13 Februari 2016

"Discretion: a Freedom to Decide". #Hal24


Catatan Harian Eko Utomo

"Discretion: a Freedom to Decide". #Hal24

Inilah wejangan ibu saya 25 tahun yang lalu saat mengetahui saya bakal kuliah di Bandung, jauh dari keluarga.
"Le, eling yo. Yen golek pacar ojo sing ireng koyok awakmu. Mengko ndak mesakne putuku"*.

Mendapat wejangan seperti itu aku cuma bilang "oke buk". Walau dalam hati mbatin juga (berpikir dalam hati), apa salah dan dosaku ya kalau aku berkulit hitam. Lha wong yang menurunkan gen ya orang tua kok. Apalagi kalau diamati gen hitam ini sebenarnya malah turunan dari keluarga ibuku bukan bapakku.

"Ada syarat2 lain buk?", tanyaku lebih lanjut.
"Sing tresno marang awakmu, ojo kuwalik"**, jawab ibu.
Agak bingung dengan syarat kedua ini. Mungkin maksud ibu adalah agar aku mencari pacar yang benar2 suka padaku. Bukan aku yang ekstra ngebet padanya.

"Yang lain terserah padamu, ibu yakin kamu bisa milih yang terbaik buatmu", ibu menutup diskusi maha penting dengan memberikan WEWENANG padaku untuk MENENTUKAN pilihan dan hak untuk bertindak dalam memilih calon pendamping wisuda.

***
Dalam dunia kepemimpinan (leadership), konsep DISCRETION ini sangat penting. Discretion (freedom to decide) memungkinkan seorang pemimpin untuk MENGAMBIL KEPUTUSAN.

Tanpa pengambilan keputusan maka kepemimpinan akan layu dan mati. Bayangkan direktur anda setiap hari mengadakan rapat tetapi tidak ada keputusan yang dibuat.

Di dalam dunia korporasi dikenal istilah Management Discretion. Dimana management (BOD atau CEO) diberikan wewenang oleh komisaris untuk mengambil keputusan2 yang dibutuhkan untuk menjalankan perusahaan.

Dalam kenyataanya, pemberian Discretion belum tentu diikuti oleh KEBERANIAN dan KECERMATAN menggunakannya.

Diskresi yang diberikan share holder kepada management Yahoo untuk mengakuisisi Facebook (@ any cost) beberapa tahun yang lalu jelas merupakan diskresi yg luarbiasa.

Sayangnya management Yahoo memilih tidak menggunakan diskresi ini. Yang terjadi Facebook tumbuh luarbiasa dan memiliki valuasi pasar bahkan melewati Yahoo. Sebuah mis fortune yang luarbiasa.

***
Dalam level yang lebih mikro, saya banyak mengamati peristiwa yang sama. Manager diberikan diskresi untuk memutuskan. Yang terjadi mereka TAKUT untuk menggunakan. Bahkan seringkali melemparnya ke atas atau kesamping.

Memilih tidak menggunakan diskresi memang sebuah opsi. Namun kesempatan untuk berlatih membuat keputusan menjadi hilang. Hanya mereka yang terlatih membuat diskresi yang bisa membuat keputusan yang CEPAT dan BERKUALITAS pada saat dibutuhkan dalam kondisi yang urgent.

Dari sini jelas kelihatan siapa yang akan sukses dan bakal jadi pemenang. Dia yang BERANI MENGAMBIL KEPUTUSAN dan belajar dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

***
"Ko, jaga Jason baik2 ya. Jangan suka dimarahi", ibuku memberikan pesan sebelum kami pulang ke Jakarta. Firasat bahwa beliau tidak akan bertemu kami kembali selamanya.

"Iya buk", jawabku singkat.
"Walau hitam2 gini, Jason ini cucu kesayangan ibu. Asli trah Klaten", ibu meneruskan wasiatnya.

Duapuluh tahun lalu aku pakai diskresi yang diberikan untuk cari pacar. Berkulit terang untuk perbaikan keturunan. Untung saja genku cukup kuat, sehingga Jason anak kedua lahir Jliteng. Malah jadi cucu kesayangan Eyang.

EU4U
BSD 240116
Untuk para "discretion exercisor"

Tidak ada komentar: