13 Februari 2016

Kereta Cepat, Apakah KEPUTUSAN STRATEJIK yang Tepat? #Hal42


Catatan Harian Eko Utomo

Kereta Cepat, Apakah KEPUTUSAN STRATEJIK yang Tepat? #Hal42

Presiden Jokowi telah melakukan groundbreaking senilai 3000 T dalam 1.5 tahun berkuasa (Tabloid Kontan, Edisi Pebruari 2016).

Dibandingkan dengan rezim SBY dan rezim2 sebelumnya, maka rezim Jokowi dalam memutuskan KEBIJAKAN STRATEJIK jauh LEBIH CEPAT. Kalau melihat naga2nya maka masih akan banyak lagi proyek pembangunan dengan jumlah yang banyak dan nilai raksasa.

Proyek Kilang Pertamina, proyek 35 k MW PLN merupakan salah dua dari beberapa proyek kelas dinasaurus senilai ratusan Triliyun yang digeber oleh rezim Jokowi. Karena kedua proyek ini sesuai dengan ekspektasi dan harapan masyarakat, keduanya cenderung kurang "heboh" di media.

Lain halnya dengan proyek Kereta Cepat (KC) yang baru beberapa minggu lalu diresmikan. Suara pro dan kontra masih banyak terdengar di semua media: TV, Radio, Cetak dan yang paling seru Media Sosial.

Saya tak hendak mengulang pembahasan KC dari perpektif Pro vs Kontra. Saya ingin membahas Kebijalan Stratejik KC ini dari sudut pandang proses pengambilan keputusan stratejik untuk mendapatkan HASIL KEPUTUSAN stratejik yang berkualitas.

Mantra Baru di Abad Baru: FAST or DIE

Di abad baru dan lingkup persaingan dunia yang makin datar ini (Friedman, 2005), maka perusahaan dalam mengambil keputusan stratejik (kebijakan stratejik untuk pemerintah) harus melakukkannya dengan cepat (Eisenhardt, 1988).

Pengambilan keputusan stratejik yang cepat memampukan perusahaan (negara) untuk melakukan eksekusi dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan konsumen LEBIH CEPAT dibandingkan kompetitor.

Kelambanan proses pengambilan keputusan stratejik hanya akan menyebabkan kompetitor masuk dan merebut hati konsumen terlebih dahulu. Merebut pacar orang jelas lebih sulit dibandingkan menembak cewek jomblo.

Contoh nyata untuk kasus ini dapat kita temukan di media beberapa minggu ini. Raksasa samurai Jepang yang lamban dan tambun sepert Sony, Toshiba dan Sharp jauh tinggalkan oleh pendekar2 Korea yang lincah dan mampu lari cepat seperti Samsung dan LG. Mereka limbung, kalau tidak berubah sangat mungkin jatuh dan mati.

Masalahnya sederhana, budaya kerja Jepang yang mementingkan harmonisasi dan senioritas menghambat Inovasi dan proses pengambilan keputusan. "Fast or Die", mantra baru di abad baru.

Dari aspek ini maka kebijakan stratejik Jokowi mendapatkan nilai A, jika saya menggunakan sistem penilaian bagi mahasiswa

STAKEHOLDER INVOLVEMENT

Keputusan stratejik yang berkualitas selain cepat juga memiliki alat ukur yang lain: STAKEHOLDER ACCEPTANCE dan STAKEHOLDER COMMITMENT (Amason, 1996)

Stakeholder Acceptance adalah sikap penerimaan mereka2 yang berkepentingan (stakeholder) terhadap keputusan stratejik yang dihasilkan. Dalam hal ini keputusan untuk membangun Kereta Cepat jurusan Jakarta Bandung.

Mencermati dinamika di media, terlihat bahwa masyarakat terbelah menjadi dua. Sebagian menerima dan sebagian menolak. Mereka yang menerima melihat proyek ini jadi lambang mercusuar pembangunan Indonesia baru dan diharapkan menjadi lokomotif investasi dan pembangunan berikutnya

Mereka yang menolak, sebagian karena menyayangkan dana raksasa yang dipakai (US $ 5 M) untuk membangun KC Jakarta-Bandung kenapa tidak dipakai untuk membangun infrastruktur di luar Jawa. Terlepas bahwa alasannya kurang relevan karena KC menggunakan pendekatan B2B yang tidak memakai APBN namun isu ini menjadi paling dominan.

Stakeholder Commitment juga tidak bulat. Departemen Perhubungan dibawah Jonan terlihat ogah2an dalam mendorong proses perijinan. Termasuk juga Angkatan Udara dimana sebagian lahannya di Halim akan dipakai sebagai Stasiun pemberhentian KC di Jakarta.

Untuk Stakeholder Commitment dan Acceptance, saya memberikan nilai C+ terhadap proyek KC.

THE EXECUTION?

Alat ukur terakhir terhadap kualitas pengambilan keputusan stratejik adalah KEMUDAHAN EKSEKUSI (Parayitam & Dooley, 2000).

Mengukurnya mudah, semakin mulus proyek dieksekusi semakin tinggi kualitas keputusan yang dihasilkan. Demikian sebaliknya.

Untuk alat ukur Kemudahan Eksekusi saya belum bisa memberikan penilaian. Proyek KC direncanakan diselesaikan pada tahun 2019. Kalau selesai tepat waktu atau lebih cepat maka keputusan ini merupakan keputusan yang baik karena "mudah" dalam implementasinya sesuai dengan rencana.

Dari penjelasan diatas, peneliaan yang menyeluruh terhadap pengambilan keputusan stratejik Kereta Cepat belum dapat dilakukan. Untuk aspek yang sudah dapat dinilai saya berikan nilai rata2 B. Bagi sebagian besar mahasiswa nilai B merupakan nilai yang cukup memadai.

EU4U
BSD130216

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Berubah atau binasa!
Bukan kah bgtu pak Eko? :)
Fadli