21 Desember 2016

Mediocre Breed Mediocre #Hal94


Catatan Harian Eko Utomo

Mediocre Breed Mediocre #Hal94

Apa keunggulan sistem pendidikan di Finlandia (#1 in the world)? jam belajar pendek? kurikulum? fasilitas?. Semua faktor itu pasti ikut mendukung, namun yang paling menarik perhatian saya adalah kualitas para gurunya!.

Sistem pendidikan dasar di Finlandia mensyaratkan guru haruslah lulusan S2. Yang lebih dahsyat lagi, para guru ini bukanlah para master yang mediocre. Mereka adalah para jagoan dan lulusan terbaik di Finlandia!.

Gaji, fasilitas dan prestise menjadi guru mampu menarik the best talent in the market. Kondisi yang mirip di Indonesia sebelum tahun 70an. Profesi guru (dan dosen) merupakan profesi bergengsi yang diburu oleh banyak talenta2 muda yang berbakat.

Tahun 80an, pada saat Indonesia gemuruh dengan industrialisasi, profesi guru yang gajinya makin cupet melorot menjadi profesi nomer sekian. Pilihan utama adalah menjadi kuli industrialisasi yang bergaji tinggi. Kalaupun menjadi PNS tujuannya adalah PNS yang bergengsi dan "terlihat basah" seperti departemen keuangan, PU dan lain2nya.

Kuliah di IKIP pada saat itu cenderung bukan karena motivasi idealisme namun lebih karena merasa kurang mampu bersaing dalam memperebutkan jurusan2 bergengsi di PT ternama yang dapat menjadi modal ke pekerjaan idaman.

Saya teringat bagaimana Profesor2 di ITB bersusah payah membujuk "second layer" agar mau menjadi dosen karena mereka yg Cum Laude menolak mentah2. Suatu hal yang wajar karena gaji mereka di swasta 10× lipat dari gaji dosen.

Kalau dengan kualitas pendidik yang "mediocre" dan kita berharap kualitas pendidikan best quality pasti ada masalah dengan circuit logic kita. Entah konslet entah memang cacat logika dari sononya.

***
Kemarin saya seharian berkunjung ke sebuah perusahaan ternama di Indonesia. Perusahaan yang pernah jadi Mercusuar hiruk pikuk industrialisasi, sekarang kondisinya "ngenes" dan kurang terurus.

Dalam diskusi panjang lebar dari siang hari sampai dengan jam 10 malam itu saya melihat benang merah di tengah2 kekusutan dan keruwetan masalah yang harus diurai. Ada masalah PENGELOLAAN SDM yang serius di perusahaan ini.

Praktek2 SDM di perusahaan yang pernah jadi rujukan di seluruh Nusantara ini ibaratnya seperti Dinasaurus di tengah2 kawasan Mega Kuningan Jakarta. Sistem SDM yang sombong, angkuh, tuli, tapi jelas salah tempat, salah waktu, dan tinggal menunggu ditembak mati! Atau paling beruntung diawetkan dan dipamerkan di museum Geologi.

Masalah utamanya sangat klasik, pengelolaan SDM diserahkan pada orang2 mediocre. Sebuah praktek yang "biasa", bahkan di masa lalu seringkali Divisi SDM merupakan divisi pembuangan orang2 "kalah" dan mereka yang tidak berprestasi atau bersiap pensiun.

Jaman berubah, COMPETITIVE factor yang penting (bisa dibilang paling penting) sebuah organisasi adalah ORANG2NYA. Bagaimana mungkin, orang2 yang kleleran, tidak terurus, kecewa dan marah karena ditangani dengan serampangan disuruh maju perang dan menang?. Dan menyedihkannya diberikanlah mediocre untuk mengurus mereka!

Kalau anda perhatikan cerita2 proses transformasi yang sukses di banyak perusahaan, coba lihat detail awal ini, sang CEO akan merombak SDM (dan sistemnya) terlebih dahulu sebelum masuk ke aspek lain.

Profesor Jim Collins dalam buka Good to Great menyimpulkan, yang terpenting bukan kemana bus mau dibawa, namun SIAPA penumpang yang ada didalamnya.

Jadi masih mau pay by peanuts?

EU4U
BSDCity110816
Untuk pemerhati People Development

Tidak ada komentar: