yang membuat pak W melakukan pengaturan seperti itu?", tanyaku pada manager operasi yang baru.
Salah satu perusahaan dalam holding kami kedatangan manager operasi baru. Sebuah posisi yang strategis karena "custmer experience" dan kinerja perusahaan akan tergantung sama kualitas pekerjaan posisi ini.
Sejak kedatangan manager operasi yang baru menggantikan pjs operasi manager yang dipegang orang lain kinerja operasi jadi kocar kacir. Job order menumpuk dan SLA jebol semua. Anak2 teknisi yang sebelumnya baik2 saja, sekarang memasalahkan kerja lembur dan disiplin merosot tajam. Kalau sebelumnya jam 9 pagi ada briefing pagi, sekarang jam 10 beberapa orang baru datang. A chaotic condition, berubah jauh dibandingkan kondisi sebelumnya.
"Apa yang membuat pak W melakukan seperti itu", tanyaku lagi karena yang ditanya diam seribu bahasa. Dalam proses coaching ini aku mencoba menggali apa yang membuat kinerja operasi terjun bebas.
"Hmmm, saya sudah berusaha melakukan yang terbaik sesuai yang SAYA TAHU pak", jawabnya pelan hampir tidak terdengar.
"Trus, menurutmu kinerjamu bagus ngak?", aku memancing pernyataan.
"Jelek pak, saya sadar kinerja saya tidak sesuai harapan direksi", jawabnya kemudian.
"Bagus tuh pak W, pengakuan bapak bisa jadi menjadi modal untuk belajar management organisasi yang baru agar kinerja membaik. Bapak akan di coach dan didampingi sama mantan pjs pak Julidon yang sudah terbukti bagus dalam mengelola departemen operasi", aku memberi action plan untuk dikerjakan.
Stasiun Palmerah pagi hari.
"Pak Eko, pak W resign", kata Julidon sambil berjalan di selasar turun stasiun mencari taxi.
"Oh ya? Kenapa? Bukannya dia bersedia untuk belajar hal baru sebagai manager?", tanyaku sedikit heran.
"Sepertinya dia ngak nyaman dengan cara2 baru dan tidak bisa meninggalkan cara lama. Dan dia menyerah", jawabnya.
"Okey, itu pilihan dia. Pembelajaran buat kita sederhana, kalau kita ngak pernah mencoba hal baru ya kita ngak akan berkembang, jalan ditempat. Orang jalan ditempat ya ditinggalkan sama yang lain", kataku sebelum masuk taxi.
EU4U
BSDCITY300316
Untuk para pembelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar