06 Mei 2014

MENGEJAR UMR?



Position and Money merely consequency of Competencies and Contribution

Eko Utomo

 

HARI BURUH NASIONAL
Merevolusi paradigma berfikir bagaimana mendapatkan kemakmuran.

Buruh, Demo dan UMR
Tahun 2014, para buruh diseluruh Indonesia mendapatkan kado dari pemerintah, yaitu hari libur nasional. Tanggal 1 Mei ditetapkan menjadi tanggal “merah“. Buruh dan bukan buruh secara resmi tidak masuk kerja atau bahasa lainnya liburan. Apapun motifnya, kebijakan ini menyediakan waktu yang “formal” untuk para buruh melakukan demo, dan juga membebaskan “non buruh” dari jebakan kemacetan akibat demo buruh pada hari kerja.
Kalau kita cermati, dari tahun ketahun, demo yang dilakukan oleh para buruh semakin lama semakin marak. Tuntutannya juga semakin macam2, namun pada intinya menuntut agar upah mereka ditetapkan lebih tinggi dari sebelumnya. Pada demo tanggal 1 Mei 2014 terbaca salah satu tuntutan dari buruh adalah dimasukkannya unsur pembelian TV LED 19 Inch dalam perhitungan Komponen Hidup Layak (KHL) yang menjadi unsur penting dalam penentuan Upah Minimum Regional (UMR), (Detik, 2 Mei 2014). Tuntutan tersebut layak atau tidak? Tergantung perspektif dan cara anda menilai, sesudah anda membaca artikel ini sangat mungkin jawaban anda menjadi berubah.

Buruh  Yang Mana?
Karyawan sama buruh apa bedanya? Satpam dan Direktur, mana yang buruh dan mana yang bukan?. Wikipedia membedakan buruh menjadi dua golongan: (1) Buruh profesional atau biasa disebut dengan buruh kerah putih (banyak menggunakan otak dalam bekerja) dan (2) Buruh kasar atau biasa disebut kerah biru yang lebih banyak menggunakan tenaga kasar dalam bekerja.
Buruh profesional (selanjutnya akan kita sebut sebagai karyawan) lebih banyak digaji bulanan dan relatif mendapatkan gaji yang lebih tinggi dibandingkan dengan buruh kasar (kita sebut sebagai buruh). Upah buruh biasanya dihitung berbasiskan jam kerja dan berhak untuk mendapatkan lembur atas jam kerja yang melebihi standard yang sudah ditentukan.
Dalam konteks Indonesia, upah buruh diregulasi oleh pemerintah pusat, propinsi dan kota (kabupaten) dalam bentuk Upah Minimum Regional (UMR). UMR inilah yang setiap tahun menjadi ajang demo bagi buruh dengan meminta kenaikan sesuai dengan keinginan mereka atau federasi yang memayungi.
Bagi saya pribadi, membedakannya tidak antara kerah putih dan kerah biru. Buruh (dan karyawan) adalah mereka yang tangan dibawah (menerima gaji) dan yang bukan buruh adalah yang tangan diatas (memberi gaji). Jadi walaupun kita adalah seorang Chief Executive Officer (CEO) dari perusahaan asing raksasa kita tetaplah buruh karena menerima gaji.

How High Can You Go?.
Tahun 90an, gaji buruh di China hanya 50% dari gaji buruh di Indonesia. Duapuluh tahun berselang gaji buruh di China 2x lebih tinggi dari gaji buruh di Indonesia. Kalau dihitung secara matematis dalam jangka waktu 20an tahun upah buruh China lompat 4x lebih tinggi dibandingkan dengan buruh Indonesia.
Kok bisa ya? Apa yang membuat mereka mendapatkan yang jauh lebih tinggi dari buruh di Indonesia? Apakah karena buruh mereka banyak melakukan demo setiap tahunnya? Jelas tidak. Walaupun berjiwa kapitalis, sampai saat ini secara resmi China masih merupakan negara komunis yang mengharamkan adanya demo. Setiap demo (termasuk demo buruh) jelas akan ditekan dan diberangus oleh negara.
Jadi apa yang membedakan? Dalam banyak riset yang dilakukan oleh konsultan dunia, faktor utama yang membuat buruh China mendapatkan upah yang berlipat karena produktivitas mereka yang tinggi. Dengan produktivitas yang tinggi maka dalam satuan waktu yang sama barang (atau jasa) yang dihasilkan lebih banyak.
Menurut riset, produktivitas buruh China 3x lipat dari produktivitas buruh di Indonesia. Dalam satu hari buruh China mampu menghasilkan 3 potong baju, sedangkan buruh Indonesia menghasilkan 1 porong baju. Karena produktivitas yang tinggi ini, maka banyak produsen kelas dunia berbondong2 ke China membuka pabrik disana. Karena banyaknya industri yang masuk maka permintaan tenaga kerja naik, yang kemudian mendorong upah buruh juga naik.
Kalau mau membandingkan dengan tetangga dekat dan serumpun Malaysia, produktivitas mereka dibandingkan kita 9:14 (McKensey Indonesia Report, 2012). Saat buruh kita menghasilkan 9, buruh Malaysia menghasilkan 14. Produktivitas rendah ini bagus atau jelek? Bagi saya pribadi bagus. Dengan demikian kita memiliki potensi yang besar untuk mengejar.

Perjalanan Pribadi Seorang Buruh
“Kedepan kamu mau jadi apa”, tanya atasan keanakbuahnya. “Saya mau jadi manager pak”, jawab sang anakbuah. “Baik, saya akan bantu kamu belajar dan mengembangkan kompetensi supaya cita2mu tercapai. Cahyo sang buruh (mendapatkan gaji UMR) sejak saat itu tekun bekerja dan meningkatkan kompetensinya.
Disela2 kesibukan bekerja, Cahyo yang lulusan SMK mengambil program S1 kelas malam. Selama bertahun-tahun berikutnya Cahyo menghabiskan sebagian besar waktunya untuk meningkatkan kontribusinya di Kantor dan meningkatkan ilmunya di Kampus.  
Waktu berlalu cepat, tidak terasa percakapan Cahyo dan bosnya sudah terjadi 6 tahun yang lalu. “Kenapa di depan macet ya bro”, tanya sang bos ke Cahyo. “Biasa pak, ada demo buruh minta naik UMR”, jawab Cahyo. “Kamu ngak ikut demo?”, tanya sang bos sambil sambil tersenyum. “Masak manager ikut demo pak”, jawab Cahyo terkekeh sambil kembali fokus mengendarai mobil Avanza barunya.
Menuntut kenaikan upah dengan demo setiap tahun dibolehkan dan dilindungi oleh Undang-Undang di negara kita tercinta. Merupakan hak dan pastinya juga penting bagi para buruh. Disisi lain ada jalan yang berbeda yang bisa ditempuh seperti yang dilakukan oleh Cahyo, meningkatkan kompetensi dan kontribusi. Jabatan dan gaji hanyalah akibat dan bukan penyebab.
Buat teman-teman buruh, pilihannya ada ditangan anda.

Selamat Hari Buruh Indonesia.
Salam revolusi paradigma

Jakarta, Medio Mei 2014

Eko Jatmiko Utomo
Konsultan & Praktisi HR dan Leadership Development
Kandidat Doktor dari Universitas Indonesia (UI) jurusan Strategic Management
Mantan Aktivis GKI MY