28 November 2014

WATON SULOYO & INTERNAL LOCUS OF CONTROL

"Waton Suloyo" & "Internal Locus of Control", Atribut Pemimpin Kesrakat & Hebat.

Alkisah, anak yang duduk dipunggung keledai mukanya bersemu merah. Malu dan Kesal. "Dasar anak tak tahu diri, enak2 duduk diatas keledai sedangkan bapaknya yang sudah tua malah disuruh jalan kaki!".

"Bapak tak tahu diri, naik keledai anaknya disuruh jalan kaki". Kali ini bapaknya yang kena gunjingan orang dipinggir jalan sesudah mereka tukar posisi.

"Orang goblok, punya keledai malah jalan kaki", ternyata gunjingan pinggir jalan tidak berhenti sesudah anak dan bapak dua2nya jalan kaki menuntun keledai.

"Woooi, punya perikebinatangan ngak? masak keledai dinaiki berdua?". Kali ini bapak & anak ngak peduli, keputusan ditangan mereka. Anjing menggonggong Kafilah berlalu.

Kisah Anak, Bapak dan Keledai diatas menjadi analogi yang sangat tepat dengan apa yang terjadi di dunia perpolitikan Indonesia. Jokowi menjadi "Primadona" dalam konferensi Apec di China. Mendapatkan panggung raksasa, salah satu dari hanya 3 pemimpin besar dunia. Sejajar dengan US dan China. Kekuatan ekonomi no. 1 & no. 2 dunia. Presiden Obama, Presiden Xi Jinping, Presiden Putin, PM Shizo Abe antri untuk bertemu presiden Jokowi.

"Antek asing", teriak & celoteh para pembenci. Pada saat Presiden Jokowi tidak bergaul secara internasional teriakannya "kampungan kurang gaul". "Menjual bangsa", tuduh para pendengki saat Presiden Jokowi piawai dalam mengundang investor asing. Padahal, kalau investasi tidak masuk teriakannya bakal berganti dengan "ngak becus menumbuhkan ekonomi". "Jawa katrok ngak becus bahasa Inggris!" caci pembenci saat Presiden Jokowi bicara bahasa Indonesia bertemu dengan pemimpin bangsa lain. "Melanggar Undang2!" teriak pendengki saat Presiden Jokowi presentasi dengan sederhana dan menggena menggunakan bahasa Inggris di forum CEO.

Para pembenci dan pendengki tidak akan pernah berhenti untuk menghitamkan yang putih dan memutihkan yang hitam. Tidak perlu heran, sebab atribut diri mereka memang pada level "Waton Suloyo". Apapun yang dilakukan oleh orang yang mereka benci dan iri pasti jatuhnya salah!.

Pemimpin hebat memiliki atribut khusus untuk menghadapi orang2 beratribut "waton suloyo" ini. Atribut ini dinamakan "Internal Locus of Control". Pemimpin hebat mendengarkan kata hatinya saat membuat keputusan akhir. Bahasa kerennya "exercising his discretion to do the call". Ini keputusanku, ini mauku, aku bertanggung jawab. Anjing menggonggong Kalifah berlalu.

Presiden Jokowi and team (termasuk Gub. DKI Ahok), saya yakin memiliki atribut pemimpin hebat ini. Track record dan perjalanan karir mereka tidak akan sehebat ini tanpa atribut tersebut. Sepanjang membela rakyat, rakyat akan menjadi pembela mereka.

Buat pendengki dan pembenci, siapkan waktu, tenaga dan biaya anda untuk 5 tahun kedepan. Segera mendaftar Kartu Indonesia Sehat, karena sakit jantung, stroke dan kanker dekat dengan mereka2 yang hidup dalam kebencian dan kedengkian.
Good Luck untuk kewarasan tubuh dan pikiran anda.

EU 4 U
BSD City
111114

ATTRIBUTE NAN SEMRAWUT

Diskusi Kabinet Kerja Jokowi: Attribute nan Semrawut?

Diskusi media massa dan medsos pasca pengumuman Kabinet Kerja Jokowi seru, ramai dan semrawut.

Salah dua yang paling seru adalah masalah keterwakilan dan attribute. Ditengah tarik menarik yang luarbiasa dahsyat, Jokowi dinilai banyak pihak bisa mengotimalkan kabinet khususnya proposi Parpol vs Profesional. Bahkan keterwakilan Perempuan mendapat acungan jempol. Terbanyak sepanjang sejarah dengan nama2 yang berkualitas.

Disela-sela diskusi arus utama, ada diskusi arus lain, yaitu tidak terwakilinya suku Batak, daerah Kalsel dan Maluku dalam kabinet. Banyak yang marah dan kecewa karena "merasa" jasanya dalam pilpres dan harapan keterwakilan "attribute" mereka tidak terwujud.

Sebenarnya apa sih yang kita harapkan dari Jokowi dan kabinetnya? Sebuah tim eksekutif yang mampu membawa Indonesia to the next level, makmur, sejahtera dan terpandang di level dunia.

Ngak peduli kabinetnya dari suku, agama, daerah dan attribute2 lain. Seperti kata mbahnya pembangunan China Deng Zioping, "tidak peduli kucing hitam atau kucing putih yang penting bisa tangkap tikus!".

Mari kita dukung bersama, kasih kesempatan mereka bekerja. Nanti kalau menyeleweng kita jewer ramai-ramai!

EU 4 U
BSD City
271014

CITRA SALAH PENCITRAAN

CITRA SALAH PENCITRAAN

Kenal kecap merk Bango? sangat mungkin sekali anda mengenalnya. Apalagi para perempuan yang suka kerja didapur. Siapa mengira kecap produk lokal yang mak nyuss milik keluarga Kartadinata dari kota Tangerang sekarang menjadi kecap pemimpin pasar nasional.

Unilever mengenal barang berkualitas, bahkan barang yang hanya beredar didaerah tertentu (lokal). Sejak dibeli oleh Unilever tahan 2001, kecap Bango diberikan baju baru, dipupuri lebih kinclong dan diiklankan besar2an di media massa (promosi above the line) maupun dalam events2 pemasaran yang langsung bersentuhan dengan pengguna (below the line). Barang yang bagus DICITRAKAN habis2an sebagai barang bagus.

Aktivitas Branding & Positioning (Pencitraan) yang dilakukan oleh Unilever ini seperti tutup entuk tumbu, klop, cocok, pas atau serasi. Barang bagus, orang tahu, orang beli dan orang puas.

Dalam konteks pekerjaan, sejak beberapa tahun yang lalu populer istilah "Personal Branding". Definisi sederhananya adalah memberi bungkus yang cakep bagi profesional yang memang berprestasi. Tujuannya? ya agar perusahaan (diwakili oleh top management) dapat melihatnya dan kemudian memberikan kesempatan yang lebih luas dan tinggi untuk berkembang dan berprestasi.

14 tahun yang lalu, saat bekerja di Freeport Indonesia, penulis sering banget ketemu dengan engineer2 lulusan lokal yang kompeten dan jago dalam bekerja. Sayang sekali karir mereka jauh lebih lambat dibandingkan dengan engineer bule yang kerjanya ingah ingih bahkan harus diajarin sama orang lokal. Why? karena Engineer Indonesia suka kebatinan! maksudnya? mereka percaya bahwa atasan yang bule atau bahkan orang Indonesia "dengan sendirinya" bisa tahu, tanpa melihat, tanpa mendengar dan tanpa merasakan hebatnya pemikiran dan kerja mereka. Pada saat meeting, Engineer lokal ini diam seribu bahasa, bahkan saat engineer bule yang membual berapi2 api tentang sebuah konsep yang dicuri dari mereka saat ngopi bareng. Bahkan lebih parah lagi mengklaim pencapaian kerja keras mereka. The point? kalau tidak punya citra ya terserah dong orang lain mau mencitrakan kita seperti apa.

Pengalaman menarik terjadi saat penulis kerja di Holcim Indonesia. Penulis mengamati ada seorang superintendent yang punya kualitas bagus namun karirnya seret? why? sama dengan engineer di Freeport. Introvert dan suka kebatinan. Sesudah beberapa sesi coaching, keluar action plan untuk lebih "speak up" dimeeting. Hasilnya luarbiasa. Hanya dalam beberapa tahun karir melesat beberapa tingkat melewati banyak teman dan senior.

Personal Branding aka pencitraan ini diadopsi oleh dunia politik Indonesia sejak beberapa tahun lalu. Bahkan mantan presiden Sby secara khusus menyewa pelatih gesture dari Inggris hanya untuk memperbaiki gesture tangan dan wajah saat berpidato supaya terlihat baik dalam persepsi yang melihat dan mendengar.

Yang terjadi adalah inflasi dan perusakan makna. Pencitraan dianggap sebagai sebuah "upaya agar kelihatan baik (pembodohan/penipuan) kepada orang lain untuk kepentingan sesaat". Bahkan mantan presiden Sby dalam sebuah artikel baru baru ini berkomentar dalam kerangka yang sama : www.merdeka.com/politik/sby-pencitraan-berlebihan-bisa-menurunkan-kepercayaan-rakyat.html

Personal Branding (pencitraan) yang berhasil membutuhkan sebuah syarat yang berat: DELIVERING WHAT YOU SAY. Masyarakat semakin cerdas untuk bisa melihat mana pencitraan palsu dan mana pencitraan sejati. Mau bukti? lihat hasil Pileg dan Pilpres 2014, partai dan pribadi dengan citra palsu dihukum oleh masyarakat.

Jadi sesungguhnya sebuah tindakan pencitraan (sejati) adalah teknik marketing yang baik. Why? karena pembeli selalu "aware" adanya barang berkualitas tersebut, konsumen diuntungkan. Asal ........ kualitas bagus.

Secara pribadi penulis percaya bahwa Presiden Jokowi berpikir dan bertindak dari kacamata ini. Tindakan2 yang bagus (persepsi mayoritas) terbungkus dan terjual dengan cara bagus pula. Tidak heran pada periode ke-2 Pilkada Solo, tanpa banyak keluar uang maka terpilih lebih dari 90%!. Mengapa ini terjadi? karena Walikota Jokowi melakukan pencitraan terus menerus sepanjang masa baktinya menjadi Walikota.

Kalau sekarang Presiden Jokowi (dan kabinetnya) melakukan pencitraan terus menerus, saya sebagai masyarakat menyambutnya dengan gembira. Sepanjang bungkus yang elok itu membungkus coklat yang manis.

Ayo, pencitraan yang banyak padhe Jokowi. Tahun 2019, sampeyan bakalan terpilih secara mayoritas dan para citrawan palsu akan gigit besi kedua kali.

EU 4 U
BSD City 281114
After the Rain