13 Februari 2016

Kereta Cepat, Apakah KEPUTUSAN STRATEJIK yang Tepat? #Hal42


Catatan Harian Eko Utomo

Kereta Cepat, Apakah KEPUTUSAN STRATEJIK yang Tepat? #Hal42

Presiden Jokowi telah melakukan groundbreaking senilai 3000 T dalam 1.5 tahun berkuasa (Tabloid Kontan, Edisi Pebruari 2016).

Dibandingkan dengan rezim SBY dan rezim2 sebelumnya, maka rezim Jokowi dalam memutuskan KEBIJAKAN STRATEJIK jauh LEBIH CEPAT. Kalau melihat naga2nya maka masih akan banyak lagi proyek pembangunan dengan jumlah yang banyak dan nilai raksasa.

Proyek Kilang Pertamina, proyek 35 k MW PLN merupakan salah dua dari beberapa proyek kelas dinasaurus senilai ratusan Triliyun yang digeber oleh rezim Jokowi. Karena kedua proyek ini sesuai dengan ekspektasi dan harapan masyarakat, keduanya cenderung kurang "heboh" di media.

Lain halnya dengan proyek Kereta Cepat (KC) yang baru beberapa minggu lalu diresmikan. Suara pro dan kontra masih banyak terdengar di semua media: TV, Radio, Cetak dan yang paling seru Media Sosial.

Saya tak hendak mengulang pembahasan KC dari perpektif Pro vs Kontra. Saya ingin membahas Kebijalan Stratejik KC ini dari sudut pandang proses pengambilan keputusan stratejik untuk mendapatkan HASIL KEPUTUSAN stratejik yang berkualitas.

Mantra Baru di Abad Baru: FAST or DIE

Di abad baru dan lingkup persaingan dunia yang makin datar ini (Friedman, 2005), maka perusahaan dalam mengambil keputusan stratejik (kebijakan stratejik untuk pemerintah) harus melakukkannya dengan cepat (Eisenhardt, 1988).

Pengambilan keputusan stratejik yang cepat memampukan perusahaan (negara) untuk melakukan eksekusi dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan konsumen LEBIH CEPAT dibandingkan kompetitor.

Kelambanan proses pengambilan keputusan stratejik hanya akan menyebabkan kompetitor masuk dan merebut hati konsumen terlebih dahulu. Merebut pacar orang jelas lebih sulit dibandingkan menembak cewek jomblo.

Contoh nyata untuk kasus ini dapat kita temukan di media beberapa minggu ini. Raksasa samurai Jepang yang lamban dan tambun sepert Sony, Toshiba dan Sharp jauh tinggalkan oleh pendekar2 Korea yang lincah dan mampu lari cepat seperti Samsung dan LG. Mereka limbung, kalau tidak berubah sangat mungkin jatuh dan mati.

Masalahnya sederhana, budaya kerja Jepang yang mementingkan harmonisasi dan senioritas menghambat Inovasi dan proses pengambilan keputusan. "Fast or Die", mantra baru di abad baru.

Dari aspek ini maka kebijakan stratejik Jokowi mendapatkan nilai A, jika saya menggunakan sistem penilaian bagi mahasiswa

STAKEHOLDER INVOLVEMENT

Keputusan stratejik yang berkualitas selain cepat juga memiliki alat ukur yang lain: STAKEHOLDER ACCEPTANCE dan STAKEHOLDER COMMITMENT (Amason, 1996)

Stakeholder Acceptance adalah sikap penerimaan mereka2 yang berkepentingan (stakeholder) terhadap keputusan stratejik yang dihasilkan. Dalam hal ini keputusan untuk membangun Kereta Cepat jurusan Jakarta Bandung.

Mencermati dinamika di media, terlihat bahwa masyarakat terbelah menjadi dua. Sebagian menerima dan sebagian menolak. Mereka yang menerima melihat proyek ini jadi lambang mercusuar pembangunan Indonesia baru dan diharapkan menjadi lokomotif investasi dan pembangunan berikutnya

Mereka yang menolak, sebagian karena menyayangkan dana raksasa yang dipakai (US $ 5 M) untuk membangun KC Jakarta-Bandung kenapa tidak dipakai untuk membangun infrastruktur di luar Jawa. Terlepas bahwa alasannya kurang relevan karena KC menggunakan pendekatan B2B yang tidak memakai APBN namun isu ini menjadi paling dominan.

Stakeholder Commitment juga tidak bulat. Departemen Perhubungan dibawah Jonan terlihat ogah2an dalam mendorong proses perijinan. Termasuk juga Angkatan Udara dimana sebagian lahannya di Halim akan dipakai sebagai Stasiun pemberhentian KC di Jakarta.

Untuk Stakeholder Commitment dan Acceptance, saya memberikan nilai C+ terhadap proyek KC.

THE EXECUTION?

Alat ukur terakhir terhadap kualitas pengambilan keputusan stratejik adalah KEMUDAHAN EKSEKUSI (Parayitam & Dooley, 2000).

Mengukurnya mudah, semakin mulus proyek dieksekusi semakin tinggi kualitas keputusan yang dihasilkan. Demikian sebaliknya.

Untuk alat ukur Kemudahan Eksekusi saya belum bisa memberikan penilaian. Proyek KC direncanakan diselesaikan pada tahun 2019. Kalau selesai tepat waktu atau lebih cepat maka keputusan ini merupakan keputusan yang baik karena "mudah" dalam implementasinya sesuai dengan rencana.

Dari penjelasan diatas, peneliaan yang menyeluruh terhadap pengambilan keputusan stratejik Kereta Cepat belum dapat dilakukan. Untuk aspek yang sudah dapat dinilai saya berikan nilai rata2 B. Bagi sebagian besar mahasiswa nilai B merupakan nilai yang cukup memadai.

EU4U
BSD130216

"Diffusing Negative Emotions". #Hal41


Catatan Harian Eko Utomo

"Diffusing Negative Emotions". #Hal41

Kehidupan manusia digerakkan oleh "state". Gabungan antara "Feeling & Thinking" pada suatu waktu tertentu pada obyek yang spesifik.

Saat saya sampai di rumah dan bertemu Jason, state saya adalah state pingin meluk badanya yang montok dan menghirup (mencium pipinya dalam2) yang semanis madu. State ini bahkan lebih kuat dibandingkan keinginan untuk mencium Thesa atau mamanya (ehem).

State yang berbeda mucul saat saya lagi nyetir di jalan dan bertemu Polantas yang berdiri di pinggir jalan. State saya gabungan antara pikiran "pasti nih polantas lagi cari uang sarapan" sama perasaan sebel karena "bukannya ngelancarin jalan malah cari2 kesempatan".

Dalam teori pengambilan keputusan, proses utama dipengaruhi oleh dua hal: RASIONAL dan EMOSI. Semakin rasional proses dilakukan dan semakin rendah faktor emosi terlibat, maka keputusan yang dihasilkan makin berkualitas. Demikian sebaliknya.

Oleh karena itu benar adanya nasehat orang2 tua yang bilang "jangan membuat keputusan penting pada saat sedang emosi". Hasil keputusan yang dibuat akan banyak memunculkan penyesalan.

Puluhan tahun lalu, saat saya LDR (Long Distance Relationship) Bandung - Tembagapura, kalau sedang marahan saya langsung tutup telepon. Ngak peduli yang disebrang sambungan makin marah.

Saat marah, selain membakar uang di udara (SLJJ berjam2), juga keputusan pokok diskusi yang dihasilkan tidak sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya harus dibahas ulang kembali. Dan Telkom mendapat lebih banyak pendapatan karena emosi kami.

Emosi positif dan emosi negatif sama2 "mendistorsi" pengambilan keputusan yang dilakukan. Emosi negatif memberikan pengaruh yang relatif lebih buruk dibandingkan dengan emosi positif.

Emosi negatif utama seperti: MARAH, TAKUT, SEDIH, MERASA BERSALAH, akan menggelapkan pikiran rasional kita sehingga keputusan yang dihasilkan jadi jelek.

Coba anda perhatikan orang2 yang sedemikian dalam terlibat pada sebuah peristiwa yang sangat emosional dimasa lalu. Peristiwa itu membuat "current state" bergelimang emosi negatif. Ekspresi dan keputusan yang diproduksi turun level sangat dalam.

Peristiwa Pilpres 2 tahun yang lalu, membekas sedemikian dalam. Emosi Marah, Sedih, Kecewa dan Jengkel berkelindan jadi satu. Sehingga muncul aliran kepercayaan baru: SALAWI, semua salah Jokowi.

Sedemikian ekstrimnya emosi negatif ini mempengaruhi, mampu mematikan pikiran rasional. Data dan informasi palsu diproduksi hanya untuk dapat menjatuhkan pihak lawan.

Sehat? Jelas tidak sehat.
Bermanfaat? Sangat tidak bermanfaat karena KEPUTUSAN yang dihasilkan buruk adanya. Pikiran rasional ditundukkan oleh emosi negatif dalam state.

Hanya ada satu cara untuk menyehatkan kembali state kita yang sedang tidak sehat. Caranya adalah membuang (diffuse) emosi negatif sehingga pikiran rasional kembali berkembang.

Caranya?
Tarik nafas dalam2, masuk dalam peristiwa (bayangkan) yang penuh emosi dimasa lalu dan cari PEMBELAJARAN dari peristiwa itu. Cari pembelajaran (Take Learning) sampai dapat.

Yang ajaib adalah, pada detik kita mendapatkan pembelajaran sebuah peristiwa, di detik yang sama emosi negatif akan luruh.

Kita bebas dan merdeka dari jajahan emosi. Harta karun yang tertinggal adalah pembelajaran. Yang pasti akan berguna saat ini dan masa depan. Dalam mengambil keputusan.

***
"Dad, kamu lagi emosi positif ya?", pertanyaan jebakan muncul dari mama Thesa.
"Kok tahu?", tanyaku gantian menggoda.
"Lha itu, mukamu bercahaya dan bersinar terang", jelasnya mempraktekkan ajaran Sensory Acuity NLP.
"Trus", tanyaku penasaran.
"Beliin aku sepatu Nike baru ya, kan dah lama gak beliin", rajuk mama Thesa.

Mengajari dan meng-coach ilmu NLP kepada istri di rumah bagaikan main boomerang. Sering berbalik arah ke kita yang melemparnya.

EU4U
KRLTASerpong090116

"A Journey to Ph.D". #Hal40


Catatan Harian Eko Utomo

"A Journey to Ph.D". #Hal40

Pernah jadi gendut? Jangan! Selain gampang ngos2an kalau lagi main tenis, diintip oleh berbagai macam penyakit, ada sebuah kesukaran lain yang bikin sakit kepala.

Menjadi gendut membuat saya susah payah saat mencari celana. Apalagi kalau ukuran sudah mendekati batas maksimal yang tersedia.

Ban pinggang celana mungkin pas, namun ukuran panjang selangka membuat tidak enak dipandang mata.
Sering juga ukuran pipa celana tidak proporsional. Semua bermuara karena lingkar perut yang membesar tanpa bertambah tinggi badan.

Butuh eksplorasi yang luar biasa untuk dapat menemukan merk celana yang cocok dan mengerti uniknya bodi saya. Saat sudah menemukan yang pas, merk2 yang lain menjadi tidak relevan lagi.

***
5 tahun lalu, saat mencari universitas mana yang akan dilamar untuk menempuh perjalanan menjadi Doktor tidak kalah memusingkannya seperti mencari celana yang pas buat perut gendut.

Bahkan untuk beberapa kriteria hampir sesulit mencari pendamping wisuda. Semuanya berbicara satu hal: KECOCOKAN.

Sebelumnya kriteria hanya satu: "the great school with best major in the nation". Naif dan berbau kecongkakan anak kecil yang membanggakan bapak siapa yang paling hebat.

Sesuai jalannya waktu, saya sharing beberapa pertanyaan reflektif yang akan membantu "menemukan celana yang paling pas buat anda".

Sudah membaca #Hal35 ? make your objectives LOUD and CLEAR. Jangan sampai tujuan anda tidak jelas. Anda mau ke Bali, kendaraan yang dipakai Angkot, jelas anda butuh waktu berminggu2 untuk sampai. Apalagi kalau anda memilih naik sepeda.

Lain cerita kalau anda mau pergi ke Indomart disebelah rumah. Daripada mengeluarkan Mercy dari garasi, melangkahkan kaki justru lebih nyaman dan efisien.

Seberapa besar dan banyak sumberdaya yang anda miliki? waktu, learning capability, uang, tenaga yang tersedia menjadi faktor utama.

Mungkin anda bisa lolos seleksi ke universitas ternama. Namun anda tidak cukup memiliki waktu dan tenaga, sebuah pilihan yang sia-sia.

Disertasi yang baik adalah disertasi yang LULUS. Disertasi yang akan mengantarkan anda untuk diwisuda dengan tambahan title Dr. atau Ph.D di depan dan belakang nama anda.

Jadi, memilih Univ mana untuk kendaraan anda mendapatkan gelar S3 bukan karena prestise, dan kebanggaan semu. Namun yang akan melayani dan membawa anda mencapai tujuan, dengan 101 sumberdaya dan konstrain yang ada.

Selamat mengeksplorasi perjalanan doktoral anda.

EU4U
BSD090116

"What Makes We Move". #Hal39


Catatan Harian Eko Utomo

"What Makes We Move". #Hal39

Ini buntut dari masa revolusi gaya baru. Orang banyak menyebutnya sebagai masa reformasi. Dimulai tahun 1997, saat nilai rupiah dibanting murah dan jadi pemicu hancurnya ekonomi Indonesia dan menumbangkan rezim Orde Baru.

Chaos ada dimana2. Rakyat yang selama ini tertekan, tertindas, tidak berani bersuara, menjadi berani, sangat berani. Bahkan banyak diantara mereka melakukan tindakan2 kriminal. Perusakan, pembakaran, penjarahan, pemerkosaan dan bahkan pembunuhan.

Setahun berikutnya saya berada di tengah hutan Jati milik Perhutani kab. Blora. Hawa reformasi masih membumbung tinggi. Saat itu saya mencoba jadi wiraswasta, keluar dari posisi Asisten Manager di pabrik sepatu Nike. Pingin (lebih cepat) kaya dan haus pengalaman baru, menjadi pengusaha.

"Pak, mereka siapa?", tanyaku kepada pendampingku yang asli masyarakat lokal sekitar hutan, saat melihat lebih dari 50 orang sibuk dan hilir mudik menebang dan mengangkat pohon jati.

"Diam aja pak, kita pura2 tidak melihat mereka!", desis pendamping campur aduk antara takut dan cemas. Walau bertanya2 aku ikutin apa katanya. Duduk diam di truk engkel dan pura2 tidak melihat kegaduhan di pinggir jalan hutan jati.

Sesampai di lokasi akar kayu jati yang kami cari, pendamping bercerita. Bahwa puluhan orang yang kami lewatin tadi adalah para penjarah kayu jati. Orde Reformasi melepaskan katup ketakutan mereka terhadap aparat khususnya polisi kehutanan. Mereka menjarah hutan jati Perhutani. Menimbulkan kerugian dan kerusakan besar bagi negara.

"Mereka beringas dan nekat mas Eko", bisik pendamping pelan.
"Maksudnya pak", tanyaku menandaskan. Aku mencoba memvalidasi informasi yang selama ini aku lihat di TV dan aku baca di koran.
"Kalau dilarang mereka melawan dan bahkan berani membunuh polisi hutan", lanjutnya. Aku mengangkat alis bergidik. Berita di koran hadir di depan mata.
"Mereka juga ngak segan menggebuki orang awam seperti kita yg dianggap menganggu operasi penjarahan mereka", lanjutnya. Bulu kudukku berdiri tiba2.

Mengejar cita2 untuk lebih kaya dan menjadi pengusaha ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

***
Hukum mekanika klasik Newton menyatakan benda cenderung untuk diam (lembam) apabila tidak ada cukup gaya untuk menggerakkannya.

Hukum Fisika klasik ini juga berlaku untuk manusia. Saat manusia sampai pada titik NYAMAN. Maka terjadi kecenderungan untuk diam. Butuh upaya ekstra untuk berpindah dari zona kenyamanan (Comfort Zone) menuju titik baru yang butuh tenaga dan mengandung resiko. Titik baru yang belum tentu lebih nyaman.

Dorongan untuk bergerak dari zona nyaman ini dinamakan MOTIVASI. Ada dua jenis motivasi dalam diri manusia. AWAY FROM motivation dan TOWARD motivation. Masing pribadi punya kecenderungan pada satu kutub motivasi.

Kalau saya meninggalkan posisi Asisten Manager karena merasa gaji TIDAK CUKUP atau TIDAK SUKA dengan pekerjaan, maka motivasi saya berjenis Away From. Jika saya membuat usaha kerajinan akar kayu jati karena PINGIN KAYA dan MAU JADI pengusaha maka jenis motivasi saya adalah toward.

Away From meninggalkan kondisi saat ini. Toward menuju sesuatu yang dituju dan ditargetkan. Kalau kita mau bergerak keluar dari zona nyaman saat ini, buatlah anda benci dengan kondisi sekarang (away from) atau buat target baru yang akan anda tuju yang akan memberikan kenyamanan yang lebih tinggi (toward).

Mana yang lebih baik? kontekstual terhadap masing2 pribadi. Dari pengalaman berdiskusi dan bergaul dengan mereka yang sukses hampir semua adalah TOWARD people.

Penjelasan sederhananya: saat meninggalkan kondisi semula (away from) dan bertemu posisi baru sedikit berbeda dari semula (misal gaji baru 5 jt dari gaji sebelumnya 4 jt) maka yang bersangkutan akan segera BERHENTI dan menikmati zona nyaman baru. Sampai kemudian gaji 5 juta dirasa tidak cukup.

Berbeda dengan Toward people, mereka baru berhenti saat target terpenuhi. Gaji sebelumnya 4 jt dan target 20 jt. Baru berhenti saat mencapai gaji yg diinginkan, sampai kemudian membuat target pencapaian baru lagi.

Mau pergi dari zona nyaman? ciptakan motivasi. Dan jadilah toward yang tidak berhenti sebelum sampai tujuan.

***
Tahun 1999, saya kembali berada di hutan. Bukan hutan kayu jati di Blora namun ditengah2 hutan belantara Kalimantan. Status kembali menjadi orang gajian, karyawan Pamapersada di Jobsite Bontang.

Daya dorong motivasi tidak cukup kencang untuk melanjutkan mimpi jadi kaya sebagai pengusaha akar kayu jati. There will be another battle front untuk saya di masa depan.

Bagaimana dengan anda?

EU4U
BSD090116

Kenyamanan yang Memabukkan (Comfort Zone Hazard) #Hal38


Catatan Harian Eko Utomo

Kenyamanan yang Memabukkan (Comfort Zone Hazard) #Hal38

Ada 10 shower berjajar dan berhadapan. Setiap shower ditutupi sejenis tirai plastik yang mudah dibuka dan ditutup. Masing2 berukuran 1 m2 dilengkapi dengan keran air panas dan air dingin.

Lokasi mandi ini terdapat di setiap lantai Barrack X milik PT. Freeport. Masing2 lantai memiliki 2 lokasi mandi yang identik. Barrack X berlokasi di kota Tembagapura di lereng Pegunungan Jaya Wijaya.

Pagi pukul 4 dini hari. Suhu udara di kota ketinggian 2000 m dpl (dari permukaan laut) dingin menggigit tulang. Suhu sekitar 10 derajad Celcius. Hembusan angin subuh menambah dingin mencekam ke ulu hati.

Pagi itu aku segera keluar dari kehangatan heater di kamar dan masuk ke dinginnya udara di lorong barak menuju ke kamar mandi. Pyuuur, sentuhan air hangat shower mengusir dingin membelai kulit.

Masih ada waktu sebelum pergi ke kantin jam 4.30, aku mengulur waktu lebih lama menikmati hangatnya air mengalir dari shower. Tangan membuka kran air panas, untuk kesekian kali. Udara dingin diluar membuat rasa air hangat cepat terasa dingin. Untuk mempertahankannya harus membuka kran air panas lebih lebar lagi.

Tak terbilang kali kran air panas ditambah dosisnya. Sentuhan air hangat di dalam dinginnya udara sungguh melenakan. Seperti jamahan pacar yang lama tak sua.

Belasan menit kemudian, saat kesadaran datang dari lamunan, aku lihat uap panas memenuhi shower, tiada beda dengan sauna. Kulitku merah tanda kepanasan, namun keriput karena terlalu lama kena air.

Aku langsung lompat keluar dari shower. Menghindari nasib jadi manusia rebus. Shower air panas sudah maksimal, shower air dingin tidak terasa. Suhu air campuran 80 Celcius. Suhu yang cukup untuk mendidihkan air di ketinggian.

Nyaman ini melenakan. Nyaman ini hampir membunuhku pelan2.

***
Manusia merupakan salah satu penghuni planet bumi yang adaptif. Ada manusia yang hidup di panasnya gurun Sahara. Namun ada juga manusia yang bermukim di bekunya udara kutub bumi.

Banyak manusia yang bermukim dan membangun koloni di sekitar garis tropis dua musim, diguyur hujan dan panas terik setiap malam. Namun banyak juga yang sangat nyaman hidup di alam 4 musim yang datang silih berganti. Hujan salju menjadi sebuah kebiasaan.

Kemampuan adaptasi manusia kemudian menciptakan zona2 nyaman yang dibentuk oleh alam dan kebiasaan. "Jakarta panas dan macet, semrawut ngak kayak Dublin!", kata anak teman yg lahir di Irlandia. "Eropa dingin dan kurang manusiawi, tidak ada gudeg dan pecel yg lezat", kata mamanya yg lahir besar di Indonesia.

Apakah salah kalau kemudian manusia mengejar zona nyaman? Tidak salah, karena "merasa nyaman" merupakan salah satu bentuk emosi positif. Sebuah "emotional state" yang sering jadi tujuan.

Yang menjadi masalah adalah zona nyaman yang sifatnya sementara, cepat berlalu dan melenakan kita untuk mencapai zona nyaman baru yang lebih tinggi dan lebih berjangka panjang. Titik nyaman yg jadi impian. "A decoy temptation", perangkap untuk mencapai tujuan.

Sesosok pribadi yang memiliki potensi tinggi berhenti di sebuah titik nyaman pemberhentian karena cukup nyaman dan tidak cukup berani untuk mengambil resiko saat menuju titik nyaman yang lebih tinggi. Yang terjadi matinya sebuah potensi diri.

Saya sering ketemu manager2 yang mentok pada posisi sekarang karena mereka merasa cukup nyaman daripada mengejar karir lebih tinggi namun beresiko. Sama kejadiannya dengan profesional gajian yg melewatkan kesempatan membangun usaha karena nyaman menadahkan tangan dibawah.

Rasa aman memang melenakan. Sama seperti air hangat di pagi yang dingin. Namun air hangat juga yg bisa melepuhkan kulit dan menghalangi aku untuk segera pergi ke kantin dan bekerja.

Menikmati kenyamanan saat ini atau berjalan menuju kenyamanan baru yang lebih tinggi yang beresiko?. Semua adalah pilihan. Tentu dengan konsekuensi masing2.

Apakah kita siap menerima konsekuensi pilihan?

EU4U
BSD90216

Key of Any Sucess: MOMENTUM #Hal37

Catatan Harian Eko Utomo

Key of Any Sucess: MOMENTUM #Hal37

100 orang campuran tua muda, laki perempuan, bass sopran duduk serius memperhatikan pelatih yang berdiri dimuka.

Ini adalah latihan gabungan pertama, 6 Paduan Suara (PS) yang menjadi bagian dari Konser Paskah ambil bagian berlatih "The Great Halleluya" yang akan menjadi lagu penutup pada saat konser.

Dalam waktu 2 jam, lagu sumbang, nada meleset dan suara terseret mulai padu. MOMENTUM mulai terbentuk dan bergulir. Momentum latihan gabungan, merupakan kelanjutan Momentum yang tercipta dan membesar pada persiapan konser Paskah.

Proses kelahiran Konser Paskah juga sebuah momentum tersendiri. Ketidaksetujuan beberapa pihak, pengembangan konsep konser dan drama, penentuan tanggal konser, PS yang terlibat, penjadwalan latihan merupakan serangkaian momentum yang terjadi.

Momentum positif yang terjadi harus digali dan dijaga supaya terus bergulir makin besar dan cepat agar optimal pada hari H nanti.

Hukum mekanika klasik Newton F=m.a menyatakan bahwa besar gaya (F) dihasilkan oleh massa (m) dan akselerasi (a).

Hukum klasik Newton menyatakan bahwa semua yang diam (lembam) cenderung untuk diam. Sedangkan semua yang bergerak cenderung untuk (tetap) bergerak.

Mendorong mobil mogok dari kondisi berhenti terasa jauh lebih berat dibandingkan dengan mendorong mobil yang sudah dalam kondisi berjalan.

Ada akselerasi namun ada deselerasi. Ada percepatan tentu juga ada perlambatan. Kalau akselerasi sifatnya positif maka deselerasi sifatnya negatif.

Efek dari momentum negatif ini luar biasa berat. Butuh energi super ekstra untuk menahan dan membalikkan perlambatan.

Sesudah selesai mengambil kuliah dalam kelas selama 1 tahun dengan nilai hampir semua A, saya mengerem aktivitas dan tidak segera lanjut untuk mengerjakan proposal disertasi.

Momentum yang sudah tercipta hilang. Percepatan berubah menjadi perlambatan. Padahal massa (m) yang terefleksikan dalam pengerjaan proposal disertasi super berat, lebih berat dibandingkan menyelesaikan kuliah di kelas. Saya harus mampu meyakinkan 3 Profesor dan 5 Doktor agar proposal lolos sesuai batas standard mereka.

Saya tidak cukup punya energi untuk membangun momentum baru. Kesibukan kerja dengan sedikit waktu tersisa jauh dari cukup untuk membangun momentum baru menyusun proposal disertasi.

Pembalikan momentum itu berujud sebuah bom Neutron, selembar surat cinta datang dari UI bahwa waktu saya selesai dalam mengerjakan proposal semester itu. Jika tidak kelar maka saya harus good bye dari UI. Status Drop out menanti.

Kondisi ini memaksa saya mau tidak mau harus menciptakan momentum baru. "Trade off" atau pengorbanannya luar biasa. BERHENTI KERJA selama 7 bulan hanya khusus untuk bisa lolos ujian Proposal 1 dan 2!.

Sekolah, kerja, karir, kegiatan sosial semua dipengaruhi oleh hukum alam ini. Kesuksesan anda tergantung bagaimana MENCIPTAKAN dan MENJAGA momentum terus bergulir sampai garis finish.

Tidak perlu Tsunami untuk merobohkan rumah, namun retakan kecil yang terus menerus akibat aktivitas rayap akan mampu melakukannya. It's all about momentum.

***

"Dad, kok akhir2 ini aku perhatikan kamu ngak pernah baca jurnal lagi? kerjanya main fb mulu!", mama Thesa menyapa, tepatnya menyindir kali ya.

"Santai dikit lah ma, mosok manteng terus baca jurnal. Lama2 jadi kutu jurnal betulan gua ma", seperti biasa jurus ngeles gaya Sempora aku keluarkan.

"Katanya semua tergantung momentum? lha kuliah dah molor dari waktu seharusnya gitu masa masih mau pakai bumbu santai2. Jaga momentum dong!", lanjut mama Thesa bak peluru Sniper menemukan momentum sempurna.

Jadi, kalau di rumah ada penjaga momentum kuliah seperti ini aku harus nangis atau terimakasih???

EU4U
BSD070116


"LEADER and KOPPIG". #Hal36


Catatan Harian Eko Utomo

"LEADER and KOPPIG". #Hal36

"Dasar KOPPIG!".
Ungkapan itu merupakan ekspresi verbal kekesalan yang populer jaman opa oma dan yangkung yangti hasil didikan Belanda yang kembali populer belakangan ini.

Koppig kembali populer gara2 boss DPR "ngrasani" big bos Presiden karena keras kepala dan sukar diatur. Yang kemudian didengar seluruh warga dalam skandal #papamintasaham.

"Wooo dasar bocah TAMBENG!", gerutu almarhum bapak 35 tahun lalu saat memgetahui anak lakinya nekat melanggar larangan mandi di sungai saat banjir.

Upah saya untuk tambeng melanggar larangan adalah diikat pakai selendang di tiang ruang keluarga. Ditonton puluhan mata yang numpang nonton TV di rumah saya.

Coba perhatikan tombol yang ada di smartphone anda, ada berapa jumlahnya? hanya SATU tombol. Sebuah kesaksian seberapa KOPPIGnya laki2 botak berbaju lusuh terhadap semua kritik, masukan dan tentangan.

Laki2 kurus koppig ini tanpa peduli menutup telinga dan memaksa tim produksinya untuk membuat smartphone hanya cukup satu tombol. Againts All Odds kejayaan HP bertombol qwerty yang berjumlah puluhan. Laki2 Koppig itu bernama Steve Jobs dan produk koppignya adalah Iphone. Produk yang merevolusi dunia.

Koppig seringkali dipandang sebagai sifat yang negatif. Sifat keras kepala yang tidak mau mendengarkan masukan dan pendapat orang lain.

"Gaya anda memimpin memunculkan banyak musuh pak Ahok?", Andy Noya bertanya di layar kaca.
"Saya tidak peduli, untuk bisa dipilih kembali saya hanya butuh 50% +1", jawab Ahok luar biasa Koppig.

Addie MS menyatakan bahwa Presiden Jokowi tetap akan melanjutkan proyek High Speed Train Jakarta Bandung. Tidak peduli hujan kritik dan cercaan tentang proyek ini. Jokowi KOPPIG.

Puluhan tahun lalu, para pakar leadership aliran "traits" menyatakan bahwa trait atau sifat yang membedakan seorang pemimpin dan pengikut adalah "locus of control". Pemimpin cenderung memiliki LoC INTERNAL. Sedangkan pengikut cenderung EKSTERNAL.

Pemilik LoC internal akan KOPPIG dan tegas dalam mengambil keputusan. Hasrat muncul dari dalam. Pemilik LoC eksternal butuh persetujuan dari luar dalam mengambil keputusan.

Pemimpi besar butuh LoC besar. Karena sering kehebatan tersembunyi dari mata orang banyak. Butuh manusia koppig untuk memutuskannya melawan semua arus.

Jadi kalau anda dibilang koppig, jangan surut dulu. Siapa tahu anda adalah "Satrio Piningit", calon pemimpin besar masa depan.

EU4U
BSD050116

JANGAN KULIAH DOKTOR #Hal35

Catatan Harian Eko Utomo

JANGAN KULIAH DOKTOR #Hal35

"Kuliah doktor dimana?", tanya seorang kawan.
"UI bro", jawabku singkat.
"Wah keren! ambil jurusan apa?", kejarnya lebih lanjut.
"Strategic Management", kataku padat.
"Wah hebat dong, keren banget tuh. Gue juga mau tuh", ujarnya penuh semangat.
"JANGAN", aku menyelak keras.

Pendidikan doktoral merupakan pendidikan formal paripurna. Tidak ada pendidikan yang namanya Strata Empat (S4), mentok pada Strata Tiga (S3).

Semua yang serba paling tinggi, dipersepsikan orang sebagai yang paling wah, paling keren dan layak untuk dikejar dengan cara apapun.

Sejak saya kuliah S3 hampir 4 tahun yang lalu, banyak sanak saudara dan handai taulan menyatakan ketertarikan untuk melakukan hal yang sama, kuliah doktoral, S3. Jawaban saya sederhana: JANGAN KULIAH DOKTOR!

Sebagai seorang Coach dan People Developer, saya sebenarnya paling semangat mendorong orang untuk maju, terlebih untuk mengambil pendidikan yang lebih tinggi. Sudah cukup banyak lulusan SMA yang saya dorong untuk mengambil S1. Cukup banyak pula lulusan S1 yang saya dorong untuk mengambil S2. Namun saya memiliki banyak alasan untuk bilang JANGAN kuliah doktor.

Jangan #1
Kuliah S3 untuk mendapatkan GENGSI. Anda (maaf) cacat logika. Gengsi itu adalah mereka yang turun dari mobil Mercy keluaran terbaru. Gengsi itu tinggal di Apartemen Sudut di bilangan Kuningan. Gengsi itu jadi CEO perusahaan besar dengan gaji yang cukup beli mobil baru tiap bulan. Menjadi doktor tidak akan memberikan gengsi.

Jangan #2
Kuliah S3 untuk menjadi PINTAR. Ini kesalahan yang sama dengan yang saya alami. Kenyataannya sesudah menjalani hampir 4 tahun dan membaca lebih dari 1000 jurnal ilmiah saya kok merasa semakin BODOH! Semakin banyak yang tidak saya ketahui. Sangat beda saat saya lulus S2, merasa paling hebat dan paling pintar kayak "lelananging jagad". Menjadi doktor menambah pertanyaan dalam pikiran anda, bukan sebaliknya.

Jangan #3
Kuliah S3 untuk menjadi KAYA. Apalagi yang ini. Untuk menjadi kaya jadilah pengusaha, bukan ambil S3. Bill Gate & Steve Job lulus S1pun tidak, tapi buruhnya ratusan Doktor. Ambil S3 malah bisa jadi MISKIN. Uang SPP 40 jt/semester. Paling cepat lulus 6 semester. 240 jt hanya SPP belum yang lain2. Coba buat jualan sate, dengan margin 20% perbulan maka uang anda jadi 1.7 M dalam 3 tahun. Alih2 makin kaya, anda jadi miskin bukan?.

Jangan #4
Kuliah S3 untuk mengejar KARIR. Anda dosen? kalau jawabannya bukan dan masih mengambil S3 untuk karir maka pantas anda bukan dosen. Kenapa? yang bodoh memang tidak layak jadi dosen. Menjadi doktor harus merumuskan teori baru!. Dan kudu orisinal saudara2. Belum harus publikasi di jurnal Internasional kelas satu. Merumuskan teori jelas beda dengan membangun kompetensi dan kontribusi untuk promosi (baca #hal34).

Jangan #5
Kuliah S3 untuk mengisi WAKTU. Ini alasan paling epic ngawurnya. Ramuan antara naif dan ignorance jadi satu. Khususnya buat mereka yang sibuk kerja namun sok punya kemampuan menyisihkan waktu. Kuliah S3 akan mengambil semua waktumu, bahkan waktu untuk buang hajat akan dirampas olehnya. Suka baca buku? Berapa banyak dalam 1 bulan? 2 buku? Itu cemen. Sekarang bayangkan, anda harus baca minimal 1 jurnal satu hari sepanjang hidupmu sebagai mahasiswa doctoral. Ssst kata banyak orang, baca jurnal ilmiah lebih alot dari baca 1 buku umum lho. Masih bilang punya banyak waktu?

Kalau anda tipe yang super keras kepala, mirip kayak badak bercula tiga. Sudah dibilang JANGAN masih main tabrak sila kontak saya. Siapa tahu saya bisa bantu singkirkan virus mau jadi doktor di pikiran anda. Atau saya akan sharing sedikit pengalaman agar anda tidak gila saat mengambil S3.

Masih nekat?
Yowis karepmu, aku ra tanggung jawab.

EU4U
BSD040216