19 Mei 2016

Nothing to Lose #Hal73


Catatan Harian Eko Utomo

Nothing to Lose #Hal73

Saya adalah Roker! Sabaaar jangan mengeryitkan alis dulu, saya sadar diri tidak becus bernyanyi, kentutpun fals bunyinya. Maksud saya bukan roker penyanyi yang meneriakkan lagu2 cadas ala GnR atau Achmad Albar. Saya merupakan anggota jemaat imajinatif dari mereka yang tergabung dalam Rombongan Kereta (Roker).

Sebagai jemaat Roker maka setiap pagi saya setia menunggu di stasiun Serpong untuk menumpang KRL jurusan Tanah Abang dan turun di Sta. Palmerah. Dari Sta. Palmerah saya berganti moda transportasi Taxi yang mengantarkan saya ke kantor di bilangan Gatot Subroto.

Pilihan bergabung dalam jemaat Roker adalah pilihan berbasiskan pertimbangan fungsional dan rasional. Saya bisa sampai (pulang) di kantor lebih cepat tanpa takut terjebak dalam lautan macet yg melelahkan di belantara hutan beton ibukota.

Ada sebuah ganjalan. Untuk bekerja saya membawa sebuah laptop dan dokumen2 kerja lainnya dalam sebuah ransel atau tas punggung. Kalau ditotal2 beratnya sekitar 5 kg. Kalau dibawa dalam jangka waktu yang cukup lama menimbulkan beban yang cukup berat bagi tulang punggung saya yang menua.

Karena kondisi itulah saat naik KRL hal pertama yang saya lakukan adalah menaruh tas punggung ke rak yang tersedia di kereta. Namun dalam banyak kesempatan, khususnya saat pulang kerja di jam "peak hours" kesempatan menaruh tas di rak kereta sirna!. Saya terpaksa tetap memanggulnya atau bahkan menggendongnya dibagian depan ala mama dan babynya untuk mengamankan isi tas dari tangan kreatif para pencopet.

Yang terjadi sepanjang 45 menit perjalanan sta. Palmerah - sta. Serpong tulang punggung saya mendapat beban ekstra 5 kg!. Pegal dan linu datang tanpa diundang.

***
Dalam kehidupan sosial sehari-hari, baik itu di kantor ataupun dalam lingkungan sosial non kantor, saya sering kali melihat mereka yang terengah2 keberatan beban namun tetap menggendong ransel berat mereka dalam beraktivitas.

Padahal dengan adanya beban berat di punggung mengakibatkan mereka cepat lelah dan kesulitan dalam melakukan aktivitas yang sedang dilakukan. Setiap gerakan membutuhkan tenaga ekstra, sebagian untuk melakukan gerakan itu sendiri sebagian untuk menahan beban di punggung.

Aktivitas tidak dapat dilakukan dengan maksimal dan optimal. Prestasi tidak dapat dicapai karena upaya yang dilakukan bukan merupakan upaya terbaik yang bisa diupayakan.

Fenomena ini saya namakan sebagai fenomena menggendong "something we afraid will be lose".

Kita membawa beban yang takut ketinggalan. Dalam bekerja misalnya kita takut "kena pecat", takut tidak populer, takut "tidak disukai" takut "kena bully", takut tidak naik gaji dan banyak lagi takut2 yang lain. Semakin banyak takut yang dikhawatirkan maka semakin besar beban yang disandang dan semakin pula kita tidak dapat bergerak.

Dalam sebuah penyelenggaraan event yang cukup besar, ada salah satu komponen yang masih bermasalah, padahal dateline sudah terlewati. Saya harus melakukan intervensi dan mengambil alih kendali dengan tujuan agar masalah yang ada terkendali. Muncul pertanyaan:

"Pak, kalau dilakukan intervensi maka penanggung jawab akan sakit hati!", kata salah satu anggota panitia yang lain.

"Bu, thanks buat masukannya, saat ini kita sedang kondisi darurat. Saya sih ngak peduli satu orang sakit hati, 30% sakit hati juga ngak papa daripada semuanya menjadi marah dan kecewa karena rencana rusak dan kacau karena satu orang. Intervensi tetap kita lakukan", jawab saya tegas.

Saya sadar betul bahwa tidak bakalan semua orang akan akan suka dengan tindakan kita. Lha wong nabi aja banyak musuhnya. Presiden Jokowi atau Gub. Ahok saat Indonesia maju mengalahkan Malaysia atau Jakarta melebihi moncernya Kualalumpur pasti tetap ada yang tidak suka pada mereka.

Tidak mengambil keputusan atau tindakan yang tepat pada waktunya seringkali karena "beban" yang kita bawa kemana2. Beban yang tidak kita letakkan pada tempat selayaknya.

Takut tidak populer dlsb membuat kita bermain aman dan kemudian menjadi manusia "mediocre", manusia "biasa2 aja" karena punya "something to lose".

Apakah tidak boleh main aman? boleh aja sih, kita manusia diberikan "free will" spirit. Punya kehendak dan keputusan. Cuma jangan kecewa dan marah saat buah yang dihasilkan biasa2 aja.

EU4U
BSDCITY040416

Untuk para Decision Maker.

Tidak ada komentar: