Catatan Harian Eko Utomo
Taichi Master in Leadership #Hal100
Sebagai penggemar cerita silat (Cersil) karya Kho Ping Hoo, saya menyerap banyak istilah ilmu silat China yang dipaparkan pengarang.
Salah satunya adalah Iweekang, istilah lain untuk tenaga dalam. Iweekang merupakan "lawan" dari Gwakang atau tenaga luar. Kalau Iweekang didapatkan dengan latihan pernafasan maka latihan fisik yang keras jalan yang dipakai untuk melatih Gwakang.
Kepala penjahat Hek Siamo memiliki Gwakang yang mengerikan. Pukulannya mampu merobohkan pohon dengan satu pukulan.
Sementara Pendekar Super Sakti Suma Han yang memiliki Iweekang yang dahsyat, pukulan tangannya yang dilandasi oleh Iweekang tingkat tinggi saat menyentuh pohon tidak meninggalkan luka apapun pada pohon, namun menghancurkan bagian dalamnya menjadi abu. Pohon akan hancur berkeping2 saat ditiup angin.
Jadi kalau Suma Han ketemu Hek Siamo maka terjadilah pertempuran antara master Iweekang vs master Gwakang. Sudah bisa ditebak siapa yang menang bukan? Kelembutan tenaga dalam mengalahkan kekerasan tenaga kasar.
Dalam film Taichi Master yang dipopulerkan oleh Jet Lee, kita bisa melihat salah satu jurus terdahsyat yang ada. Bukan jurus yang menghancurkan jurus lawan. Bukan pula jurus yang frontal mengadu kekerasan, namun sebuah teknik dimana serangan lawan TIDAK DILAWAN namun dimanfaatkan dan dikelola untuk kemudian dibalikkan buat mengalahkan lawan itu sendiri!. Kekerasan tidak dilawan namun DIKELOLA.
***
Sepuluh tahun yang lalu, saya dan tim Trainer Holcim Indonesia mengadakan training dua hari dengan topik Leadership yang dicampur dengan sosialisasi KPI.
Peserta adalah para Senior Staff, Manager dan Senior Manager salah satu Anak Perusahaan. Dalam satu hari dibagi menjadi 4 sesi training yang dibawakan oleh Trainer yang berbeda. Saya kebagian sesi kedua.
Sesi pertama dibawakan oleh salah satu rekan trainer. Saya duduk di belakang menjadi sit in trainer sambil mengamati dinamika kelas untuk persiapan sesi kedua.
Training baru saja dimulai, trainer baru membuka slide pertama dan menjelaskan definisi sebuah konsep. Seorang Senior Manager angkat tangan dan keberatan terhadap definisi yang diberikan oleh trainer.
Trainer mencoba menjelaskan kembali. Sang Senior Manager tidak puas dan kembali mendebat. Sang trainer menjadi difensif dan mencoba meyakinkan bahwa definisi yang diberikan adalah yang benar. Senior Manager tidak puas dan membantah. Suasana menjadi panas dan tegang. Gwakang bertemu Gwakang.
Dan sesi pertama workshop menjadi tunggang langgang.
Di kursi belakang saya memperhatikan, sambil berkerut pusing bercampur cemas bahwa nasib saya akan sama dengan trainer sesi pertama, dibantai diawal training.
Ditengah kegalauan mencari jalan keluar untuk menyelamatkan sesi kedua saya teringat Suma Han dan Taichi Masters.
Sesi kedua dimulai, slide pertama saya buka.
"Pak Eko, apa yang anda maksud dengan konsep X? Saya tidak setuju dengan hal itu!", here we go, same guy, same attitude, bring chaos.
Sambil menarik nafas panjang meredakan ketegangan saya menjawab: "Pak Anger, terimakasih untuk pertanyaan dan komentarnya. Penjelasannya anda sangat menarik dan baik. Sepertinya saya dan teman2 yang lain harus banyak berguru dan belajar dari bapak", pak Anger sedikit kaget mendengar jawaban dan muka kerasnya sedikit melunak.
Dalam dua jam berikutnya, apabila ada pertanyaan dari peserta, seringkali saya retour pertanyaan itu dengan cara meminta pendapat pak Anger. Saya berikan panggung dan waktu dia untuk "bernyanyi". Dan panggung saya utuh berdiri walau harus berbagi. Gwakang dilawan dengan Iweekang menggunakan jurus Taichi.
***
Dalam sebuah obrolan warung kopi, seorang rekan bercerita bahwa ada seorang manager di project baru yang sedang ia tangani bak kuda dengan kacamatanya. Dalam mendesign sebuah konsep saat diberikan feedback, malah bersifat defensif dan cenderung menolak dan mengajak berkelahi tanpa alasan yang kuat.
Kekeh, ngeyel padahal wawasan terbatas. Rekan saya sebagai atasan baru menjelaskan kepada anak buah keras kepala ini mengapa konsep samg manager kurang tepat. Dia tidak berhenti hanya menjelaskan namun juga mengajak yang bersangkutan untuk melakukan benchmarking ke kompetitor. Melihat, mendengar dan merasakan secara langsung produk kompetitor dan kemudian bisa menerima bahwa konsep yang dia buat tidak tepat.
Beberapa waktu kemudian sang manager yang sudah berkurang jauh tingkat kekerasan kepalanya bercerita bahwa rekan saya (boss dia) sangat berbeda denga bos lama dia yang setiap hari kerjanya memberi perintah dan marah kalau perintah yang diberikan tidak dikerjakan tidak sempurna.
Sang manager yang menjadi bawahan dan korban kemudian meniru gaya kepemimpinan dan komunikasi sang bos. Dan seringkali membawa hasil yang buruk.
"Pak, saya suka sekali dengan gaya bapak sebagai atasan saya. Saya dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan dijelaskan memgapa sebuah keputusan harus diambil dan dipilih", kata sang manager ke teman saya atasannya. "Saya sangat senang mendapatkan atasan seperti bapak", lanjut sang manager.
***
Dalam istilah strategic management, apa yang dilakukan oleh rekan saya kepada anakbuahnya sebagai SOFT INFLUENCE TACTICS, berbeda dengan yang dilakukan bos sebelumnya yang dia ganti yang menggunakan HARD INFLUENCE TACTIC (IT).
Position Power Approach (Hard IT) ternyata menghasilkan resistensi. Paling mentok complience dan tidak pernah mencapai level komitmen.
Pendekatan dengan Involvement dan penjelasan Rasional yang dia pakai merupakan pendekatan2 dalam Soft IT. Berhasil bahkan mendorong komitmen sang manager. Cara SOFT lebih efektif dibandingkan cara HARD.
Kalau anda pilih yang mana?
EU4U
BSDCity 270816
Malam Minggu bergerimis sendu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar