31 Maret 2008

Perception is Projection


Warna Apakah yg Hendak Engkau Lihat! Perception is Projection.

“No man ever looks at the world with pristine eyes. He sees it edited by a definite set of customs and institutions and ways of thinking.”. Ruth Benedict

Warna Kacamata Rayben
Mari kita mengingat masa Remaja kita ditahun 80an, salah satu fashion tool yang sangat populer di tahun2 tersebut adalah Kacamata Rayben.

Sebagai anak remaja, kalau kita bisa memiliki Kacamata Rayben (kebanyakan yg palsu) dan menaruhnya diatas hidung kita saat mengendarai Honda Astrea Star, wah………rasanya seperti orang paling ganteng di dunia.

Rayben menyediakan bermacam warna untuk kacamata sun glassesnya ini. Warna sedikit kebiruan, kecoklatan atau sedikit ungu kehijauan menjadi favorite pada saat itu. Saat kita memakai Rayben warna biru, maka apapun yang kita lihat akan berwarna kebiruan juga.

Ganti Mobil
Adakah diantara leaders yang akhir2 ini baru saja ganti mobil atau mau ganti mobil? Apa yang terjadi dengan “penglihatan” Anda terhadap mobil sejenis dengan yang Anda beli atau mau beli? Yuup....di jalan raya mobil jenis tersebut kelihatan lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya.

Saya merupakan contoh yang nyata tentang fenomena ini. Setahun yang lalu saat kami hendak mengganti mobil kami dengan Kia Carrents, mendadak saya dan istri memiliki kesan banyak mobil sejenis yang beredar di Bandung. Padahal sebelumnya perasaan tersebut tidak ada.

Jadi apa yang sebenarnya terjadi dengan diri saya? Keinginan saya untuk membeli mobil Kia Carrents memberikan sinyal ke pancaindra saya untuk lebih memperhatikan Kia Carrents kalau mobil tersebut lewat di depan saya. Satu hal yang sebelumnya tidak terprogram dalam pikiran.

Perception is Projection
Apa yang kita proyeksikan (inginkan) adalah apa yang terprogram didalam pikiran kita. Seperti contoh cerita Kacamata Rayben diatas, warna yang akan kita lihat diluar tergantung warna Kacamata Rayben yang kita pakai.

Dalam contoh mobil, keinginan saya untuk membeli mobil Kia Carrents memberikan sinyal kepada pikiran saya untuk bisa melihat semua Kia Carrents yang lewat didepan saya. Padahal jumlah mobil tersebut di Bandung sebelum dan sesudahnya tidak mengalami perubahan alisa sami mawon.

Pemimpin, Bakat Alam atau Dibentuk
Kemarin, pada saat saya membawakan materi IM Essentials untuk GDP Batch 3 di Club House, ada satu pertanyaan yang menarik dari salah seorang peserta, “Pemimpin apakah dilahirkan dengan bakat memimpin atau bisa dibentuk dan dikembangkan?”. Suatu pertanyaan yang sebenarnya merupakan pertanyaan laten yang menjadi perdebatan para ahli kepemimpinan sampai sekarang ini.

Jawaban saya kepada penanya adalah Holcim percaya pada kedua-duanya. Mengapa bisa begitu? Sebab pada saat Holcim mencari kandidat GDP(Calon Pemimpin masa depan) ada banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat bahasa Inggris, TPA, IPK dll harus dilalui oleh mereka yang hendak bergabung dengan program ini. Dengan demikian Holcim percaya bahwa Pemimpin dilahirkan(bakat).

Namun disisi sebaliknya progam GDP yang dilakukan secara intensif selama 1 tahun dengan begitu banyak Training, Coaching, Job Rotation, Paper Assignment menunjukkan bahwa Holcim percaya bahwa pemimpin harus dikembangkan.

Proyeksi Seorang Engineer
Terlepas dari kedua sudut pandang diatas, saya pribadi percaya bahwa seorang pemimpin akan lahir pada saat yang bersangkutan percaya bahwa dirinya bisa menjadi pemimpin!

Seseorang terlepas apakah dia memiliki bakat sebagai pemimpin atau mendapatkan pendidikan dan training kepemimpinan yang intensif namun apabila tidak ada keyakinan bahwa dirinya memang seorang pemimpin maka yang akan nampak dalam perilakunya adalah “pemimpin” yang berperilaku seperti “pengikut”.

Beberapa waktu yang lalu, seorang engineer muda, menjawab pertanyaan saya bahwa dia yakin bahwa 5 tahun kedepan dia bisa menjadi pemimpin di Holcim dengan posisi sebagai Manager. Dari hasil observasi saya dalam diskusi saya temukan bahwa keyakinan tadi bukan merupakan keyakinan kosong.

Keyakinan engineer muda tadi membentuk proyeksi pada dirinya dan kemudian akan membentuk persepsi dalam pikirannya bahwa dia bisa dan mampu untuk menjadi pemimpin (manager) 5 tahun lagi.

Persepsi ini secara otomatis akan memberikan sinyal keotak dia untuk melihat setiap “kesempatan”, baik itu training, tugas tambahan, role modeling, buku dan banyak hal lain yang bisa dia pakai dan membantunya untuk membangun kompetensinya serta mewujudkan keyakinannya bahwa dia bisa menjadi pemimpin.

Kisah 2 Anak Kecil.
Tersebutlah 2 anak kecil Pesimus & Optimus, mereka masih sangat muda dan baru berumur 2 tahun pada saat dokter memvonis bahwa mereka menyandang Autis**. Dokter mengatakan bahwa IQ kedua anak ini jauh dibawah normal dan mereka akan sulit tumbuh besar seperti anak-anak yang lain.

Orang tua Pesimus mengamini diagnosa dokter dan memperlakukan Pesimus seperti apa yang dikatakan oleh Dokter. Pesimus mereka ikutkan dalam kelas terapi. Pada saat Pesimus tidak mengalami kemajuan berarti mereka menerimanya karena mereka percaya bahwa memang itulah “nasib” Pesimus sesuai titah Dokter.

Sang Ibu(tidak bekerja/ibu rumah tangga) kadang-kadang menemani anaknya terapi, seringkali yang dilakukan saat menemani anaknya terapi bergosip dengan ibu2 lain dan bilang “anak saya memang begitu, dokter bilang IQ_nya dibawah rata-rata”, pada saat melihat anaknya berperilaku aneh dan menyimpang. Bahkan tidak jarang sang Ibu menyuruh pembantu untuk menemani Pesimus terapi dan dirinya sendiri jalan2 di Mall.

Dilain pihak orang tua Optimus melihat bahwa vonis sang Dokter bukan merupakan sabda Tuhan. Bukankah dokter juga manusia? Selagi masih manusia sangat mungkin bahwa diagnosanya bisa salah dan tidak akurat. Mereka sangat sadar akan beberapa perilaku Optimus yang berbeda dengan anak-anak lain seusianya.

Orang tua Optimus percaya bahwa Tuhan memberikan cukup bekal (talenta) kepada Optimus untuk hidup, survive dan berkarya di dunia. Dengan berbekal keyakinan ini, mereka mendidik dengan penuh passion dan kasih sayang bahwa Optimus akan bisa berkembang dengan baik. Sama seperti orangtua Pesimus, mereka mengirim Optimus untuk ikut kelas terapi Autis. Ibu Optimus selalu menemani Optimus di tempat terapi, setiap saat sang Ibu memperlakukan Optimus sesuai dengan keyakinannya bahwa Optimus bisa sembuh dan memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya.

Tiga tahun sudah berlalu sejak dokter mendiagnosa Pesimus dan Optimus sebagai penderita Autis. Saat ini Pesimus masih dikelas terapi dan serangkali lari keluar ruangan dan menangis meraung-raung sambil bergulingan di tanah kalau ada suatu hal yang tidak berkenan dihatinya. Ibu Pesimus menyaksikannya sambil berkata pada seorang ibu yang duduk disampingnya “Pesimus memang begitu, dokter mengatakan bahwa IQ_nya jauh dibawah anak normal dan berperilaku tidak sewajarnya”.

Optimus terlihat duduk dengan tenang dan memperhatikan dengan seksama apa yang sedang diajarkan oleh ibu guru di TK A. Pada saat istirahat Optimus bermain dengan teman2nya dengan menggunakan bahasa yang masih belum jelas pengucapannya. Meskipun demikian Optimus terlihat percaya diri dan sangat menikmati perannya sebagai murid TK A. Sang Ibu yang duduk dikejauhan bergumam dalam hati, “Aku yakin dan percaya bahwa Optimus bisa berkembang dengan baik seperti anak2 yang lain”.

Apa Pilihan Anda?
Nah, sekarang apa pilihan Anda? Kacamata warna apa yang akan Anda kenakan. Apabila Anda ingin melihat lingkungan terlihat hijau dan sejuk, segera cari Rayben berwarna hijau.

Apabila Anda ingin menjadi pemimpin, yakinlah bahwa Anda bisa menjadi pemimpin dan belajar, bertindak dan berperilakulah seperti pemimpin.

Atau Anda memang yakin bahwa Anda hanyalah seorang pengikut, maka senandung iklan Holcim akan cocok bagi Anda, Qui Sera Sera, What will be will be.

Eko Jatmiko Utomo
CCR Narogong
Awal April 2008

* Neuro Linguistic Programming (NLP) belief atau kredo.
** Suatu bentuk kelainan perilaku akibat “penyimpangan” dalam syaraf yang ada di Otak.

30 Maret 2008

Kuasa Doa

Apakah Doa Didengar?
Kuasa doa bagi orang beriman*.

"There are many things that are essential to arriving at true peace of mind, and one of the most important is faith, which cannot be acquired without prayer”. John Wooden

Kapan Terakhir Anda Berdoa?
Dalam dunia materialisme seperti sekarang ini, hal-hal yang bersifat immaterial seringkali menjadi terpinggirkan. Keterpinggiran ini bisa bersifat paksaan maupun sukarela.

Salah satu hal immaterial yang terpinggirkan adalah Doa. Doa adalah alat komunikasi yang dipakai oleh manusia untuk berhubungan dengan sang Penciptanya.

Berapakali dalam sehari Anda berdoa? Benar-benar berdoa dalam arti berkomunikasi dengan sang Pencipta untuk mengkomunikasikan kondisi Anda kepada yang empunya hidup? Sebesar apa Iman Anda bahwa Dia mendengar Doa Anda? Atau mungkin Anda dan juga saya sudah terjebak menjadikan Doa sebagai ritual kosong yang tidak berarti?

Apakah Dia Mendengar?
Semua orang yang memanjatkan doa pasti berkeinginan doanya dikabulkan. Masalahnya apakah Tuhan akan mengabulkan semua doa? Orang beriman percaya bahwa ada 3 kemungkinan response yang dilakukan oleh Tuhan akan doa kita:
1. Mengabulkan Saat itu juga
2. Meminta kita untuk bersabar sampai saatnya doa dikabulkan
3. He say “NO”

Untuk kasus yang pertama saya yakin banyak sekali dari kita sudah pernah mengalaminya? Atau Anda malah belum pernah mengalaminya?

Poin kedua sering terjadi pada diri kita kalau kita peka. Berapa tahun Abraham harus bersabar sampai Tuhan memberikan Iskak, Anak perjanjian itu?

Poin ketiga bisa kita lihat di dalam Kitab Keluaran, bagaimana Tuhan berkata “No” kepada Musa atas keinginannya untuk masuk dan melihat tanah perjanjian.

Dan saya juga yakin Tuhan berkata “No” pada saya 25 tahun yang lalu saat saya berdoa “Tuhan, Aku mau melempar mangga dengan batu ini, buatlah pemilik mangga tidak mendengar bunyi batu jatuh”. Kalau pada akhirnya pemilik mangga tidak nonggol dan mengejar2 saya karena melempar mangga miliknya tanpa ijin, saya yakin bukan karena doa saya dikabulkan oleh Tuhan, tetapi karena memang pemilik mangga lagi tidak ada dirumah he he he he.

Doa yang Terkait
Baik bagi Anda yang tidak percaya akan kuasa doa dan bagi Anda yang percaya, saya yakin cerita dibawah ini akan memberikan sudut pandang menarik tentang kuasa Doa.

Pdt. Bambang Soebono pada akhir tahun 1990an mendapatkan tugas pelayanan di suatu gereja di wilayah Cirebon. Seperti biasa, seusai kebaktian, pak Pendeta dengan ditemani oleh salah seorang penatua berdiri di depan Gereja untuk memberikan selamat kepada Jemaat yang pulang.

Berhubung jemaat yang datang banyak, jumlahnya sekitar 600an orang, maka dibutuhkan waktu kurang lebih 30an menit hanya untuk bersalaman saja. Selesai bersalaman dengan semua jemaat, Pdt. Bambang memperhatikan bahwa masih ada 2 orang jemaat yang masih tinggal didalam gedung gereja. Satu orang muda dengan pakaian yang rapi duduk di bangku belakang dan satu orang nenek2 duduk di bangku paling depan.

“Pak Penatua, apakah Anda kenal dengan dua orang yang masih berdoa didalam”? “Wah sayangnya, saya tidak mengenal mereka berdua pak Pendeta”, jawab Penatua sambil memperhatikan mereka. “Bagaimana kalau kita tunggu sampai mereka selesai berdoa, siapa tahu kita bisa membantu pergumulan mereka” pinta Pdt. Bambang. “Baik pak”, jawab penatua.

Pdt. Bambang dan Penatua dengan bersabar menunggu dua orang jemaat yang masih tekun berdoa. Akhirnya laki2 muda dibangku belakang yang duluan mengucapkan “Amin” dan beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri mereka berdua.

Sang Juragan & Doanya
“Selamat hari minggu pak Pendeta, kata laki2 tersebut dengan tersenyum seraya mengulurkan tangan. “Selamat hari minggu pak, Tuhan memberkati Anda, kalau boleh saya tahu, apa yang membuat Anda begitu tekun dalam doa?” kata pak Pendeta.

“Begini pak, akhir tahun lalu, pada saat semua perusahaan di negara ini tiarap dan hancur karena krimon, saya malah mendapatkan berkat dari Tuhan”. Ucap lelaki tadi mengawali ceritanya. “Usaha saya malah mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat”.

“Bapak, usaha dibidang apa pak?” tanya pak Pendeta penasaran. “Saya memililiki usaha dibidang ekspor kerajinan rotan, beberapa bulan sebelum krismon saya melakukan ekspor beberapa kontainer ke Amerika. Sebelum krismon kurs rupiah adalah Rp.2500/1 US$ dan kami mendadak untung besar karena kurs berubah menjadi Rp. 16.000/1US$” lanjut sang eksportir rotan.

“Lalu apa yang menjadi pergumulan Anda sampai anda begitu tekun dalam doa?” tanya pak Pendeta. “Saya berusaha untuk membagi2kan rejeki tadi keorang-orang yang membutuhkan. Dari amplop-amplop yang saya siapkan, masih tersisa satu amplop yang belum saya berikan.

Amplop terakhir ini saya tujukan kepada saudara seiman, orang kristen yang benar2 memerlukannya. Masalahnya sampai sekarang saya bingung, orang Kristen mana yang akan menerima amplop terakhir ini. Saya tidak bisa mengetahui orang Kristen mana yang lagi butuh atau tidak punya uang. Tadi saya berdoa agar Tuhan menunjukkan orang yang saya cari ini“.

“Apakah Tuhan menjawab doa Anda?” tanya Penatua yang dari tadi setia mendengarkan. “Betul pak, Tuhan mengabulkan doa saya. Tadi saya berdoa bahwa saya akan memberikan amplop terakhir ini kepada orang yang pertama kali saya lihat saat saya membuka mata sesudah berdoa”. “Siapa orang yang Anda lihat pak” tanya Penatua penasaran. “Saya lihat Ibu tua yang berdoa didepan itu”, serempak mereka bertiga mengarahkan mata mereka ke nenek tua yang masih belum selesai berdoa di bangku depan. “Baik, kalau begitu kita tunggu beliau” ucap pak Pendeta.

Nenek Tua dan Persembahan
Sesaat lamanya mereka bertiga menunggu sang Nenek selesai berdoa. Dengan tertatih-tatih sang Nenek bangkit dan kemudian melangkah menghampiri mereka.

“Selamat hari minggu bu, Tuhan memberkati Ibu” sapa pak Pendeta sesudah sang Nenek datang dan mengulurkan tangan. “Selamat hari minggu pak Pendeta” balas sang Nenek.

“Ibu, kalau boleh saya tahu, apa yang membuat Ibu berdoa begitu tekun” tanya pak Pendeta.. “Wah, malu saya pak untuk menceritakannya” cetus sang Nenek sambil sedikit tersipu. “Kalau sama pendeta, ngak perlu malu bu” sahut pak Pendeta sambil sedikit bercanda.

“Begini pak, hari ini sebenarnya saya tidak berniat untuk pergi ke gereja, hari Jumat lalu uang saya tinggal 2 ribu rupiah. Sesudah krismon tahun lalu, anak2 saya yang di Jakarta dan di Bandung belum juga mengirim uang. Saya maklum karena saya tahu kondisi sekarang ini jadi serba berantakan karena krisis.

Hari Jumat lalu saya menimbang2 apakah saya akan pergi ke gereja atau tidak, sebab uang 2 ribu hanya cukup untuk 2 hari, yaitu hari Sabtu dan hari Minggu. Padahal kalau hari minggu saya pergi ke gereja, saya harus menyisihkan seribu untuk persembahan” jelas sang Nenek.

“Lho, bukankah persembahan bukan merupakan keharusan” kata Penatua memotong cerita. “Saya malu pak, kalau tidak memberikan persembahan, karena itulah saya bimbang untuk pergi ke gereja hari ini. Namun tadi pagi saya merasa saya harus pergi ke gereja, urusan makan biar Tuhan yang atur. Terus terang, saat saya masukkan uang seribu terakhir saya ke kantong persembahan sempat terbesit kekhawatiran saya tentang apa yang akan terjadi pada diri saya karena saya sudah tidak mempunyai uang sama sekali untuk membeli makan.

Tadi saya berdoa kepada Tuhan tentang pergumulan saya ini. Saya bilang pada Tuhan bahwa saya siap dipanggil oleh beliau sewaktu-waktu, lha wong umur sudah 82 tahun ini. Namun sempat saya bilang pada Tuhan, mosok Orang Kristen matinya karena kelaparan Tuhan. Saya berniat pulang dari gereja untuk mandi dan baring2 di tempat tidur untuk siap2 dipanggil Tuhan karena tidak ada lagi yang bisa saya makan hari ini“.

Terharu sekali mereka bertiga mendengarkan cerita dan pergumulan dari sang Nenek. Sang Usahawan mengulurkan tangan dan berkata “Ibu, anggap saya hamba Tuhan untuk menjawab doa Anda. Terimalah ini titipan dari Tuhan untuk Anda“ kata sang Usahawan sambil mengulurkan amplop ditangannya.

“Lho, ini apa pak?” Kata sang Nenek terkejut. “Terimalah bu, ini berkat dari Tuhan dan saya sekalian minta pamit“. Kata usahawan tadi sambil pamit dan berlalu dari hadapan mereka.

“Wah, saya jadi penasaran”, kata sang Nenek sambil membuka amplop. Saat amplop terbuka, sang Nenek menjerit kecil. “Banyak sekali uang ini!” sambil memperlihatkan segepok uang dalam amplop. “Pak Pendeta, terimalah sebagian uang ini, uang ini terlalu banyak buat saya”, kata sang Nenek sambil mengambil separuh uang dari amplop tanpa dihitung. “Terimakasih bu, Tuhan telah memberikan saya cukup rejeki” tolak pak Pendeta dengan halus. “Kalau begitu, biarlah uang ini untuk persembahan buat gereja”, sang Nenek memasukkan uang tadi ke kantong persembahan yang ada di atas meja.

Kuasa Doa
Apa yang dapat Kita pelajari dari kisah nyata diatas? Jadilah orang yang terakhir pulang dari gereja.....he he he he tentu saja bukan itu maksudnya. Percaya atau tidak percaya, Tuhan telah bekerja dengan luar biasa pada doa 2 orang percaya yang tidak saling mengenal dengan cara yang luarbiasa pula.

Bagimana dengan Anda?

Eko Jatmiko Utomo
Cilengsi Hijau_ Pinggir Cibubur_ Pinggiran Jakarta
30 Maret 2008

* Cerita ini saya ambil dari khotbah Pdt. Bambang Soebono pada tanggal 30 Maret 2008 di Bajem GKI Kota Wisata Cibubur

25 Maret 2008

Can Time Be Manage?

Can TIME be Managed?
Mengelola pekerjaan untuk meningkatkan produktivitas diri.

"One thing you can't recycle is wasted time." Anon


Jumlah Waktu
Berapa jam dalam sehari (siang & malam) yang dimiliki oleh seorang Bill Gate? Berapa jam waktu yang dimiliki oleh George Bush? Berapa jam waktu yang dimiliki oleh Eamon Ginley?

Berapa jam dalam sehari yang Anda miliki? Semua jawaban pertanyaan diatas, baik yang ditujukan kepada Bill Gate, George Bush, Eamon Ginley dan Anda adalah 24 jam dalam sehari, tidak lebih dan tidak kurang!

Jadi...........baik itu orang terkaya atau tersibuk di dunia memiliki waktu yang sama dengan yang kita miliki, 24 jam sehari. Kalau dipikir2, Tuhan sangat Adil dan tidak melakukan diskriminasi kepada umatnya bukan?.

Namun apa yang membedakan mereka dengan kita? Apa yang membuat Bill Gate bisa sedemikan kaya, George Bush sedemikian berkuasa dan Eamon Ginley membawahi 2 Plant plus HA masih punya waktu , kala kitaminta untuk bertemu dan berdiskusi? Jelas bahwa jumlah waktu mereka sama dengan yang kita miliki.

Kalau boleh mengambil kesimpulan, faktor yang membedakan antara mereka dengan kita pasti bukanlah cara mereka mengelola waktu. Sebab waktu mereka sama dengan waktu kita. Waktu tidak dapat kita kelola dan kita perpanjang menjadi 36 jam sehari misalnya, atau kita perpendek menjadi 20 jam sehari. Dengan kata lain, mengelola waktu (Time Management) adalah salah satu bentuk salah kaprah yang kita lestarikan sampai dengan saat ini.

So........apa yang membuat mereka berbeda dengan kita? Jawabnya tak lain dan tak bukan adalah Produktivitas!

Produktivitas
Dalam bahasa mudahnya produktivitas dapat didefinisikan sebagai suatu satuan jumlah (hasil pekerjaan) dibagi dalam suatu satuan (waktu misalnya).

Misal, dalam satu hari (24 jam) berapa banyak & setinggi apa kualitas yang kita hasilkan akan menentukan produktivitas kita. Sebagai contoh misalnya Group X maintenance bisa menyelesaikan pengerjaan perbaikan A dalam jangka waktu 2 jam, sedangkan Group Y maintenance menyelesaikan pekerjaan yang sama dalam waktu 4 jam. Dengan perhitungan matematika sederhana kita dapatkan bahwa produktivitas Group X 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan group Y.

Dari apa yang kita tangkap dalam contoh diatas terasa bahwa waktu adalah sumberdaya yang tidak dapat kita kelola, yang bisa kita kelola adalah Cara kita mengelola pekerjaan, dalam waktu yang tersedia.

Hukum Pareto
Sekian puluh tahun yang lalu, orang Italia bernama Vilvredo Pareto menemukan suatu hukum kecenderungan yang kemudian dinamakan sesuai dengan namanya yaitu Hukum Pareto.

Hukum Pareto menyatakan bahwa 80% dari suatu kondisi menghasilkan 20% result. Sedangkan 20% sisanya akan menghasilkan 80%! Hukum ini seringkali juga dimanakan sebagai hukum 80/20 sesuai dengan definisinya.

Kalau Hukum Pareto kita terapkan dalam kontek pekerjaan akan berbunyi seperti dibawah ini:
Hukum Pareto untuk Pekerjaan:
80% dari item pekerjaan kita hanya akan menghasilkan 20%, dan 20% sisanya akan menghasilkan 80%!

Muncul 2 pilihan disini, mana yang akan Anda kerjakan terlebih dahulu:
Mengerjakan 80% item pekerjaan yang akan menghasilkan 20% hasil atau
Mengerjakan 20% item pekerjaan yang menghasilkan 80%.
Pada kelas workshop Time Management yang saya fasilitasi, semua peserta menyatakan memilih nomer 2. Saya yakin para Leaders yang sedang membaca artikel ini juga akan menyatakan hal yang sama.

Nah biasanya dalam kelas Time Management akan muncul pertanyaan lanjutan: Bagaimana caranya kita tahu bahwa item pekerjaan A, B, C, dst merupakan item pilihan nomer 2 dan bukan merupakan item nomer1?

Membuat Prioritas
Untuk memilah2 pekerjaan seperti yang diajarkan oleh Hukum Pareto, Matrik prioritas dibawah ini bisa menjadi alat yang sederhana untuk mengidentifikasikannya.

Matrik Prioritas ini dibentuk oleh 2 komponen utama yaitu:
Importancy (Kepentingan)
Urgency

Matrik membagi semua item pekerjaan kita menjadi 4 bagian:
Q1: Urgent – Important
Q2: Not Urgent – Important
Q3: Urgent – Not Important
Q4: Not Urgent – Not Important

Menurut Anda, Kuadran manakah (Q) yang merupakan bagian dari 20% dari hukum Pareto? Yup, semua kuadran yang mengandung kompenen Penting dalam hal ini adalah Q1 dan Q2. Dua kwadran yang lain Q3 dan Q4 merupakan bagian 80% hukum Pareto.

Jadi untuk menjadi orang yang produktif kerjakan semua yang penting dan urgent terlebih dahulu yaitu Q1 dan Q2.

Siapa yang menentukan?
Salah seorang peserta Time Management workshop dari Customer Care melemparkan pertanyaan menarik: Penting & Urgent itu menurut siapa?
Pertanyaan ini merupakan pertanyaan super penting yang akan membawa Anda mendapatkan nilai A dalam Dialoque akhir tahun ini. Menurut siapa penting dan urgentnya suatu pekerjaan?

Dalam dunia pelayanan ada pepatah yang berbunyi Customer is the King!
Pepatah tersebut dapat kita pinjam untuk menjawab pertanyaan sueeeper penting diatas. Dimulai dengan pertanyaan ini, siapa customer Anda? Siapa customer Anda yang paling penting dalam pekerjaan Anda? Yes, you are right, customer Anda yang akan menentukan merah dan birunya konteks penting dan Urgent adalah ATASAN!

Tidak setuju? Kesal? Punya pendapat lain? Boleh2 aja, mumpung NKRI belum melarang kebebasan berpendapat he he he he……

Selagi anda masih sebagai anggota *TDB (Tangan di Bawah) atau istilah lain Kuli (sekalipun punya posisi Presdir), saya himbau untuk membuang jauh-jauh idealisme yang meletup didada yang menyatakan “Saya yang menentukan penting dan urgentnya suatu pekerjaan karena saya yang paling mengerti tentang pekerjaan ini”. Emangnya anda yang membuat Dialogue dan melakukan performance appraisal bagi Anda sendiri he he he he.

Caranya bagaimana agar kita tahu mana yang penting dan mendesak dari sudut pandang boss?? Nah pertanyaan seperti ini sering banget keluar saat coaching session dan workshop, jawabannya juga standard banget. Gampang! Gunakan mulut kita untuk menanyakan langsung kepada Atasan…..gampang kan?

Kalau Anda tetap ngeyel dan tidak menerima hal ini bagaimana? Ok, mari kita resign dan patungan untuk membuka usaha agar kita bisa jadi anggota TDA (Tangan di Atas)...berani?

Q1 atau Q2?
Antara Q1 dan Q2 mana yang akan Anda kerjakan terlebih dahulu? Semua pasti bilang Q1, sebab selain penting Q1 juga membawa komponen urgent! Sudah penting, mendesak pula!

Pemilihan mana yang akan Anda prioritaskan apakah Q1 atau Q2 adalah faktor yang akan membawa Anda tidak hanya mendapatkan nilai A pada akhir tahun namun juga ke posisi Eamon Ginley suatu saat nanti.

Penasaran?? Jawabannya adalah Q2, alasannya? Maaf, terlalu panjang saya bahas disini, lebih baik Anda mendaftarkan diri di workshop Time Management agar bisa lebih jauh berdiskusi tentang hal ini.

Saat Anda membaca artikel Selayang Pandang ini, Anda sedang melakukan pekerjaan Q2, keep going dan lakukan pekerjaan2 Q2 yang lain(kalau Anda mau dan setuju).

Kalau tidak setuju? It’s ok, dengan demikian kita sepakat untuk tidak sepakat!

Merdeka!

Salam Hangat selalu.
Eko Jatmiko Utomo
CCR Narogong
Akhir Maret 2008

* TDB= Tangan di Bawah atau istilah saya adalah Kuli. Istilah ini saya ambil dari weblog Catatan dari Madurejo milik pak Yusuf Iskandar mantan TDB Freeport yang sekarang menjadi TDA pemilik swalayan di Yogya.

17 Maret 2008

Selalu Sukses!


There is No FAILURE Only FEEDBACK! Pentingnya Feedback dan cara menyikapi “kegagalan” dalam membangun kompetensi dan pengembangan pribadi.

“I have not failed. I’ve just found 10,000 ways that don’t work”. Thomas Alva Edison

Mr. Narto bin Narsis
Pak Narto bin Narsis mengetuk pintu ruangan Maintenance Manager. Dia lihat pak Hero sedang serius bekerja menggunakan laptop yang terletak di meja kerjanya. Beberapa waktu yang lalu pak Narto membaca email di Lotus Notes bahwa pak Hero sebagai atasannya memanggilnya ke kantor untuk membicarakan suatu masalah.

Pada ketukan kedua, pak Hero mengangkat kepala dan melihat keluar ruangan yang disekat oleh dinding kaca tersebut dan kemudian melambaikan tangan untuk mempersilakan pak Narto untuk masuk keruangan.

“Pak Narto, bagaimana kabarnya? Sudah 3 hari ini saya tidak bertemu dengan Anda”. Pak Hero beranjak dari tempat duduknya, menyalami pak Narto dan mempersilahkan duduk di kursi di dekat meja bundar.

“Baik pak Hero, kebetulan 3 hari ini saya berada dilapangan terus menerus untuk memantau progress pengerjaan Overhaul Kiln kita, ada keperluan apa pak Hero memanggil saya?”.

“Begini pak Narto, saya sebagai atasan dan Coach Anda terpanggil untuk meneruskan feedback yang saya dengar dari rekan2 dan anak buah Anda. Dari pengamatan saya pribadi sebagai atasan langsung saya nilai Feedback ini Valid dan perlu untuk disampaikan kepada Anda”. Pak Narto yang semula santai dan penuh percaya diri seketika tegak badannya, dahi berkerut dan bibir terlihat mengeras menunggu kalimat berikutnya dari pak Hero.

“Begini pak Narto, ada keluhan dari teman2 Anda bahwa dalam meeting2 koordinasi Overhaul Anda terlalu mendominasi pembicaraan dan tidak mau memberikan kesempatan pada pihak lain untuk memberikan pendapat. Disisi lain, pada tataran implementasi, Anda tidak mau membantu tim lain dan kalau ada kesalahan Bapak terkesan cuci tangan dan melemparnya ke teman Anda”.

Sebelum pak Hero menyelesaikan ucapannya pak Narto memotong pembicaraan “Pak Hero, mosok bapak percaya dengan apa yang diomongkan oleh Jarot?, kalau bapak mau tahu, sejak dulu Jarot iri dengan keberhasilan saya menjadi Superintendet, sementara dia masih jadi Team Leader. Saya ini adalah karyawan yang paling berpengalaman di Maintenance. Kalau bukan karena saya, Overhaul tahun lalu pasti lewat dari deadline yang sudah ditentukan pak!, kalau Jarot ngomong anggap saja sebagai angin lalu!”.

“Pak Narto, feedback tentang Anda ini tidak berasal dari pak Jarot!, feedback ini saya terima dari orang Produksi, Teknikal dan juga Supervisor kontraktor!”.*

Blind Spot (Daerah tak Terlihat)
Nah lo....., kalau Anda yang menjadi pak Narto diatas apa yang akan Anda rasakan? Pikiran apa yang akan muncul dalam benak Anda? Marah? Malu? Putus Asa? Menerima? Atau menantang feedback yang diberikan tadi seperti yang dilakukan oleh pak Narto?.

Saya yakin bahwa kejadian yang mirip dengan cerita diatas sering kita lihat sehari-hari di pekerjaan kita. Bahkan mungkin kita sendiri yang berperan menjadi pak Narto, pak Hero maupun pak Jarot.

Dalam cerita diatas pak Narto merasa bahwa dirinya adalah karyawan teladan dan berprestasi, namun feedback yang dia terima ternyata berlainan dari apa yang dibayangkan. Persepsi yang terbentuk di kepala orang lain (Personal Brand**) berbeda dengan persepsi yang ada di dalam benaknya.

Dalam Teori JoHari Window*** pak Narto masuk didalam kuadran yang dinamakan area Blind Spot. Blind Spot berarti bahwa yang bersangkutan tidak melihat/merasa apa yang orang lain lihat/rasa pada diri orang itu. Pak Narto merasa bahwa beliau adalah orang yang kompeten dan sangat ahli dalam bidang pekerjaanya.

Feedback yang diterima dilihat pak Narto sebagai kritik dan ungkapan ketidakpercayaan terhadap keahliannya! Pak Narto jengkel kenapa orang masih saja tidak percaya bahwa dia adalah yang terbaik dan Dia merasa mengerjakan pekerjaan jauh lebih baik dari orang lain!

Apa sih pentingnya Feedback?Pada jamannya penemuan2 dari Newton dianggap merupakan penemuan ilmiah yang paripurna(sempurna), yang tidak mungkin dikoreksi kembali. Contohnya adalah hukum Mekanika V1 + V2 = V3, kecepatan 1 ditambah kecepatan 2 hasilnya kecepatan 3 yang merupakan penjumlahan dari kecepatan 1 dan kecepatan 2. Einstein pada awal abad 20 mengkoreksi rumus tadi dengan menyatakan bahwa rumus tadi tidak berlaku pada kecepatan tinggi, terlebih pada kecepatan yang mendekati kecepatan Cahaya.

Jika pada saat itu seorang Einstein menerima dan mengamini bahwa rumus Newton merupakan rumus yang “Paripurna” maka tidak akan keluar rumus Einstein dan dunia pasti menjadi berbeda pada saat ini.

Diatas gunung ada gunung, diatas awan ada awan. Peribahasa yang dengan sangat tepat sekali menggambarkan analogi kondisi diatas.

Bertumbuhnya seseorang didalam perjalanan pengembangan diri hanya dapat berjalan pada saat orang yang bersangkutan mengakui bahwa ada level yang lebih tinggi lagi yang bisa dijangkau! Pada saat “rasa paripurna” muncul, berhenti pula proses pengembangan diri.

Feedback/umpan balik/masukan dari orang lain merupakan alat yang sangat ampuh untuk melihat persepsi orang terhadap kita (dalam kontek Personal Brand) dan juga peluang area pengembangan diri (go to the next level).

Feedback yang ditangkap sebagai suatu kritik, sesuatu yang harus dilawan (termasuk yang memberikan feedback) merupakan tanda yang bersangkutan masuk dalam “rasa paripurna”.

Disisi lain, mereka yang masuk di katagori orang yang melihat ada “ruang perbaikan”. Melihat feedback dalam segala macam bentuknya merupakan alat untuk naik ke level berikutnya dengan mengambil tindakan perbaikan dari feedback yang didapat. Bahkan untuk mendapatkan pertumbuhan diri yang lebih cepat, mereka mencari dan meminta feedback pada semua kesempatan yang mereka miliki.

There is no FAILURE only FEEDBACK
Thomas Alva Edison(TAE) menemukan bola lampu pijar pada percobaan yang ke lebih dari 10.000X. TAE menyikapi bahwa “10.000 percobaan gagal” yang terjadi sebelumnya bukan merupakan suatu “kegagalan” namun merupakan feedback bahwa masih ada hal2 yang harus diperbaiki agar sukses. Sikap ini membantu TAE untuk bisa melakukan percobaan yang untuk ukuran kita walaaaah banyaknya! Dan tetap punya semangat untuk mencoba dan akhirnya berhasil!

Tidak Pernah gagal!
Bagaimana kalau Anda tidak pernah “gagal” dalam kehidupan pekerjaan dan pribadi Anda? Apakah para Leaders dan pembaca ingin memiliki skill untuk tidak pernah gagal? Tertarik?dibawah ini beberap tips yang akan membantu Anda untuk tidak pernah “gagal” dalam pekerjaan.

TIPS UNTUK SUKSES
1. Miliki sikap “diatas awan ada awan” selalu ada ruang bagi kita untuk lebih baik.
2. Perlakukan Feedback sebagai “klangenan” atau sesuatu yang Anda senangi, bukan sesuatu yang harus dihindari.
3. Jangan hanya “menunggu bola” kejar bola. Mintalah feedback ke orang2 terdekat misal: atasan, bawahan, rekan sekerja dan atau customer internal.
4. Pakai feedback yang didapatkan untuk melakukan perbaikan diri.
5. Sikapi dan perlakukan “kegagalan” sebagai bentuk lain dari feedback.
6. Kembali ke nomer 1.


Keputusan ada ditangan Anda semua, jika Anda ingin sukses dan ingin “tidak pernah gagal”, tips diatas membantu Anda untuk mencapainya.

Selamat Mencoba & Sukses Selalu.

Eko Jatmiko Utomo
CCR Narogong
Tengah Maret 2008

* Cerita dan nama merupakan fiksi, namun kisah ini adalah kisah yang dibuat mirip dengan kejadian2 di lingkungan pekerjaan kita sehari-hari.

** Baca kembali artikel tentang Personal Brand.

*** Teori JoHari Window menyatakan bahwa persepsi orang terhadap dirinya sendiri dan orang lain bisa di kelompokkan menjadi 4 Kuadran
Kuadran 1: Open >> Diri sendiri tahu dan terlihat orang lain
Kuadran 2: Blind Spot >> Diri sendiri tidak tahu namun orang lain melihat
Kuadran 3: Hidden >> Diri sendiri tahu namun orang lain tidak tahu
Kuadran 4: Unknown >> Diri sendiri tidak tahu orang lain juga tidak tahu.

09 Maret 2008

Laskar Pelangi

Laskar Pelangi! Potret Pendidikan Indonesia.

"The roots of education are bitter, but the fruit is sweet.”
Aristotle

Royalti 1 M!
Sore itu, saat sedang membuka-buka halaman2 website Detik.com mata saya terperangkap pada sebuah judul artikel “penulis Novel Laskar Pelangi, Andrea Hirata mendapatkan Royalti 1 M!”.

1 M wooow, jumlah yang tidak kecil untuk sebuah royalti bagi penulis novel. Ukuran yang sama mungkin tidak akan mengherankan saya apabila royalti sebesar itu didapat oleh sebuah band macal Dewa 19, Ungu, Nidji atau Samson.

Satu fakta luarbisa lain dipaparkan oleh penulis artikel bahwa buku Laskar Pelangi telah terjual lebih dari 300.000 copy! Suatu jumlah yang sangat besar untuk sebuah negara yang lebih suka menghamburkan uang dan merusak tubuh dengan merokok daripada investasi intektualitas dengan membeli dan membaca buku.

Seingat saya sudah lebih dari 4 tahun ini saya tidak pernah membaca Novel lagi, Bacaan saya 4 tahun terakhir lebih banyak pada buku-buku Leadership, Management, Self Help, Personal Development, Bisnis dan NLP.

Dua novel terakhir yang saya baca (lebih tepatnya 1 ½) adalah Novel Saman karangan Ayu Utami dan Supernova Dewi Lestari eks personil RSD. Supernova tidak pernah benar2 saya selesaikan karena keburu bosan dengan plot yang disajikan.

Namun untuk buku yang terjual 300.000 copy, dan pernah masuk ke Acara Kick Andy, saya berjanji kepada diri sendiri untuk menyempatkan membelinya ke Gramedia pada kunjungan rutin saya. Sebenarnya bisa dibilang agak Katrok dan ketinggalan jaman, sebab Novel ini sudah keluar lebih dari 2 tahun yang lalu tepatnya akhir tahun 2005.

Setelah beberapa kali terlupa beli saat di Gramedia Merdeka Bandung(harap maklum karena sudah lama sekali tidak pernah mampir di rak Novel) akhirnya saya mengkhususkan diri datang untuk membeli Novel ini pada liburan panjang awal Maret 2008.

Tampilan Buku
Seperti kebiasaan saya saat membaca (atau mau membeli) buku apapun, yang pertama kali dilihat adalah sampul buku..........hmmm design cover cukup menawan dan eye catching, orang tipe Visual langsung akan tertarik pada buku ini hanya karena melihat sampulnya, penuh warna-warni seperti judulnya Laskar Pelangi. Siluet Anak2 yang sedang bermain pada suatu senja(atau fajar) berhasil memancing rasa penasaran.

Sampul dengan kertas tipe gloss terasa halus dijari-jari yang akan membuat seorang Kinestetic nyaman untuk memegang Novel dengan ketebalan yang relatif cukup ini.

Orang Auditory Digital pasti akan terpuaskan dengan sederetan kesaksian positif nama2 besar yang sudah membaca buku ini seperti Arwin Rasyid, Kak Seto sampai ke Garin Nugroho.

Karena memang sudah berniat untuk membeli buku tersebut ditambah tampilan buku yang mendukung, dalam waktu 3 menit saya memutuskan untuk membeli Novel ini ditemani sejumlah majalah lain untuk bekal melewatkan long weekend di kota kesayangan Bandung.

Sudut Pandang Baru
Jam menunjukkan pukul 19.30 saat kami sampai dirumah kami di perbukitan di timur Bandung. Sesudah menurunkan anak pertama saya yang tertidur diperjalanan, dengan penuh semangat saya nongkrong di teras rumah untuk mulai membaca Novel yang menggemparkan ini.

Alis saya sedikit terangkat saat membaca istilah istilah biologi yang asing di bagian awal Novel seperti Filicium dibab 1 dan Antedilivium pada bab 2. Alis yang sama mulai turun ketika tiba pada bagian dimana Andrea Hirata dengan menarik menggambarkan masa dia dan gengnya masuk ke SD Muhammadiyah di Belitong.

Cara Andrea menggambarkan peristiwa tersebut “memaksa” saya untuk ikut berimajinasi menggambarkan saya pada masa yang sama puluhan tahun lalu saat saya masuk SD, dan imajinasi saya terhitung GAGAL!

Gambaran masa kecil saya masuk SD tidak berhasil saya munculkan sejelas Andrea menggambarkannya dalam Novel. Secara bawah sadar saya angkat topi dengan Andrea untuk gambaran detail tersebut, terlepas apakah yang dia ceritakan benar2 keluar dari bagian memorinya atau merupakan salah satu skill yang harus dimiliki oleh pengarang Novel IMAJINASI!.

Tak terasa jam 10 malam sudah tiba saat istri saya melongok dari pintu, saya Cuma bilang “tar Ma tanggung nih, dah dapat separo”. Luar biasa....dengan gaya bertutur yang memikat dan dibumbui oleh teknik Metapor disekujur badan Novel. Andrea berhasil memaksa saya untuk menyelesaikan Novel itu pada malam itu juga! Suatu prestasi yang istimewa karena untuk menyelesaikan buku favorit “Good to Great” pun saya butuh waktu 3 hari. Prestasi ini hanya bisa disaingi oleh komik bergambar “Long Hu Men” punyanya Tony Wong yang pasti akan saya selesaikan pada saat itu juga sampai jam berapapun kalau ada jilid baru yang terbit!

Bab tentang Lintang dan Mahar, 2 orang maskot dari Laskar Pelangi memancing tawa kecil dan senyum sendu saya. Kejeniusan seorang Lintang (saya jadi penasaran apakah aslinya sejenius di Novel tersebut) membuat saya sedih dan setuju dengan gambaran dalam novel tentang kecongkakan dan kebodohan negeri ini dalam mencampakkan talenta2 terbaik yang dimiliki.

Cinta monyet Ikal dan A Ling termasuk bagian cerita dengan metafora yang sangat kuat! Bagian ini berhasil menyentuh rasa emosi disamping saat Laskar Pelangi memenangi Cerdas Tangkas dengan Lintang sebagai maskotnya.

Bagian akhir novel melompat sekian belas tahun kedepan dengan banyak fragmen2 kehidupan yang (dengan sengaja?) terlewat. Faktor ini jelas menjadi salah satu faktor yang mendorong saya untuk membeli novel lanjutannya saat saya liburan panjang lagi 2 minggu kedepan.

Jam 11 malam lebih 15 menit saat saya menyelesaikan Novel tersebut. Saat menyusul istri untuk pergi ke alam mimpi saya bergumam “ma, coba besok kamu baca novel ini.”!

Eko Jatmiko Utomo
Ujung Berung
Awal Maret 2008