19 Mei 2016

Hitam Putihnya Perusahaan #Hal82


Catatan Harian Eko Utomo

Hitam Putihnya Perusahaan #Hal82

Dirut Transjakarta yang baru membuat gebrakan. Armada bus separo dipotong dan dikandangin, dengan alasan sering rusak dan tidak dapat diandalkan. Yang luarbiasa adalah, sesudah pengurangan ratusan bus, Transjakarta masih mampu meningkatkan jumlah pelanggan menjadi 300 ribu/hari. Bahkan Dirut baru dengan penambahan armada bus baru yang lebih handal menargetkan akan mampu mengangkut 1 juta pelanggan sampai akhir tahun ini!.

Gebrakan yang serupa dilakukan oleh Jonan (CEO baru) sekitar 5 tahun yang lalu di KAI. Seluruh penumpang KA jarak jauh semuanya duduk. KA yang sebelumnya berjubel sampai ke WC menjadi longgar dan semua dapat tempat duduk. Yang mencengangkan bahwa pendapatan KAI bukannya turun malah jadi naik.

Kasus di Transjakarta dan di KAI sangat menarik dibahas karena memperlihatkan bagaimana besarnya pengaruh CEO terhadap "hitam putihnya" perusahaan. Prof. Hambrick & Mason, dalam riset yang mereka lalukan menyatakan bahwa kinerja perusahaan merupakan refleksi dari para bossnya (1984).

Dalam kasus sebaliknya, saya bertemu dengan perusahaan yang stagnan dan bahkan menurun kinerjanya. Setelah ditelisik dan dianalisa lebih jauh terlihat bahwa masalahnya ada pada boss baru khususnya sang CEO. Padahal saat CEO lama masih ada, perusahaan selalu berkembang dan menguntungkan.

Jadi, kalau kita bertemu dengan perusahaan HEBAT atau SEKARAT, look at the head! Lihat CEO dan BOD. Para pemimpin inilah yang menggerakkan organisasi dan memegang kendali. Merekalah yang bertanggung jawab.

Lho, buat kita yang bukan CEO dan Direktur bagaimana? apakah dengan demikian kita tidak memiliki kontribusi kepada organisasi?

Sabar, untuk para Vice President anda merupakan CEO divisi anda. Untuk para manager anda merupakan CEO departemen anda, untuk para Supervisor anda merupakan CEO seksi anda. Jadi andalah kambing hitam (atau putih) yang menentukan kinerja organisasi yang anda pimpin, pada semua level.

Trus bagaimana dengan staf? kan mereka tidak memiliki organisasi yang mereka pimpin? Ingat, staf juga merupakan CEO bagi diri sendiri. Jadi kinerja mereka tergantung pada diri mereka sendiri dan bukan pada atasan, anak buah, perusahaan atau pacar mereka.

Setuju?

EU4U
BSDCITY30416

Untuk para pemimpin

Horeee Thesa TIDAK (belum) Naik Level #Hal81


Catatan Harian Eko Utomo

Horeee Thesa TIDAK (belum) Naik Level #Hal81

Tadi sore Thesa performance (ujian kenaikan tingkat) di club dimana dia rutin latihan renang dan senam.

Setiap semester diadakan ujian kenaikan tingkat, ujian sore tadi adalah ujian ke-3 bagi Thesa. Dengan demikian Thesa sudah 3 semester berlatih renang secara rutin 1x seminggu selama 1.5 tahun.

Raport Thesa dibawah menunjukkan bahwa belum semua kompetensi inti dalam berenang dikuasai oleh Thesa sehingga Thesa belum dapat naik ke level berikutnya.

Horeeeeee tidak naik kelas!!!
Lho, tidak naik kelas kok malah teriak hore? Mungkin itu yang terpikirkan oleh beberapa orang. Bukannya tidak naik kelas biasanya direspons dengan kesedihan bahkan tangisan?

Respons (khususnya emosi) sangat tergantung dengan EKSPEKTASI/HARAPAN. Ekspektasi erat kaitannya dengan tujuan dan target yang ditetapkan.

Emosi POSITIF muncul pada saat pencapaian SESUAI atau LEBIH BAIK dari target yang ditetapkan. Demikian sebaliknya, emosi NEGATIF muncul pada saat pencapaian LEBIH BURUK dari target.

Dalam kasus Thesa dan kasus anak2 yang lain seringkali target DIREDUKSI dan DISEDERHANAKAN menjadi pencapaian semu seperti NAIK KELAS atau JUARA.

Padahal dalam proses pendidikan jelas tersurat dan tersirat target utama adalah BELAJAR, bukan alat ukur generik seperti naik kelas atau menjadi Juara.

Setiap individu unik. Masing2 memiliki kelebihan dan kekurangan. Proses belajar merekapun berbeda. Sesama anak normal saja berbeda apalagi dibandingkan dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Saya berteriak "Horeee" bukan dalam konteks Thesa belum naik kelas namun dalam konteks Thesa sudah menguasai lebih banyak kompetensi inti dalam berenang!. Seberapa cepat dia nanti naik kelas adalah urusan kesekian. Thesa BELAJAR dan ENJOY proses belajarnya adalah 2 prioritas utama bagi saya.

****

"Dad, kamu kelihatan agak stress akhir2 ini?", tanya mama Thesa penuh perhatian.

"Iya nih, data disertasi belum terkumpul semua. Padahal semester ini sudah mau lewat", jawabku sambil pusing memikirkan cara menambah data.

"Makanya pa, jangan membuat target terlalu tinggi. Mau jadi Doktor 3 tahun, begitu target waktu terlewat jadi kelimpungan sendiri', sambil bercanda mama Thesa menggerakkan bidak catur.

SKAK STER!

EU4U
BSDCITY290416

Untuk para pembuat target

Membisniskan CINTA #Hal80


Catatan Harian Eko Utomo

Membisniskan CINTA #Hal80

"Yayang, lipstick Cinta sama dengan lipstick punyaku lho", Cinta yang duduk disebelah kiri berbisik mengomentari Cinta di layar yg sedang sibuk berdandan mau ketemu Rangga.

Kamis malam, kami berdua termakan kampanye gencar AADC2. Pulang kerja pamitan Thesa & Jason dengan kode khas kami "Papa mama mau pacaran dulu ya". Kala malam masih muda, saat kami pamitan pacaran biasanya Thesa dan Jason komplain, namun karena Sabtu sudah dijanjikan untuk nobar Captain America mereka melepas kami cukup dengan ucapan "byeee".

Jam 7 memasuki Cinema 21 di Aeon Mall padatnya antrian menyambut. Captain America vs AADC2 rupanya berlangsung ramai dan sengit. Yang luarbiasa baru kali ini ada produk lokal berani head to head dengan produk impor, blok buster lagi!.

Di Aeon, AADC2 mendapatkan jatah 2 layar, namun yang lebih luarbiasa adalah tiket 7.15 & 8.15 sold out! Yang tersisa tiket 9.45. Walaupun movie goers, biasanya kami menunda menonton kalau tiket terlalu malam, namun demi Cinta kami rela, termasuk duduk di bagian depan.

Sebenarnya kami beda generasi dengan Rangga dan Cinta. Lha saat mereka masih cinta2an monyet ala SMA tahun 2002, kami sudah bercinta beneran dan membuahkan Cinta pertama kami Thesalonika. Namun sebagai pasangan berjiwa muda kami nonton film ini (korban pemasaran benernya). Padahal AADC1, kami hanya baca hingar bingarnya di media tanpa nonton langsung.

Berhubung waktu tunggu hampir 3 jam maka Cintaku sukses mengubek2 H&M dan Uniqlo, sementara saya sukses tertidur nyenyak di kursi nyaman lantai 3 Aeon Mall.

Dalam menilai film alat ukur bagus tidaknya bagi kami sederhana, film tersebut mampu membuat kami fokus menonton atau menjadi background pulasnya kami tertidur di kursi bioskop, AADC2 lulus!.

Sepanjang film berlangsung, Cinta di layar mampu membuat Cinta disebelah bisik2 mengomentarinya, ya lipstiknya lah, ya tas yg dipakai, model baju dlsb. Mira Lesmana dan Riri Reza secara kreatif dan manis mampu jadi penjual dan endorser bagi produk2 komersial para sponsor, soft selling mereka luarbiasa!.

Duo produser dan sutradara juga mampu membuat kami berdua yang terhitung orang Yogya coret berniat untuk mengunjungi lokasi2 background cerita. Pemkot Yogya selayaknya mengirimkan semua PNS kota Yogya menonton AADC2 sebagai ungkapan terimakasih untuk promosi pariwisata yang luar biasa ini.

Jam 24.00 kami sampai di rumah. "Dady, nontonnya besok aja!", mama Thesa berkomentar saat melihatku nonton AADC1 di youtube karena penasaran.

Sepertinya hari Minggu nanti saya akan mengajak Cinta untuk menonton Cinta kedua kali. Mecahin rekor nonton film lokal 2x.

"Cinta setuju ngak?".

Bisik2 ke Cinta Santi Utomo

EU4U
BSDCITY290416

Untuk pelaku industri kreatif.
Buat mereka yg hebat, semua bisa laris dijual.

Membangun Kompetensi Inovatif #Hal78


Catatan Harian Eko Utomo

Membangun Kompetensi Inovatif #Hal78

Barusan kami kalah telak saat main tenis. Kami hanya dikasih skor 1-6, lawan memberikan tusuk gigi, angka 1. Masih beruntung kami tidak mendapatkan hadiah telor burung unta 0-6. Bisa berminggu2 dibully dan jadi perbincangan di WA group tenis.

Kalau dianalisa, kekalahan telak itu akibat cara bermain kami yang sangat tidak kreatif. Kami main tenis dengan cara yang monoton, pola yang sama (yang poin akhirnya kami kena smash) diulang terus menerus dengan hasil yang sama. Tidak ada kreatifitas yang muncul untuk mengganti pola bermain. Lawan dengan nyaman meneruskan dominasi dan mendikte permainan.

Mirip dengan permainan tenis, dalam persaingan bisnis, inovasi produk yang dihasilkan dari daya kreatifitas organisasi menentukan mati dan hidupnya perusahaan. Bahkan beberapa tahun terakhir ini muncul semboyan "Innovate or DIE!". Mau pilih mana? mau ngak mau pasti pilih Innovate daripada Die bukan?

Kemarin pagi saya ditelpon Tele Sales perusahaan TV berbayar langganan saya. Dia menawarkan kepada saya untuk sekalian berlangganan layanan Internet disamping langganan TV.

Luarbiasa, yang langsung terbayang oleh saya dengan adanya inovasi produk baru ini adalah dinamika atau kekacauan (kalau boleh disebut demikian) pada bisnis internet dan TV berbayar.

Selama ini terjadi polarisasi dan segmentasi yang tajam antara dua jenis layanan ini. Masing2 bisnis memiliki jagoannya masing2 dan sangat perkasa dalam mengangkangi market share.

Ada juga pemain yang mampu mengombinasikan dua layanan ini. Namun karena layanan yang diberikan menggunakan jalur Fiber Optic (FO) maka penguasaan pasar menjadi terbatas sesuai sifat FO yang terbatas di area yang dilewatinya. Disisi lain pemain besar layanan TV berbayar yang fleksibel juga mati kutu pada saat konsumen meminta layanan internet.

Layanan gabungan TV dan Internet dengan menggunakan Parabola mini dengan harga terjangkau bakal mendominasi pasar baru. Kenapa?, fleksibilitas dan kemudahan menjadi mantra baru yang diucapkan pertama kali oleh calon konsumen saat berniat membeli layanan.

Produk2 baru yang inovatif seperti layanan TV berbayar plus internet dengan parabola mini dihasilkan oleh insan2 yang kreatif dalam perusahaan. Semakin banyak perusahaan memiliki karyawan yang kreatif maka makin banyak produk (dan juga proses bisnis) kreatif yang akan dihasilkan.

Pertanyaan penting yang kemudian muncul adalah "bagaimana perusahaan bisa memunculkan dan mengembangkan karyawan yang kreatif dan inovatif?".

Dari banyak riset yang dilakukan ditemukan beberapa faktor penting saat menjawab pertanyaan diatas. Pertama, perusahaan membutuhkan PEMIMPIN yang kreatif dan Inovatif sebagai ROLE MODEL. Pemimpin yang inovatif akan menjadi contoh, menginspirasi dan mendorong karyawan dibawahnya untuk bisa melakukan hal yang sama.

Poin penting kedua adalah perusahaan (dan para pemimpinnya) secara konsisten MENYEDIAKAN INFORMASI yang dibutuhkan dan MENGEMBANGKAN KOMPETENSI para karyawan.

Wahai pemimpin, bagaimana dengan anda dan perusahaan anda?
Sudah inovatifkah anda hari ini?

EU4U
BSDCITY230416

Untuk para pemimpin inovatif

Biar BODOH asal PERCAYA DIRI #Hal77


Catatan Harian Eko Utomo

Biar BODOH asal PERCAYA DIRI #Hal77

"Stupidity has No Limitation".

Pernah bertemu dengan seseorang yang "bodoh" namun ngeyelnya sundul langit?. Kalau anda sering berinteraksi, berdiskusi dan berdebat maka ungkapan diatas bakal sering anda aminkan.

Pintar ada batasnya, namun kebodohan tiada batas. Saya sering bertemu dengan seseorang yang sudah diberikan data dan fakta yang bertentangan dengan argumentasinya namun tetap ngeyel bahwa dia yang benar. Kalau sudah sampai tahap seperti itu maka biasanya saya "tinggal pergi" agar debat kusir tidak berlangsung berkepanjangan.

Dalam konteks masa kini, kebodohan terefleksikan dengan masih adanya sebagian orang yang percaya bahwa matahari mengeliling bumi atau bumi bentuknya datar seperti piring. Padahal sudah disajikan padanya photo2 bumi yang bulat hasil pengambilan gambar dari luar angkasa atau data2 penunjang lain. Tetap saja yang bersangkutan ngotot dalam "kebodohannya".

Yang menjadi lebih menarik dalam proses coaching atau konsultansi saya sering dihadapkan pada fenomena bahwa mereka yang "bodoh" tersebut memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.

"Pak Eko, sistem HR perusahaan kami merupakan sistem HR yang terbaik di negeri ini", seorang Client dengan penuh percaya diri pamer kepada saya saat proses due diligent sedang dilakukan pra konsultasi.

Dan saya hanya bisa bengong karena sistem HR yang dimiliki oleh perusahaan mereka yang tergolong besar ini sangat "primitif". Sang Client sangat PERCAYA DIRI dalam KEBODOHANNYA.

Fenomena ini diteliti oleh Dunning & Kruger yang menghasilkan hadiah nobel psikologi bagi mereka pada tahun 2000.

Penelitian mereka distimulus oleh sebuah peristiwa dimana seorang perampok hanya dengan melumuri wajahnya dengan perasan air lemon dengan gagah berani merampok bank.

Keberanian tersebut dia yakini atas "pengetahuan" bahwa air lemon dapat yg dijadikan tinta dapat menghilangkan tulisan. Sang perampok berkeyakinan bahwa air lemon akan menghilangkan wajahnya sehingga tidak bisa dilihat orang dan ditangkap kamera!.

Hasil penelitian Dunning & Kruger menunjukkan bahwa seseorang dengan secuil pengetahuan memiliki tingkat kepercayaan diri yang bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang sangat ahli (expert) dalam bidang tersebut (lihat gambar). Terjadinya proses pembelajaran pada fase awal bukannya menaikkan kepercayaan diri namun malah menurunkannya sampai pada tingkat tertentu baru kemudian naik kembali.

Saya teringat peristiwa 25 tahun yang lalu saat saya menyalib truk gandeng dengan penuh percaya diri padahal dari arah depan ada bis datang dengan kecepatan tinggi. Yang saya lakukan adalah masuk di sela2 bak depan dan belakang truk gandeng saat bis mendekat. Sebuah ekspresi kepercayaan diri yang sangat tinggi hasil kebodohan yang tinggi pula.

Jadi, pada saat kita memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi, sebaiknya mundur sejenak dan berefleksi. Jangan2 kepercayaan diri yang sangat tinggi tersebut karena tingkat kebodohan yang tinggi?

Pernah mengalami?

EU4U
BSDCITY210416

Untuk mereka yang percaya diri.

A Power of Character #Hal75


Catatan Harian Eko Utomo

A Power of Character #Hal75

Investasi properti merupakan investasi jangka panjang yang relatif aman dan menghasilkan keuntungan tinggi.

Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, sangat jarang sekali ditemuin fenomena harga properti (khususnya tanah) mengalami penurunan.

Dari tahun ke tahun harga properti naik terus menerus karena supply selalu kurang dibandingkan dengan kebutuhan.

Bahkan dalam kondisi ekonomi yang kurang baik seperti tahun 2008 dan dua tahun terakhir ini, harga properti tidak turun namun hanya cenderung melandai. Diyakini harga properti akan naik kembali tahun 2016 atau tahun depan saat pertumbuhan ekonomi bergerak diatas 5%.

Dalam bisnis properti, ada 3 faktor utama yang menentukan seberapa baik portofolio properti yang kita beli. Tiga faktor utama tersebut adalah : LOKASI, LOKASI dan LOKASI.

Tahun lalu, harian Kompas mengadakan riset peningkatan harga properti di Indonesia. Serpong, Cibubur dan Depok memberikan peningkatan harga properti 1000% dalam 1 dekade ini. Peningkatan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan harga properti di tempat lain di Indonesia.

Ketiga lokasi investasi favorit tadi semuanya ditunjang oleh faktor utama LOKASI. Serpong dkk, merupakan daerah di pinggiran Jakarta dimana harga masih (relatif) murah dibandingkan dengan harga properti di tengah kota.

Harga yang masih murah dibantu dengan akses yang mudah membuat lokasi tersebut menjadi incaran para pengembang untuk membangun kawasan hunian dan komersial sebagai penyangga kota Jakarta. Semuanya berhulu pada satu faktor utama: LOKASI

***
Proses rekrutmen dalam organisasi memiliki kemiripan dengan proses investasi properti.

Untuk mendapatkan kandidat yang baik harus dilakukan riset yang mendalam yang membutuhkan waktu dan biaya yang cukup banyak.

Saat kandidat sudah bergabung dengan perusahaan maka status berubah menjadi karyawan. Perusahaan tentu saja berharap bahwa investasi yang dikeluarkan saat melakukan proses rekrutmen akan membuahkan hasil yang tinggi dalam bentuk kontribusi karyawan terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Kalau dalam investasi properti kunci utama adalah Lokasi, Lokasi dan Lokasi. Maka dalam "investasi" SDM kunci utamanya adalah KARAKTER KARAKTER dan KARAKTER.

Lho, bukankah dalam bekerja yang dibutuhkan adalah keahlian dan ketrampilan karyawan? Benar, namun yang seringkali tidak terlihat bahwa TINDAKAN dan PERILAKU semuanya didorong oleh KARAKTER.

Sering kita bertemu dengan karyawan yang sangat jago, ahli dalam bidangnya, namun karena karakter yang buruk, pemalas misalnya, maka kinerja yang bersangkutan menjadi biasa saja bahkan cenderung buruk.

Dalam melakukan proses wawancara, saya mencari tiga karakter utama dalam diri seorang kandidat. Ketiga karakter itu adalah: Keinginan untuk BERPRESTASI, KEMAUAN belajar dan Learning CAPABILITY.

Jika dalam sebuah proses rekrutmen terdapat kandidat dengan tiga karakter utama biasanya saya rekomendasikan untuk diambil. Keahlian dan pengalaman merupakan BONUS jika ditemukan.

Bagaimana dengan anda?

EU4U
BSDCITY050416

Untuk para Rekruiter n User

Gengsi Itu Membunuhmu #Hal74


Catatan Harian Eko Utomo

Gengsi Itu Membunuhmu #Hal74

Dalam melakukan coaching saya menghindari menggunakan teknik "personal attack" atau menyerang pribadi coachee.

Personal attack menyalahi prinsip utama dalam membangun hubungan pribadi dengan coachee. Personal attack akan menghasilkan drop esteem. Padahal yang dibutuhkan dalam proses coaching adalah menjaga harga diri atau meningkatkannya.

Namun dalam beberapa kesempatan langka saya menggunakannya dengan intensi merobohkan internal enemy #1 dalam pengembangan pribadi, GENGSI.

Dalam sebuah "Coaching for Improvement", setelah beberapa lama diskusi pendalaman dan klarifikasi akhirnya ditemukan masalah yang terpendam didalam lubuk sanubari sang manager yang bermasalah dalam pekerjaan yang diembannya.

Sebagai manager baru, ia MALU BERTANYA tentang pekerjaanya kepada manager lama yang ia gantikan, atau bertanya kepada anak buah baru.

Malu BERTANYA maka akan SESAT di jalan. Ketidaktahuan akan kebijakan yang berlaku selama ini membuat manager baru melakukan banyak keputusan yang buruk sehingga menimbulkan masalah bagi perusahaan.

Setelah digali beberapa saat kenapa ia tidak banyak bertanya maka jawaban "unconscious" mind yang keluar adalah : GENGSI!

Pak Manager GENGSI bertanya karena masak posisi sebagai manager aka bos banyak bertanya ke anak buah. Bukannya bos harus banyak memberitahu? demikian alasannya.

Pak Manager GENGSI bertanya karena masak sebagai lulusan S1 harus banyak bertanya kepada mereka yang hanya lulusan SMK? apa kata dunia? demikian yang tersirat dari hasil diskusi pendalaman.

Terlintas untuk menggunakan teknik "terlarang" dalam coaching untuk membongkar mindset penghalang kemajuan.

"Bro, btw dulu kan kuliah di Bandung kan. Menurutmu, universitas tempatmu kuliah dulu bagusan mana sama ITB?", tanyaku sambil melihatnya lekat2.

"Bagus ITB pak", jawab sang Manager sedikit bingung kemana arah pertanyaan menuju.

"Tahu Prasetya Mulya Business School kan?", tanyaku sambil melihat mukanya lebih lekat.

"Tahu pak, sekolah MM terbaik di Indonesia", jawabnya tambah heran.

"Pastinya tahu UI dong!", tanyaku melanjutkan.

"Ya tahulah lah pak, masak ngak tahu UI", kebingungannya memuncak.

"Saya kuliah S1 di ITB, S2 di Prasmul dan S3 di UI, dalam setiap pekerjaan baru yang saya tidak tahu saya BERTANYA ke semua orang yang saya anggap tahu termasuk karyawan lulusan SMK. Dan saya sudah 7 tahun jadi Vice President!", peluru miltraliyur keluar dari magazine.

"Jadi apa yang membuat seorang Manager baru lulusan Universitas biasa seperti kamu GENGSI bertanya?", bom atom dijatuhkan.

EU4U
BSDCITY040416

Buat mereka yang membebaskan diri dari belenggu gengsi

Nothing to Lose #Hal73


Catatan Harian Eko Utomo

Nothing to Lose #Hal73

Saya adalah Roker! Sabaaar jangan mengeryitkan alis dulu, saya sadar diri tidak becus bernyanyi, kentutpun fals bunyinya. Maksud saya bukan roker penyanyi yang meneriakkan lagu2 cadas ala GnR atau Achmad Albar. Saya merupakan anggota jemaat imajinatif dari mereka yang tergabung dalam Rombongan Kereta (Roker).

Sebagai jemaat Roker maka setiap pagi saya setia menunggu di stasiun Serpong untuk menumpang KRL jurusan Tanah Abang dan turun di Sta. Palmerah. Dari Sta. Palmerah saya berganti moda transportasi Taxi yang mengantarkan saya ke kantor di bilangan Gatot Subroto.

Pilihan bergabung dalam jemaat Roker adalah pilihan berbasiskan pertimbangan fungsional dan rasional. Saya bisa sampai (pulang) di kantor lebih cepat tanpa takut terjebak dalam lautan macet yg melelahkan di belantara hutan beton ibukota.

Ada sebuah ganjalan. Untuk bekerja saya membawa sebuah laptop dan dokumen2 kerja lainnya dalam sebuah ransel atau tas punggung. Kalau ditotal2 beratnya sekitar 5 kg. Kalau dibawa dalam jangka waktu yang cukup lama menimbulkan beban yang cukup berat bagi tulang punggung saya yang menua.

Karena kondisi itulah saat naik KRL hal pertama yang saya lakukan adalah menaruh tas punggung ke rak yang tersedia di kereta. Namun dalam banyak kesempatan, khususnya saat pulang kerja di jam "peak hours" kesempatan menaruh tas di rak kereta sirna!. Saya terpaksa tetap memanggulnya atau bahkan menggendongnya dibagian depan ala mama dan babynya untuk mengamankan isi tas dari tangan kreatif para pencopet.

Yang terjadi sepanjang 45 menit perjalanan sta. Palmerah - sta. Serpong tulang punggung saya mendapat beban ekstra 5 kg!. Pegal dan linu datang tanpa diundang.

***
Dalam kehidupan sosial sehari-hari, baik itu di kantor ataupun dalam lingkungan sosial non kantor, saya sering kali melihat mereka yang terengah2 keberatan beban namun tetap menggendong ransel berat mereka dalam beraktivitas.

Padahal dengan adanya beban berat di punggung mengakibatkan mereka cepat lelah dan kesulitan dalam melakukan aktivitas yang sedang dilakukan. Setiap gerakan membutuhkan tenaga ekstra, sebagian untuk melakukan gerakan itu sendiri sebagian untuk menahan beban di punggung.

Aktivitas tidak dapat dilakukan dengan maksimal dan optimal. Prestasi tidak dapat dicapai karena upaya yang dilakukan bukan merupakan upaya terbaik yang bisa diupayakan.

Fenomena ini saya namakan sebagai fenomena menggendong "something we afraid will be lose".

Kita membawa beban yang takut ketinggalan. Dalam bekerja misalnya kita takut "kena pecat", takut tidak populer, takut "tidak disukai" takut "kena bully", takut tidak naik gaji dan banyak lagi takut2 yang lain. Semakin banyak takut yang dikhawatirkan maka semakin besar beban yang disandang dan semakin pula kita tidak dapat bergerak.

Dalam sebuah penyelenggaraan event yang cukup besar, ada salah satu komponen yang masih bermasalah, padahal dateline sudah terlewati. Saya harus melakukan intervensi dan mengambil alih kendali dengan tujuan agar masalah yang ada terkendali. Muncul pertanyaan:

"Pak, kalau dilakukan intervensi maka penanggung jawab akan sakit hati!", kata salah satu anggota panitia yang lain.

"Bu, thanks buat masukannya, saat ini kita sedang kondisi darurat. Saya sih ngak peduli satu orang sakit hati, 30% sakit hati juga ngak papa daripada semuanya menjadi marah dan kecewa karena rencana rusak dan kacau karena satu orang. Intervensi tetap kita lakukan", jawab saya tegas.

Saya sadar betul bahwa tidak bakalan semua orang akan akan suka dengan tindakan kita. Lha wong nabi aja banyak musuhnya. Presiden Jokowi atau Gub. Ahok saat Indonesia maju mengalahkan Malaysia atau Jakarta melebihi moncernya Kualalumpur pasti tetap ada yang tidak suka pada mereka.

Tidak mengambil keputusan atau tindakan yang tepat pada waktunya seringkali karena "beban" yang kita bawa kemana2. Beban yang tidak kita letakkan pada tempat selayaknya.

Takut tidak populer dlsb membuat kita bermain aman dan kemudian menjadi manusia "mediocre", manusia "biasa2 aja" karena punya "something to lose".

Apakah tidak boleh main aman? boleh aja sih, kita manusia diberikan "free will" spirit. Punya kehendak dan keputusan. Cuma jangan kecewa dan marah saat buah yang dihasilkan biasa2 aja.

EU4U
BSDCITY040416

Untuk para Decision Maker.

Kawin (tidak) paksa #Hal69


Catatan Harian Eko Utomo

Kawin (tidak) paksa #Hal69

"Love is blind". Bagi banyak orang mungkin menganggap ungkapan ini lebay. Namun coba tanyakan kepada mereka yang sedang "gandrung" dan jatuh cinta. Atau paling tidak amati perilaku yang sedang mabuk asmara.

Maka "cinta itu buta" merupakan sebuah ekspresi yang sangat akurat dalam menggambarkan bagaimana kekuatan cinta mampu membutakan manusia. Bukan mata secara fisik, namun mata pikiran rasional dalam memperhitungkan faktor untung rugi dan resiko2 yang ditanggung pada saat mabuk cinta.

Banyak novel, cerita dan film dengan apik menggambarkan bagaimana cinta membutakan rasio manusia. Pernah baca atau menonton film Romeo & Juliet? Semua hal diterjang demi cinta, at any cost!

Duapuluh tahun yang lalu, seorang pemuda menyandang masalah yang sama. Terjangkit virus LiB, Love is Blind. Jatuh cinta pada seorang perempuan beda suku.

Dalam konteks Indonesia 20 tahun yang lalu (masih banyak jejaknya saat ini) pacaran dan menikah beda suku masih banyak menghadapi kendala.

Masing2 suku di Indonesia memiliki budaya adat istiadat yang dijunjung tinggi. Peristiwa pernikahan merupakan salah satu moment untuk menunjukkan bagaimana sepasang keluarga "mempertontonkan" pada keluarga besar dan khalayak ramai bagaimana mereka menghargai dan menempatkan budaya dan adat istiadat dalam kehidupan mereka.

Pacaran sang pemuda Jawa dan pemudi Batak jelas akan menghasilkan benturan2 dan gegar budaya.

Hal yang sederhana, saat pernikahan nanti pesta yang dilakukan menggunakan adat apa? Biaya pernikahan akan menjadi beban siapa? Dalam adat Jawa pihak wanita yang akan menanggung sebagian besar biaya pernikahan. Sedangkan dalam adat Batak maka biaya pernikahan harus banyak ditanggung oleh pihak laki2. Jelas tidak akan ketemu. Yang paling mudah pemuda Batak dan pemudi Jawa, kedua keluarga secara adat "merasa dan bertanggung jawab" untuk menanggung biaya.

Belum lagi paska merger (menikah). Budaya dan adat apa yang akan dipakai. Siapa yang harus mengalah, bagaimana mendidik anak, bagaimana menyikapi stimulus dua keluarga besar dan tetek bengek 1001 urusan yang timbul karena proses merger ini.

Agar proses merger berlangsung mulus dan going concern (till the death do us part) tentu saja harus dipersiapkan strategi, inisiatif dan eksekusi yang ciamik. Kalau tidak ya siap2 terbentur batu karang.

***
Sore ini saya dan tim sedang berdiskusi tentang studi yang kami lakukan tentang kemungkinan proses merger dua perusahaan dibawah holding company.

Studi dilakukan agar opsi2 yang ada, baik itu skenario tetap berdiri sendiri atau merger dapat dievaluasi dengan komprehensif sehingga dapat menjadi pertimbangan top management untuk GO atau NO GO dalam proses merger.

Organisasi atau lebih tepatnya perusahaan jelas merupakan bentuk abstract. Namun organisasi ternyata memiliki karakter dan perilaku yang mirip dengan manusia, termasuk dalam proses "pernikahan" antar perusahaan.

Proses AKULTURASI budaya menjadi penentu apakah merger menghasilkan manfaat yang baik atau malah menciptakan dan memperuncing konflik (Sarala, 2010).

Proses merger perusahaan adalah proses menggabungkan keseluruhan aspek perusahaan menjadi satu. From TWO become ONE. Yang menarik adalah bahwa yang sedikit (one) diharapkan menjadi lebih baik kinerjanya dibandingkan dengan yang lebih banyak (two).

Penggabungan yang paling mudah terlihat adalah penggabungan sumberdaya mereka. Aspek keuangan jadi satu, aspek SDM, material, metode, mesin dan peralatan semuanya menjadi satu.

Penggabungan sumberdaya yang sudah disebutkan diatas relatif mudah dilakukan. Yang paling tidak mudah adalah penggabungan BUDAYA ORGANISASI dua perusahaan yang berbeda.

Sangat mirip dengan perilaku manusia dalam perkawinan antar suku, maka merger dua perusahaan dengan budaya yang berbeda akan menemui banyak tantangan dan rintangan.

Mega merger HP dan Compaq yang terjadi hampir satu dekade lalu memperlihatkan bahwa "kawin paksa" yang dilakukan oleh 2 perusahaan kelas Godzila (dalam size) ternyata berujung sad ending. Pemrakarsa merger CEO HP Carly Fiona dipecat dan kinerja perusahaan hasil pernikahan alih2 membaik malah terjun bebas.

Apa yang menjadi masalahnya? perbedaan budaya organisasi tidak diperhitungkan oleh Carly Fiona bakal jadi batu sandungan proses merger yang dilakukannya.

Dalam proses merger, dua faktor utama menjadi penentu keberhasilan proses akulturasi adalah PRESERVATION dan ATTRACTIVENESS masing2 perusahaan (Sarala, 2010).

Semakin tinggi tingkat preservation (keinginan mempertahankan budaya lama) maka konflik akan meningkat dan proses akulturasi terhambat. Sebaliknya semakin attractive (menarik) budaya pihak lain maka proses akultarasi menjadi mudah.

Jadi apa yang harus dilakukan agar proses pernikahan dua perusahaan berlangsung efektif? mulai dengan memetakan budaya organisasi masing2 perusahaan. Analisa perbedaan yang ada dan buat bermacam inisiatif sebagai jembatannya.

Langkah berikutnya "melunakkan" sikap Preservation dan membangun persepsi attractive dari partner pernikahan, sehingga konflik bisa direduksi dan upaya dapat difokuskan dalam membangun SINERGI.

***
"Yayang, katanya kamu mau berupaya melakukan proses akulturasi adat batak?", mantan pemudi bertanya.

"Lho, kan aku melakukannya dengan sepenuh hati. Buktinya kalau ke Lapo aku semangat 45!", jawabku mantab.

"Bukan yang itu, suami harus 100% berusaha membahagiakan istrinya!", mantan pemudi meneruskan sok tahu.

"Itu mah tugas semua suami kalee", sahutku sambil menyengir.

"Makanya, kapan mobilku diganti yang baru?", mantan pemudi menembakkan senapan jitunya.

EU4U
BSDCITY290316

Buat yang mau dan sudah merger.