21 April 2008

The Meaning of Your Communication is The Response You Get

Be Flexible Please!
The Meaning of Your Communication is The Response You get.

“If you get slapped, try anything else.". NLP Saying

Jason Utomo
Nama lengkapnya adalah Jason Ariel Kusuma Utomo. Rambut ikal, ganteng dan punya senyum manis yang bisa menaklukkan banyak hati wanita. Saking kesengsemnya sama Jason, ada seorang ibu-ibu yang sampai berujar, “Jason, tunggu Jandaku ya!”.

Jason (Spellingnya Jesen), memang orang yang teguh hatinya. Tidak mudah dirinya dibujuk, dirayu dan juga diperintah oleh orang lain. Mirip dengan batukarang di pantai Krakal Yogyakarta. Namun, keteguhan hati Jason ini seringkali membuat banyak orang jadi pusing karena tidak bisa membelokkan apa yang sudah menjadi kemauannya termasuk juga Orang tuanya sendiri.

Salah satu lakon keteguhan hati yang sering dimainkan oleh Jason adalah naik kursi main saklar lampu! hidup – mati – hidup – mati, demikian berulang-ulang membuat semua orang pusing.

Segala macam cara sudah dicoba oleh orang tua Jason untuk mengubah perilaku itu, cara yang pertama tentu saja cara yang paling konvensional dan sering dilakukan oleh semua orang tua anak berumur Balita di dunia, yaitu dengan berkata, “Jason, berhenti main saklar lampu!” 1x, 2x.....20x dan hasilnya: TIDAK BERHASIL

Berhubung papa Jason adalah Master NLP maka dicobalah untuk mengubah kebiasaan/kesenangan Jason ini dengan teknik motivasi Toward* dari NLP. “Jason, sini nak, daripada kamu main skalar, lebih baik main puzzle sama Papa. Atau ayo kita lihat acara Baby di TV”, dst, dst, dst, dan hasilnya?
TIDAK BERHASIL

Huuuuuih, pernah ngalami hal seperti diatas ngak? Papa Jason pada akhirnya give up dan menggunakan teknik paling barbar yang bisa dilakukan (jangan ditiru saudara-saudara) pada saat Jason mulai main saklar, Papa Jason melakukan tindakan agresif yaitu: weeeeeeer, jewer telinga Jason, turunkan dari kursi. Hasilnya Jason tidak berani melakukan hal yang sama lagi. Luar biasa, ternyata cara paling kuno dan tradisional manjur! Eiiiiiiiit nanti dulu, ternyata besoknya Jason mengulangi hal yang sama tanpa takut untuk dijewer!

Minggu lalu, saat berlibur ke Bandung, Jason si Ganteng kreatif ini dengan semangat yang sama melakukan kesenangannya di rumah Bandung. Sang Master NLP sudah kehabisan kreativitas untuk mengubah perilaku Anak bungsunya ini saat dia mendengar istrinya berbicara ke Jason: “Jason, ayo terus kamu mainkan skalar, Mama senang nih jadi kayak lampu disko, terus jangan berhenti, terus, terus”. Apa yang terjadi? Jason langsung menghentikan main skalar dan beralih kemainan yang lain! Ternyata Istri Master NLP, akibat coaching luar dalam ternyata lebih kreatif dibandingkan sang Master NLP dalam menemukan alternatif cara mengubah perilaku anaknya he he he.

Gaji untuk Ngomong
Kalau boleh dihitung, saya kok yakin kalau gaji yang kita terima setiap bulan lebih dari 30% diperuntukkan oleh perusahaan untuk menggaji kita untuk ngomong! Edan tenan! Enak benar nih, digaji untuk ngomong! Kalau gaji perbulannya adalah 6 jt maka uang 2 jt adalah gaji untuk ngomong!.

Tentu saja perusahaan ngak mau ngasih uang sia-sia bukan? Pekerjaan ngomong tadi ditambahi embel-embel bahwa omongan kita, harus didengar dan dituruti oleh orang yang kita ajak berbicara. Ngak peduli itu anak buah, rekan kerja, kontraktor bahkan atasan. Ngomongnya gampang, tapi untuk didengar dan dituruti.......ini dia sulitnya.

Coba bayangkan! Anda sedang berbicara dengan anak buah tentang suatu pekerjaan. Anda jelaskan semuanya dengan sejelas-jelasnya dengan harapan Anak buah mengerti. Bahkan akhir pembicaraan Anda menanyakan kalau-kalau ada yang belum dimengerti, semua mengangguk tanda mengerti. Kemudian Anda minta kepada mereka untuk segera kerja saat Anda harus meeting ke ruangan atas selama 2 jam. Saat Anda kembali, ternyata apa yang dikerjakan oleh mereka sama sekali berbeda dengan yang Anda inginkan!!

Atau, saat Anda berbicara dengan pasangan Anda (istri, suami atau pacar), Anda mendapati bahwa response mereka jauh diluar dugaan, tidak seperti yang diharapkan! Yang lambat seraya Komputer XT sebenarnya mereka atau kita ya??

Response sebagai parameter
Seperti yang pernah ditulis di artikel Selayang Pandang sebelumnya, setiap orang memiliki peta/program yang berbeda dalam menanggapi peristiwa dari luar. Demikian juga mereka pada saat berkomunikasi dengan kita, mereka menggunakan peta yang berbeda dengan peta kita dalam menterjemahkan apa yang kita katakan. Sangat mungkin sekali kita bicara tentang A, namun yang tertangkap adalah B. Sebaliknya saat kita bicara tentang B yang tertangkap malah A.

Apa yang bisa kita lakukan? Menyalahkan mereka?
it’s their fault they didn’t get it. But then they didn’t get it, you didn’t get it, nobody got anything.
Salah mereka kalau ngak ngerti. Tapi kalau mereka ngak ngerti, kerjaan ngak beres. Kalau kerjaan ngak beres, kerjaan kita juga jadi ngak beres dan akhirnya semua terbengkalai!

Kalau kita tidak ingin berakhir seperti diatas, satu-satunya cara untuk mengukur apakah cara kita berkomunikasi (mohon jangan diterjemahkan komunikasi ini dalam arti sempit berbicara, tetapi juga termasuk negosiasi, mempengaruhi, mimpin meeting, memimpin dll) sudah efektif atau belum adalah melihat response lawan bicara.

Kalau response mereka seperti yang kita inginkan, artinya cara kita berkomunikasi sudah benar. Tapi kalau response mereka tidak seperti yang kita inginkan, tidak perlu kita menyalahkan mereka, namun coba cari cara lain> Kalau tetap ngak berhasil? Cari lagi cara yang lainnya sampai berhasil!. Kita menjadi orang yang bertanggung jawab pada diri kita sendiri dan tidak menyalahkan orang lain atas response yang tidak kita kehendaki.

Performance dan Persepsi
Minggu lalu, saat memberikan materi kepada NR Laboratory di Team Day workshop, ada pertanyaan yang menarik dari salah seorang peserta. Pertanyaanya seperti ini: “Pak Eko, kalau kita sudah berusaha memperbaiki kinerja kita dengan sekuat tenaga, tapi tetap saja dipandang tidak berprestasi, apa yang bisa kita lakukan?”.

Sebelum menjawab pertanyaan tadi saya bertanya kepada yang bersangkutan “Prestasi/perbaikan kinerja” tadi dari sudut pandang siapa? Atasannya atau dirinya sendiri? Kalau perbaikan kinerja tadi diukur dari diri sendiri, wait a minute! Alat ukur kita bukan diri kita sendiri tapi orang lain.

Dalam kasus ini alat ukurnya adalah atasan. Kalau response atasan tidak seperti yang kita harapkan apa yang harus kita lakukan? Menyalahkan atasan? he he he he...........hayoo siapa yang lebih berkuasa! Anda atau atasan Anda? Jelas jawaban satu-satunya adalah dengan merubah cara dia (penanya) dalam berkomunikasi! Bahkan kalau perlu tanya langsung ke atasan (minta feedback) apa yang harus dia lakukan agar sesuai dengan peta atasan tentang yang namanya prestasi!

SELAMAT MENCOBA!

Tips komunikasi efektif:
1. Kenali lawan bicara
2. Gunakan pendekatan yang disukai lawan bicara
3. Lihat response
4. Berhasil? Lanjutkan komunikasi dengan cara yang sama.
5. Tidak berhasil? Ubah pendekatan
6. kembali ke no. 3

Sayonara und Adios!

Eko Jatmiko Utomo
CCR Narogong
Minggu ke-3 April 2008

* Ada 2 jenis teknik memotivasi:
1. Toward : teknik motivasi dimana kita mendorong orang untuk mencapai goal (Toward) tertentu.
2. Away From: teknik memotivasi dimana kita menarik orang untuk menjauhi (Away) sesuatu yang tidak diinginkannya

07 April 2008

Siapa yang Benar?

Siapa yang Benar?
The Map is Not The Territory.

“Our perception of reality is not reality itself, but our own version of it, or our "map". Rex Steven Sikes

Miss Thailand
Minggu lalu saya mendapatkan email dari seorang teman, judul emailnya cukup menarik, “Miss Thailand”. Terlebih lagi kalimat pembuka dari email tersebut sangat menggoda, “Friends, mau lihat pose dan gaya Miss Thailand ngak?, ada foto swim suitnya lho”.

Dengan terpaksa saya tidak dapat menahan godaan untuk tidak membuka email tersebut. Ada beberapa gambar yang dilampirkan dari email tersebut. Satu persatu saya buka gambar dengan judul Miss Thailand tersebut. Tentu saja sebagai peserta kontes Miss Thailand, para peserta dalam gambar tersebut semuanya memiliki wajah yang enak dipandang, tubuh yang seksi dan tentu saja senyum yang menawan.

Kurang lebih 2 menit saya melihat gambar2 yang ada dan mata saya menangkap pesan terakhir dibagian bawah email, “Friends, sesudah puas melihat gambar tersebut saya perlu informasikan bahwa kontes diatas adalah kontes Miss Thailand Transvetit*!, saya jamin kalian akan melihat gambar2 diatas sekali lagi!”.

Ramalan teman saya terjadi, dengan penuh rasa penasaran saya melihat sekali lagi gambar2 wanita cantik tersebut untuk menemukan apakah ada tanda-tanda bahwa mereka adalah Tansvetit, pagi bernama Joko dan malamnya menjadi Joice he he he he……………

Peta Pikiran
Apa yang saya pelajar dari cerita diatas? Suatu pembuktian bahwa apa yang saya tangkap dengan pancaindra saya dan kemudian tertuang dalam bentuk persepsi di benak saya (Peta/Map) ternyata salah.

Cewek berwajah cantik, feminin dan berbodi seksi yang saya lihat dan saya persepsikan sebagai wanita “sejati” ternyata adalah pria tulen!.

Semua hal yang kita lihat, dengar, rasakan, cium, kecap oleh pancaindra diubah menjadi sebentuk peta didalam otak kita. Satu hal yang harus diperhatikan bahwa Peta yang kita buat sering tidak tepat dan cepat menjadi out of date(tidak relevan lagi).

Saya memiliki kebiasaan baru sejak menikah 7 tahun yang lalu. Pada status lajang, saya membeli baju baik celana, kemeja dan kaos dan dengan pertimbangan saya sendiri yang saya pikir baik. Kebiasaan ini berubah sejak menikah, apa yang saya anggap bagus (peta saya), sering dianggap jelek oleh istri saya (peta istri).

Perbedaan ini sering menimbulkan pertengkaran kecil diantara kami berdua. Pada suatu ketika saya mengalah untuk membeli kemeja pilihan istri, dan yang menakjubkan adalah banyak teman kantor yang memuji bahwa baju yang saya pakai bagus!, suatu pujian yang tidak pernah saya dengar sebelumnya!.

Sejak saat itu saya dengan sukarela menyerahkan keputusan membeli baju kepada istri tercinta. Peta tentang baju bagus milik Istri saya ternyata lebih cocok di muka umum dibandingkan peta saya sendiri he he he he.......

Memberikan Empati
Masih ingat Key Principle #2 yang kita pelajari saat mengikuti workshop LDP?
KP #2 berbunyi “Listen and Response with Emphty”. Empati dalam bahasa sederhana berarti “mencoba mengerti apa yang dirasakan oleh orang lain” atau mencoba memakai sepatu yang dipakai orang lain.

Konsep Empati akan mendapatkan pendalaman makna dengan tambahan konsep Peta Pikiran, pada saat kita menyadari bahwa tidak ada satu petapun yang sama dalam menangkap suatu peristiwa. Pada saat kita menyadari bahwa orang pasti berbeda dengan kita maka proses kita untuk bisa berempati kepada orang lain menjadi jauh lebih mudah!.

Coba Anda ambil Peta yang ada dirumah atau di mobil anda masing-masing. Perhatikan, seberapa akurat peta tersebut? 80%?, 90%?, yang jelas peta tersebut pasti tidak akan mencapai akurasi 100%. Demikian juga peta yang kita ciptakan dalam pikiran kita dalam menangkap suatu peristiwa diluar.

Pertengkaran Atasan dan Bawahan
Pada suatu pekerjaan Overhaule, seorang Superintenden Maintenance berdebat dengan anakbuahnya Team Leader Mntc**. Mereka berdebat tentang apakah satu suku cadang(part) perlu diganti atau cukup diperbaiki.

Sang Superintendent ngotot bahwa suku cadang tersebut tidak perlu diganti dengan yang baru, cukup diperbaikisaja. Alasannya adalah bahwa suku cadang tersebut masih cukup bagus dan proses perbaikannya jauh lebih murah dibandingkan dengan penggantian baru.

Team Leader punya alasan yang kuat mengapa dia ngotot suku cadang tersebut harus diganti. Menurut pengalaman dia, dari kondisi fisik yang dia lihat, apabila suku cadang tersebut tidak diganti akan menimbulkan potensi breakdown maintenance di masa depan.

Mana diantara mereka berdua yang benar? Apakah Superintenden ataukah Team Leader? Mereka berdua memiliki Peta yang berbeda dari suatu kondisi (suku cadang) yang sama!.

Pemahaman tentang Peta yang Berbeda akan membantu kedua tokoh diatas untuk tidak terlibat dalam pertengkaran. Kedua belah pihak sadar bahwa masing2 mempunyai Peta yang berbeda terhadap suku cadang tersebut. Sehingga yang terjadi bukan berdebat untuk memaksakan Petanya diterima oleh pihak lain, namun mendengarkan Peta orang lain dan mengevaluasi Peta siapa yang lebih akurat pada saat itu untuk dipakai untuk membuat keputusan.

Summary
Apa yang dapat kita pelajari dari prinsip yang hebat ini:
1. Semua orang memiliki Peta yang berbeda.
2. Menerima perbedaan adalah langkah awal untuk mendapatkan kesepakatan
3. Hormati Peta Orang Lain
4. Share Peta Anda dan bukan memaksakannya untuk diterima orang lain.

Anda setuju dengan tulisan diatas? Atau tidak setuju? Atau bingung? Saya mengakui dan menghormati Peta Anda untuk berbeda dengan Peta saya dalam memaknai artikel selayang pandang ini.

Jadi siapa yang benar dalam pertengkaran antara Superintenden dan Team Leader diatas? Jawabannya saya serahkan kepada para pembaca.

Sayonara und Adios!

Eko Jatmiko Utomo
CCR Narogong
Minggu ke-2 April 2008

* Transvetit: istilah lain untuk Waria yang sering dipergunakan di Thailand.
** Kasus ini merupakan kasus fiktif/karangan