07 Juni 2011

MT Series 7 – Class Training vs On the Job Training (OJT)

Pareto Law in Action
Wahyu sedikit menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi yang diduduki seolah ingin mendapatkan ruang untuk merilekskan pikirannya yang bergemuruh. Ruangan meeting itu hawanya terasa dingin dan pekat. Dingin karena AC yang menyembur persis di dinding dibelakang kursinya dan terasa pekat karena 5 orang yang duduk diruangan itu sangat serius dalam membahas strategi dan action plan yang harus segera dieksekusi karena project besar yang sedang mereka kerjakan terhambat dan terlambat dari jadwal seharusnya.

Sebagai peserta Management Trainee (MT) yang sedang mendapatkan kesempatan OJT di project utama perusahaan, Wahyu merasa beruntung namun juga harus siap-siap buntung. Penugasan di OJT 1 ini membuat dia bak Gatotkaca yang sedang digodog di kawah Candradimuka agar berotot kawat dan bertulang besi. Job assignment yang dia dapatkan dalam OJT kali ini adalah membangun System dan Knowledge Management bagi divisi baru di project tersebut. Penugasan yang tidak kalah menariknya dibandingkan dengan membuat skripsi saat kuliah namun berlipat beratnya karena ada batasan waktu yang ketat (2 bulan) dan juga tuntutan kualitas dari sistem yang dia bangun berhubung hasilnya langsung akan dipakai oleh divisi tersebut.

Pikirannya kembali lagi keruangan meeting, kali ini salah seorang peserta meeting sedang berbicara tentang strategi dan action plan yang harus segera dilakukan untuk mengejar ketertinggalan jadwal. Ada 3 strategi yang harus dipilih dan sekian banyak action plan dimasing-masing strategi. Sebagai orang yang paling yunior diruangan itu Wahyu membuka telinganya lebar-lebar untuk mendapatkan pengalaman bagaimana meeting sebagai suatu proses bisnis bisa menghasilkan suatu pengambilan keputusan yang baik dalam hal prioritas kerja.

Badannya kembali tegak ketika pak Tomi salah satu peserta meeting menyatakan pendapatnya bahwa strategi B yang harus dieksekusi dahulu dibandingkan dengan strategi A dan strategi C. Pak Tomi dengan sangat runtun menjelaskan alasan dari pendapat dia dan kemungkinan hasil yang akan didapatkan dibandingkan dengan pilihan strategi yang lain.

Mendengarkan penjelasan pak Tomi, seketika Wahyu teringat kelas Time Management yang dia ikuti 3 bulan yang lalu saat dia ikut Class Training untuk MT selama satu bulan penuh. Time Management (TM) workshop merupakan salah satu modul yang mereka pelajari. Wahyu teringat bahwa point penting dalam workshop TM adalah bagaimana harus menerapkan hukum Pareto 20/80 dan bagaimana membuat prioritas activitas yang harus dilakukan terlebih dahulu berdasarkan Importancy dan Urgency.

Wahyu tidak menduga bahwa sekarang dengan mata kepalanya sendiri dia akan terjun langsung untuk menerapkan ilmu itu dalam pekerjaan sehari-hari pada saat dia sedang menjalani OJT. Seakan-akan matanya jadi lebih terbuka dan menjadi mengerti bagaimana konsep itu diterapkan. Nanti sore dia akan minta coaching khusus kepada pak Ruli mentor dia tentang kasus penerapan hukum Pareto dalam pekerjaan.

Class Training membangun Knowledge dan On the Job Training membangun Skill dan Kompetensi
Kesuksesan didalam bekerja ditentukan oleh penguasaan kompetensi yang dibutuhkan. Bukan hanya sekedar pengetahuan (knowledge) dan juga bukan sekedar skill karena pengalaman (baca MT Series 4 – Konsep dan Design Management Trainee).

Ada suatu pengalaman yang menarik yang pernah dialami oleh penulis pada saat bekerja sebagai Engineer disalah satu perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia. Sebagai Engineer yang memang memiliki background pengetahuan ilmu Pertambangan tentu saja penulis tahu persis mengapa pada saat saat melakukan perkuatan dinding terowongan yang baru dibuka maka Rock Bolt harus ditanamkan tegak lurus terhadap kemiringan dinding terowongan. Ilmu Mekanika Batuan yang penulis pelajari saat kuliah memberikan jawaban matematis terhadap tindakan ini.

Pada suatu kesempatan iseng-iseng penulis bertanya kepada salah satu mandor lapangan yang sedang melakukan perkuatan dinding terowongan.
“Mas, mengapa Rock Bolt nya ditanam tegak lurus ya? Kok tidak miring?” tanya penulis kepada mandor yang sedang mengawasi pekerjaan anak buahnya.
Sang mandor memandang penulis sambil sedikit bingung, mandor ini sudah lebih dari 10 tahun bekerja saat baru saja lulus STM.
“Ya memang harus 90 derajat pak! Kalau kita tanam agak miring kekuatannya berkurang dan mudah rontok” jawab mandor.
“Darimana mas Mandor tahu kalau yang tegak lurus itu paling kuat melakukan supporting?” tanya penulis lebih lanjut.
“Ya dari pengalaman saya pak, sesudah bertahun-tahun saya yakin bahwa Rock Bolt harus ditanam tegak lurus agar kuat melakukan supporting!”.

Cuplikan cerita diatas memberikan kepada kita gambaran yang jelas bahwa proses In Class Training yang dilakukan didalam kelas PENTING!. Walaupun proses didalam kelas ini hanyalah memberikan KNOWLEDGE kepada peserta MT namun proses In Class Training ini ibarat pintu yang harus ada didalam setiap rumah. Tanpa adanya pintu maka seseorang bisa berlama-lama mencari lubang untuk masuk kedalam rumah.

Disisi lain proses LEARNING BY DOING merupakan proses yang dahsyat dan luarbiasa. Seseorang yang mengalami proses ini kompetensi yang ditimbulkan benar-benar akan merasuk dalam didirinya namun proses ini membutuhkan WAKTU yang LAMA dan juga harus melewati banyak KESALAHAN sebelum akhirnya menemukan learning yang terbaik.

Pembekalan dalam konsep In Class Training akan mempersingkat durasi waktu pembangunan kompetensi seperti cuplikan cerita Wahyu diawal artikel ini. Tanpa adanya In Class Traning Wahyu akan melakukan banyak kesalahan sampai menemukan konsep Paretonya sendiri mungkin butuh waktu bertahun-tahun seperti juga sang Mandor.

Terus, seberapa penting OJT dalam pengembangan kompetensi?
Melanjutkan analogi tentang pintu dan rumah. Jikalau ada pintunya namun tidak ada rumahnya ya artinya Anda sedang berada di toko yang menjual daun pintu, bukan penjual rumah! Anda mau membeli daun pintu atau rumah?

Selamat membangun rumah kompetensi!

Jakarta, 7 Juni 2011
Eko Jatmiko Utomo
HR Practitioner, Consultant, Facilitator & Coach.

Penulis merupakan Ex-MT dari perusahaan Nasional terkemuka serta memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun dalam mengembangkan program MT dibeberapa perusahaan termasuk perusahaan Multi National Company(MNC).

04 Juni 2011

Hiiiiiiiiiiiiiiii Monster!


"Tante, aku ngak berani ke dapur!' anak laki kelas 3 SD itu memandangku dengan mata yang kecut karena takut.
"Emang kenapa ngak berani ke sana?" tangan terulur dengan sendok penuh nasi berhenti di tengah jalan, mulut Jason jadi menganga menunggu sendok itu bergerak maju.
"Ada hantunya tante!", keponakanku yang ganteng itu menjawab dengan bibir yang bergetar.
"Hantu??" aku menahan ketawa sambil melirik suamiku yang masih asyik baca buku.
"Siapa yang bilang di dapur ada hantu?" walaupun sudah bisa menebak jawabannya, pertanyaan ini aku lontarkan untuk mendapatkan kepastian.
"Mami yang bilang. Katanya kalau aku ngak ngerjain PR tar dikurung di dapur yang ada hantunya!", kali ini jawaban bocah itu membuat aku dan suamiku tertawa kecil, sudah menjadi rahasia dikeluarga besar kami kalau mami bocah laki2 ini suka menakut nakuti anaknya dengan Hantu dan teman temannya.
"Emang kamu sudah pernah lihat hantu ya? hantu mah takut ma kita, ayuk aku temenin!", suamiku beranjak dan mengantar si bocah lelaki kecil itu mengambil makanan di dapur.

***

"Pa, besok aku ada undangan makan-makan sama teman teman Fitness First", kataku kepada suamiku yang lagi lagi sedang asik dengan bukunya.
"Lho bukannya kemarin dan lusa kamu sudah makan makan dengan mereka", sambil menggeser majalah dimukanya papa Thesa melihatku sambil sedikit heran.
"Ini lain lagi pa, kalau lusa Arsi, kemarin Becky dan besok Cecilia!"
"Banyak juga temanmu sekarang?"
"Iya sih...selama ini aku berfikir orang orang di FF sombong-sombong, jadi kalau ketemu dengan mereka di locker atau di kelas aku diam aja. E... ternyata saat aku sapa mereka ternyata mereka asik asik dan oke dijadikan teman".
"Lho bukannya selama ini aku sarankan kamu bergaul dan menyapa mereka", aku tahu arah pembicaran papa Thesa.
"Iya...sorry pa, aku terlalu banyak berfikir negative tentang orang lain sebelum tahu kondisi sebenarnya".

***

"Mak Erni apa kabar?"
Kami berdua menyambut kedatangan beliau dengan sukacita yang luarbiasa. Jari emas Mak Erni selama hampir dua tahun kami tinggal dikawasan BSD menjadi the last resort kalau urat dan otot sudah kaku dan perlu dilemaskan lagi. Mak Erni sudah lebih dari 2 bulan tidak hadir dirumah kami, dari salah seorang keponakannya kami dapatkan informasi bahwa mak Erni sempat masuk rumah sakit dan sekarang tidak boleh keluar malam untuk mengunjungi pasien. Nah, kedatangan mak Erni sesudah 2 bulan ini jelas merupakan pertemuan penting buat aku  dan suamiku sebagai pelanggan setianya.

"Mak, emang kemarin sakit apa kok sampai masuk RS segala?" suami yang mendapat giliran pertama sambil diurut bertanya.
"Itu...waktu pulang malam emak kaget dan sakit mendadak".
"Lho, kaget membuat emak jadi sakit?" suamiku menegaskan kebingungan kami.
"Iya, waktu itu emak pulang dari pasien jam 10 malam terus pulang lewat taman didepan", mak Erni yang sudah berusia 62 tahun itu meneruskan ceritanya.
"Nah, tiba tiba emak lihat ada hantu bertudung warna putih terbang dipohon!"
"Hantu??? dimana mak?" kami berdua jadi makin tertarik.
"Itu tuh yang dekat taman, emak langsung jatuh terduduk dan hampir pingsan. Terus ada satpam yang nolongin emak utk dibawa ke RS di depan". Kebetulan didepan cluster kami ada rumah sakit.
"Trus hantunya??" aku bertanya masih dengan kadar penasaran tinggi.
"Ternyata yang emak kira hantu adalah tudung dan baju tukang taman yang disangkutkan ke pohon" terang mak Erni sambil tertawa terkekeh.
"Wah....rugi bandar dong mak gara gara hantu hantuan" suamiku menimpali kekeh mak Erni.

"Hiiiiii Monster..........." tiba tiba Thesa berteriak keras, bukan nada takut yang keluar tapi sambil tertawa senang. Tangannya menunjuk pada layar kaca yang sedang menayangkan acara dari PlayHouse Channel. Kami semua ikut tertawa bersama Thesa, yang dia tunjuk di TV adalah salah satu karakter monster yang lucu dan baik hati.
"Papa monster!' kali ini Thesa menunjuk papanya dengan jari tangan mungilnya dan tawa lepasnya kembali berderai.
"Tesa anak monsteeeer!" papa Thesa membalas sambil menyambar badan anak perempuannya dan mencium pipinya keras keras.

BSD City, 9 Januari 2011
Eko Utomo dari sudut pandang Mrs. Etomo untuk mereka yang suka berfikir dan menularkan sikap positif.

80 Persen Anak Indonesia Berpikiran Negatif (Survey Pusat Intelegensia Kesehatan)  KOMPAS.com

Fronti Nulla Fides ..................


Koran kompas hari sabtu(12/2/11) bagian kolom karir yang diasuh Rene Suhardono (penulis buku Your Job is NOT Your Career) menyajikan judul yang menarik 'Bella Figura: Dress for Comfort or Dress for Success". Rene menceritakan bahwa dia memiliki pengalaman "ditolak" oleh calon client Corporate karena pada saat datang bertemu Rene menggunakan kemeja santai dan jeans!. Diartikel itu,  Rene mengeluh tentang perlakuan Corporate tersebut (menolak dia karena dilihat dari kostum yang ngak pas) sambil disisi lain "kekeh" menganjurkan kepada pembaca untuk "Dress For Comfort".

***
Jumat sore kemarin saat dikantor, saya sempatkan menengok kelas "Presentation Skill Workshop" untuk peserta Management Development Program (MDP) yang diselenggarakan oleh divisi kami. Pantat saya letakkan di kursi observer dibagian belakang dimoment  yang sama saat salah seorang peserta bertanya kepada fasilitator "Pak, tadi dikatakan bahwa sebagai presenter kita harus berpakaian lebih rapi dibandingkan dengan peserta. Bagaimana dengan kasus Bob Sadino?". Sebuah pertanyaan yang bagus, pertanyaan yang membuat saya berdebar-debar dikursi bagian belakang sebab fasilitator yang berdiri didepan masih masuk dalam katagori "Junior Fasilitator" di divisi Learning & Development (LD).

Dengan harap-harap cemas, saya menunggu jawaban dari Fasilitator yang berdiri didepan, kecemasan seorang mentor saat melihat anak didiknya sedang diuji langsung didepan kelas, diuji secara "live".
"Terimakasih untuk pertanyaannya yang bagus sekali", ucapan ini cukup melegakanku.... disaat menghadapi pertanyaan sang fasilitator tetap mengikuti prosedur cara menjawab pertanyaan... yaitu "mengucapkan terimakasih".
"Sebelum menjawab pertanyaan, boleh saya bertanya kepada kalian?" senyumku berkembang, teknik menjawab pertanyaan dengan pertanyaan merupakan suatu indikasi lain bahwa Junior Fasilitator ini percaya diri dan tahu apa yang harus dia lakukan saat menjawab pertanyaan sulit sekaligus meningkatkan keterlibatan peserta.

"Dengan hanya menggunakan celana pendek, bagi kalian reputasi dan integritas Bob Sadino masih bagus ngak?" pertanyaan tajam  itu berbunyi merdu di telingaku.
Semua peserta sesaat terdiam, mungkin sedang mencerna perspektif baru yang dimunculkan akibat dari pertanyaan tersebut. Kemudian hampir serentak, kumpulan fresh graduate terpilih ini menjawab dengan kompak plus deretan senyum simpul diwajah mereka "bagus pak!".
"Itulah yang membedakan Bob Sadino dengan presenter biasa seperti kita, kalau kita sudah memiliki reputasi dan integritas seperti dia kita bisa berpakaian apa saja tanpa dipandang miring dan tetap didengarkan apa yang kita ucapkan!", dua jempol untuk Junior Facilitator!, bisa segera naik jadi Facilitator nih:).

***
"Dress for comfort" merupakan hak dan saya 100% setuju tentang hal ini. Menganjurkan " Fronti Nulla Fides" juga merupakan hak dan saya juga 100% setuju. Akan tetapi menganjurkan hal tersebut dilakukan para pembaca pada saat mereka sedang presentasi project ke client, wawancara pekerjaan dan banyak interaksi lain tanpa menyebutkan bahwa pihak "sana" juga memiliki hak untuk "kesan pertama begitu menggoda" dan "you are what you dress" bagi saya menjadi menyesatkan. Lha seorang Rene yang terkenal sebagai konsultan dan pengarang buku saja bisa ditolak kok kita yang masih bukan "siapa siapa" dianjurkan "Dress for comfort" .... datang ke wawancara pakai jeans (hobi saya dan mungkin hobi anda) tanpa kesiapan untuk ditolak gara-gara kostum yang kita pakai, lha kojur to?

Jadi teringat deh sama pelajaran saat SD puluhan tahun yang lalu .............."Dikandang Macan mengaum dan dikandang Kambing mengembik" ada lagi "Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung". Coba anda bayangkan saat Anda terjatuh dikandang Macan di Ragunan dan anda kemudian mengembik!

Bandung, Huma diatas bukit Giri Mekar
12 Februari 2011
Eko Utomo untuk para presenter.

Menyoal Tuduhan "Tidak Mampu" (Sekali lagi tentang Asumsi)


Ruang meeting di salah satu kafe di Hanggar Pancoran itu sesak. 31 laki-laki yang dulunya pernah belajar bersama-sama di Institut Terkenal Banget (ITB) Bandung itu membuat AC yang bertengger diatas dinding harus mengeluarkan segala daya untuk melawan panas asap rokok yang tiada henti mengepul, bau penguk mereka yang datang langsung dari kantor kantor dan juga mereka yang dari luar pulau, mendarat dbandara dan langsung datang ke lokasi (tentu saja tanpa mandi) semuanya untuk menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. S lilin.
Jarak waktu belasan tahun tidak bertemu ternyata tidak menghalangi mereka untuk kumpul-kumpul kembali menyatukan keping-keping memori saat diosol-osol dan dikerjain "swasta" sewaktu ospek hampir 20 tahun lalu, maupun berbagi kenangan cerita lucu saat mengambil mata kuliah baja atau peledakan sampai hatrick tiga tahun berturut-turut. Lebih dari separo anggota berkumpul mbuh karena memang sehati dan mau sinergi atau karena alasan lain, yang jelas mereka semua nyata-nyata berkumpul dan hadir.

"Kawan-kawan, seperti yang sudah pernah kita diskusikan dalam meeting pre RUPS bahwa PT. S Lilin membutuhkan x ratus juta sebagai modal awal, nah pada saat ini kita akan memutuskan opsi-opsi pembagian saham dan juga setoran yang harus diberikan oleh masing-masing alumni", salah seorang calon komisaris yang berpengalaman mendirikan dan menjalankan perusahaan secara aktif mengambil peran sebagai fasilitator.
"Nah, mungkin dari sekian puluh teman seangkatan kita, tidak semuanya seberuntung yang lain sehingga jumlah setoran modal sebanyak 10 juta itu akan memberatkan mereka. Sementara disisi lain, kita ingin semua kawan seangkatan menjadi share holder. Sekarang kita pikirkan bagaimana caranya untuk membantu mereka!".

Ruangan hening sejenak, masalah ini yang selalu menjadi ganjalan. Bagaimana caranya menolong mereka yang mau bergabung namun saat ini tidak mampu untuk menyetor modal awal sebesar 10 jt.
"Boss, bagaimana kalau mereka yang mau tapi tidak mampu menyetor modal itu kita berikan saham kosong dulu dan baru membayar dari deviden yang nanti akan kita terima?", lae batak manager salah satu perusahaan terbesar di Indonesia angkat mulut bicara, lae ini masuk kelompok konsentrat (lulus cepat) saat kuliah dulu.
Ruangan kembali sunyi, mungkin sedang sibuk berfikir keras untuk mencarikan jalan dan bantuan atau menimbang-nimbang rasa ketidakadilan yang mungkin muncul kalau ada yang mendapatkan saham kosong.
"Boss, bagaimana kalau kita berikan kesempatan bagi yang mau tapi tidak mampu untuk mencicil modal selama setahun?", kali ini urang Sunda (anggota Tailing - lulus belakangan) yang memberikan usulan.
Mister fasilitator yang berdiri didepan garuk garuk kepalanya yang tidak gatal. Masalah ini kembali mengganjal pembentukan PT. S Lilin. semangat kebersamaan terganjal oleh kemampuan ekonomi yang telah tumbuh heterogen sesudah 15 tahun mengejar karir masing-masing. Ruang meeting kembali sunyi dan semua tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Bro, apakah sudah pernah dicek langsung bahwa ada teman kita yang keberatan dengan nominal setoran modal", cowok berbaju biru, ganteng dan berkacamata tiba-tiba memecahkan kesunyian.
"Jangan sampai kita sibuk berasumsi ada orang yang keberatan tapi realitanya lain!" cowok berbaju biru menambahkan kembali.
"Thanks bro, memang hal itu sebenarnya masih dugaan sih. Kalau begitu mumpung yang hadir banyak kita coba cek langsung untuk menghilangkan asumsi dan memudahkan kita mengambil langkah berikutnya. Oke, teman2 kalau misalnya kita harus setor 5 juta dalam sebulan ini siapa yang setuju", fasilitator mengambil momentum untuk test the water.
Semua tangan terangkat tinggi keatas!
"Wah........keren nih. Untuk angka 5 juta semua setuju".
"Kalau setoran modal 10 juta dalam jangka waktu 3 bulan siapa yang setuju", picu sudah ditarik dan semua tegang menunggu hasil. Dalam satu detik semua tangan kembali terulur keatas dan ruang meeting menjadi heboh.
"Woooooooooooi dasar, jadi selama berbulan-bulan ini ternyata kita dimakan asumsi!" calon Dirut PT. S lilin asal Jatim berterik kesal setengah lega sambil tertawa kencang.

"Bro, dengar-dengar loe sekarang punya bini dua ya?", dibagian belakang seseorang melemparkan tuduhan serius kepada salah satu teman yang memang digosipkan punya istri dua. Yang ditanya hanya terseyum simpul.
"Kamu nuduh yang enggak-enggak bos sama dia", yang lain nimbrung membela temannya.
"Beliau ini orangnya alim, kelihatannya sih playboy, itu mah hanya dimulut, kenyataanya tidak seperti itu, ngak mungkinlah dia beristri dua. Istri beliau cuma ada satu........... di Jakarta, satu di Balikpapan dan satu di Medan", dan semua orang yang mendengarkan tertawa terpingkal-pingkal atas pernyataan yang entah berasumsi entah realita.

BSD City,
22 January 2011
Eko Utomo untuk TA91

Resolusi Tahun Baru 2011



"Siapa yang memiliki Visi pribadi 5 atau 10 tahun kedepan?"
Pertanyaan favorite saat memberikan fasilitasi di kelas-kelas Leadership dan Pengembangan diri aku lontarkan kepada 200 orang mahasiswa ITB. Ruang seminar itu sunyi............setelah beberapa detik beberapa tangan dengan sedikit ragu-ragu terjulur keatas.
"Hanya ini? ngak ada lagi?", aku mencoba menegaskan.
Beberapa tangan tambahan terjulur ke atas. Satu, dua, tiga...kurang lebih ada 20an orang yang mengaku memiliki visi pribadi. Hasil ini sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Ford Foundation bahwa hanya sekitar 10% manusia yang terbiasa untuk membuat visi pribadi.

"Siapa yang ingin sukses?", kembali aku melontarkan pertanyaan kepada para mahasiwa yang sore hari itu masih betah mendengarkan aku memberikan workshop sejak tadi pagi. Kali ini semua tangan serempak naik keatas! tidak tersisa satupun.
"Oke, untuk PR besok saya minta teman-teman semua untuk membuat Visi pribadi tentang diri Anda untuk 5 dan 10 tahun kedepan".
"Visinya tentang apa pak?", mahasiswa gondrong di pojok kanan bertanya.
"Apapun, boleh kapan kalian lulus, jadi manager or direktur, menikah, punya mobil dlsb!".

+++

Lido 2007
"Pak Tomi, untuk apa sih kita harus membuat Visi?", seorang Senior Manager bertanya sangat serius sekali saat pertanyaan tentang Visi aku lontarkan kepada peserta workshop Leadership.
"Ada yang mau bantu saya menjawab pertanyaan pak Budi?", aku mencoba melibatkan peserta yang lain dalam diskusi tentang visi ini.
"Saya pak", seorang manager produksi yang cukup menonjol dalam pekerjaannya mengacungkan tangan.
"Silahkan pak Ari."
"Dengan membuat visi, maka kita jadi tahu tujuan dari hidup kita sehingga langkah-langkah yang akan kita lakukan jadi jelas dan terencana untuk mencapai visi tersebut", pak Ari membabarkan pendapatnya.
"Makasih pak Ari, jawaban bapak bagus sekali. Visi ibaratnya peta yang akan membantu kita dalam memberikan pedoman kemana kita harus melangkah".

"Pak Tomi, maaf saya keberatan", kembali suara pak Budi terdengar.
"Silahkan pak",
"Saya memiliki kepercayaan bahwa hidup mati saya, termasuk juga apa yang terjadi dengan kehidupan saya termasuk didalam pekerjaan sudah ditentukan oleh Tuhan. Saya sebagai manusia tinggal menjalankannya", pernyataan ini membuat ruang kelas dengan 20 peserta itu menjadi hening.
"Terimakasih untuk pendapatnya yang menarik pak Budi, saya pikir pendapat Anda ini juga dianut oleh banyak dari kita. Boleh saya bertanya dulu pak sebelum coba membahas pernyataan Anda?" aku bisa merasakan bahwa semua peserta benar-benar ingin mendengar jawaban.

"Maaf, apakah pak Budi tahu kapan bapak akan meninggal?"
"Tidak!" jawaban tegas itu keluar dari mulut yang terlihat tegang.
"Apakah pak Budi tahu bapak punya takdir untuk menjadi direktur?"
"Tidak" kali ini matanya terbaca sedikit kebingungan akan arah pertanyaanku.
"Visi dan target akan membantu kita mewujudkan takdir yang ditentukan oleh Tuhan yang saya dan Anda tidak ketahui itu" jelasku sambil tersenyum.

+++
Bandung 31 Desember 2010
"Pa, apa bedanya Visi dengan Resolusi Tahun Baru?", mama Jason tiba-tiba melontarkan pertanyaan.
Sore itu kami berlima jalan-jalan dibelakang hotel Ardjuna dibilangan Ciumbeluit.
"Saudaraan", jawabku sambil menggandeng Jason turun dari trotoar.
"Maksudnya?"
"Visi biasanya berjangka panjang, bisa 5 tahun, bisa 10 tahun, bisa seumur hidup. Sementara Resolusi seusai dengan namanya berjangka waktu satu tahun. Atau boleh saja dibilang bahwa Resolusi adalah Visi jangka 1 tahun".
"Resolusi papa tahun 2011 apa?", dibawah rimbunnya pohon pohon raksasa dikiri kanan mama Jason tertarik untuk mendengar resolusi suaminya.
"Menerbitkan buku!"
"Trus"
"Mendapatkan pekerjaan menarik"
"Trus"
"Ambil S3"
"Pa.....gila, rumah ini bagus benar ya?", kami tiba disalah satu dari sekian banyak rumah super mewah yang ada di kawasan elit Bandung itu.
"Harganya kira-kira berapa pa?"
"Sudah pasti lebih dari 10 Milyar ma!".
"Kalau punya rumah seperti ini bisa masuk dalam resolusimu ngak ya?" pertanyaan terakhir membuatku bak kiper yang bersiap menerima tendangan geledek Roberto Carlos saat ambil pinalti.
"Hmmmm.........bisa! tapi tahunnya dipikirkan dulu ya" jawabku nyengir kecut sambil kabur mengejar Tesa.

People Without VISION Perish"  Proverbs2918

Bsd City, After MidNight 09 Jan 2010
Eko Utomo untuk Anda yang berResolusi.

Susah tidur? hipnotis sendiri ajaa........


Huuuuuh, tangan kiriku kejepit badan, suatu hal yang sering terjadi saat tidur. Sambil membetulkan tangan yang pegel keju (linu linu) aku lirik jam di dinding, dengan bantuan lampu jalan yang mencuri masuk keruangan tidur aku lihat jarum kecil diangka 1 dan jarum panjang di angka 11. Hmmmm hampir jam 1 dini hari. Jam yang tepat untuk kembali mendengkur mengejar mimpi yang terpotong.

Sreeek sreeek sreeek......... bunyi selimut yang ditarik berulang ulang mengalahkan desis AC diatas dinding, pembuat gaduh itu menggeletak persis di sebalah kananku. Tarikan nafasnya yang pendek pendek jelas menunjukkan bahwa ia belum tidur.
"Kenapa ma? belum bisa tidur juga?", tanyaku pelan sambil menghadap kekanan.
"Hmmmm susah tidur pa", yang ditanya menjawab pelan dengan nada susah dan kesal.
"Bukannya kemarin aku sudah ajarkan terapi NLP untuk mempermudah tidur?"
"Iya sih.............cuma susah banget prakteknya."

"Oke, kalau begitu aku bantu yuk bareng-bareng", jawabku bercampur kasihan dengan sharing partner kasur selama 9 tahun ini. Sejenak sunyi menguasai kamar tidur, aku samakan tarikan nafasku dengan nafasnya agar "building rapport" dapat mudah terjadi.
"Tarik nafas pelaaaaan.................keluarkan dari mulut.........rileeks"
"Tarik nafas pelaaaaan.................keluarkan dari mulut.........rileeks"
"Tarik nafas pelaaaaan.................keluarkan dari mulut.........rileeks"
"Cari bagian tubuh yang paling rileks........dan jalarkan perasaan rileks itu kebagian tubuh yang lain......".
"Tarik nafas pelaaaaan.................keluarkan dari mulut.........rileeks"
"Biarkan perasaan rileks itu menjalar keseluruh tubuh.................lipatgandakan seiring dengan arus darah yang lembut menyelusuri pembuluh".
"Tarik nafas pelaaaaan.................keluarkan dari mulut.........rileeks"
"Biarkan otot otot muka yang tegang dan kaku perlahan-lahan kenduur dan kembali ke posisi yang paling nyaman".
"Tarik nafas pelaaaaan.................keluarkan dari mulut.........rileeks"

Dari tarikan nafasnya yang halus aku tahu istriku mengikuti sugesti yang aku berikan.
"Biarkan rasa nyaman dan rileks menguasai tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki."
"Dan biarkan seluruh otot yang kaku dan tegang menjadi kendur dan nyaman."
"Tarik nafas pelaaaaan.................keluarkan dari mulut.........rileeks"
Dan akhirnya suasana menjadi makin sunyi...........
Dan kesadaranku makin hilang....

"Zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz",
"Pa, lho kok malah kamu yang tidur duluan?"

BSD City,
6 Januari 2011
Eko Utomo untuk bu guru Anik dan teman-temannya dan semua orang yang susah tidur.....


Melarang Merokok? Melanggar HAM!


Restoran ini sungguh unik, letaknya yang nylempit (tersembunyi) tidak mampu menghalangi orang untuk berbondong-bondong datang ketempat itu. Lokasinya sebenarnya kota banget, hanya sepelemparan batu dari kantor pusat Telkom di depan Gasibu yang merupakan tetangga dari Gedung Sate (Kantor Propinsi Jabar). Namun bagi yang belum pernah kesana sangat mungkin akan tersasar karena untuk masuk ke lokasi harus melewati gang selebar 1 meter sepanjang 30 meter untuk bisa sampai ke pintu depan resto.

Restoran ini sangat terkenal sejak jaman baheula, 20 tahun lalu saat aku masih kuliah ditingkat awal, resto ini sudah sangat terkenal dikalangan mahasiswa ITB dan sekitarnya.  Bahkan, kebakaran6 bulan lalu yang menghanguskan rumah dan isinya tidak mampu menghalangi orang untuk datang walau harus makan menghadap dinding bekas kebakaran. Kalau diikutkan lomba Brand Loyalty dimajalah Swa sangat mungkin sekali akan menjadi top three selama puluhan tahun!.

Siang itu, aku dan istri menyempatkan diri untuk bernostalgia kesana, mumpung sedang ada di Bandung. Kebetulan ada satu spot parkir dipinggir jalan yang masih kosong. Sesudah mobil terparkir rapi bergegas kami menyebrang jalan dan memasuki lorong dengan dinding tinggi dikiri kanan. Kadang-kadang aku berfikir bahwa upaya untuk makan di resto ini bak Musa yang harus membelah laut dulu untuk mencapai tujuan he he he he....

Rehabilitasi paska kebakaran sudah selesai, walaupun masih pengab tanpa ventilasi yang memadai, furniture yang baru plus pengaturan kursi dan meja memperbesar daya tampung sebanyak 20%! Namun karena kami datang di jam makan siang tetap saja mata harus menjelajah keseluruh ruangan untuk mendapatkan kursi dan meja kosong. Di depan kasir, ada meja dengan 8 kursi hanya terisi oleh dua orang. Kami menghampiri meja tersebut dan dengan tersenyum kecil kami minta ijin untuk share meja dengan mereka yang sebelumnya sudah duduk disana.

Belum juga pesanan datang, dua pasang pelanggan datang bergabung dengan kami, mereka menduduki kursi kosong diantara kami dan pelanggan sebelumnya. Dilihat dari tampangnya mereka sepertinya anak2 kuliahan. Sejurus berikutnya dari mulut keempat orang yang baru datang asap bergumpal-gumpal keluar dari mulut mereka. Istriku yang duduk disebarang meja terlihat mengangkat alis, dari arah lirikan matanya aku bisa membaca bahwa dia terganggu dengan asap rokok itu. Persis disebelah kirinya adalah seorang gadis yang kalau dilihat dari tampangnya yang cukup imut tidak layak dan tidak pantas untuk jadi perokok mania (yang ini jelas asumsi kami pribadi he he he). Gerakan tubuh istriku yang menarik diri kebelakang tidak membuat mereka berhenti merokok.

Saat pesanan datang, mau ngak mau kami harus mendekat ke meja. "My goodness!" istriku berkata cukup kencang sambil menyibak asap rokok didepannya. Suaranya yang cukup keras mampu membetot perhatian, gadis perokok disampingnya memindahkan rokok dari tangan kanan ke tangan kiri. Menu masakan yang masuk katagori terlezat sedunia ini cukup membuat kami sejenak melupakan asap rokok yang menjajah privasi kami itu.

Saat pesanan kami sudah tandas,  baru teringat kembali dengan rokok dan asapnya. Masih tersisa 2 batang rokok dari total 4 batang yang menyala terus menerus dari kursi disebelah kami.
"Duuuuuuuut"
Bunyi kentut yang pelan tapi mengintimidasi membumbung di angkasa!
Orang satu meja saling pandang dan lirik untuk mencari sumber energi kegelapan dan kebauan itu.
Muka muka eneg dan sebal memancar dari wajah wajah mereka.

Kami bangkit dan membayar kekasir.
'Ma, kamu tadi yang kentut ya?" aku berbisik kepada istriku saat sedang menyusuri lorong.
"Kalau rokok merupakan HAM maka KENTUT juga HAM pa", sahut istriku yang tidak menjawab pertanyaan WHO.
"Kentut kan bau dan menganggu ma", senyumku menggoda istriku.
"Apalagi asap rokok pa, belum pernah baca perokok pasif yang mati gara2 menghirup asap kali  mereka pa".
"Bukannya merokok merupakan HAM?" aku melontarkan pertanyaan memancing.
"HAM itu berlaku saat tidak melanggar HAM orang lain", jawab istriku tegas.
'Maksudmu?"
"Sepanjang mereka merokok ditengah gurun pasir dan tidak ada kadal gurun pasir yang terganggu maka merokok merupakan hak mereka!".
Jawaban hiperbola istriku membuatku tertawa terbahak-bahak.

"Terus siapa yang tadi kentut" kejarku padanya.
"Ini jelas merupakan HAMku untuk mau jawab atau tidak!" ujar istriku sambil tersenyum misterius.

BSD City,
3 January 2011
Awal baru pada harapan baru
Eko Utomo untuk Anda yang menghargai HAM untuk tidak terganggu asap rokok

03 Juni 2011

MT Series 6 – Hard vs Soft Competency Development

Pada sebuah presentasi akhir
Ruang meeting Underground(UG) Engineering itu hening, 10 orang duduk tenang memperhatikan seorang anak muda yang sedang melakukan presentasi didepan. Terlihat juga dua orang bule yang asyik mencatat point presentasi.

Sang presenter terlihat penuh percaya diri. Diusianya yang terlihat masih muda dipertengahan 20an, tidak canggung membawakan materi yang cukup advance tentang sistem penambangan Block Caving didepan para boss Underground yang usianya rata-rata hampir duakali lipat dari usianya. Presentasi dengan menggunakan pengantar bahasa Inggris itu berjalan dengan baik, bahkan dibeberapa kesempatan sang presenter mampu menambahkan guyonan dan joke didalam presentasinya yang membuat suasana ruang meeting menjadi cair.
 Waktu 45 menit presentasi berjalan dengan cepat dan kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab selama 45 menit kedepan. Salah satu bule yang ikut dalam presentasi menanyakan kelebihan dan kekurangan sistem Block Caving dibandingkan dengan sistem penambangan underground yang lain dapat dijawab dengan baik oleh presenter. Tujuh pertanyaan semuanya terjawab dengan sempurna oleh presenter sebelum acara presentasi Final Assignment salah satu peserta UG Management Trainee ditutup.

 
“Mas, selamat! Jeffry presentasinya bagus, bahkan kalau saya rasa-rasa kok malah lebih bagus cara presentasinya dibandingkan kita kita yang sudah bangkotan dan dia juga cukup menguasai bidang teknis pekerjaannya. Ternyata kalau dikembangkan dengan serius mereka belajar banyak dan berguna bagi kita sebagai user!”, salah seorang Manager di UG Mine sambil tersenyum menyalami koordinator program MT dan memberikan pujian atas kualitas peserta MT untuk UG Mine.
 Sang koordinator Management Trainee program tersenyum simpul. Terbayang dimatanya kelas presentasi setiap sabtu yang dilalui selama setahun terakhir ini dan juga kelas Bahasa Inggris 2x dalam seminggu ditambah dengan kelas-kelas workshop yang berkaitan dengan Management dan Leadership yang dia berikan kepada 20 orang peserta MT anak didik dia. Sekarang semua terbayar lunas!

Hard vs Soft Competency Development
Program MT dengan pendekatan Push Approach memiliki dimensi pengembangan kompetensi yang berbeda dibandingkan dengan program MT Pull Approach (lihat kembali artikel MT Seris 5). Pada MT Push Approach maka kompetensi yang dikembangkan lebih bersifat umum dibandingkan dengan MT Pull Approach. Hal ini bisa dimengerti karena dalam MT Push Approach, Division User baru bisa dipastikan dimasa akhir program dibandingkan dengan MT Pull Approach yang sudah diketahui Division Usernya diawal program dijalankan.
Dua Approach yang berbeda tadi juga akan membuat program pengembangan MT strateginya menjadi berbeda pula. Pada program MT Push Approach, maka pengembangan Soft Competencies akan mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan Hard Competencies. Sebaliknya program MT Pull Approach, pengembangan Hard Competencies akan mendapatkan porsi yang cukup selain Soft Competencies.
Apa pentingnya memberikan porsi soft skill yang cukup banyak porsinya bagi peserta program MT?
Pertanyaan ini sebenarnya sudah terjawab di artikel sebelumnya (lihat MT Series 1), lulusan program MT diharapkan masuk kedalam Talent Management perusahaan dan kemudian mendaki tangga korporasi lebih cepat dibandingkan dengan karyawan yang lain. Semakin tinggi tangga korporasi diraih semakin tinggi pula peranan Soft Competencies dan semakin berkurang peranan Hard Competensies.

Dalam kasus Jeffry sebagai peserta program Management Trainee untuk Underground Engineering. Maka program pengembangannya dibagi menjadi dua bagian besar:
1. Hard Competencies Development: meliputi area: UG Engineering, Heading Development, UG Ventilation System, PrePreduction, Caving Management, Production Management dll.
2. Soft Competencies: Communication (termasuk Presentation Skill), Leadership (Personal Empowerment & Motivation), Management POAC (Plan Organizing Actuating Controlling), Problem Solving & Decision Making (PSDM), Project Management dll.

Jeffry mendapatkan materi-materi Soft Skill pada saat sesi In Class training dan sesi workshop sesudahnya. Kemampuan Jeffry semakin berkembang pesat karena pada saat Job Assignment, materi-materi yang didapatkan didalam kelas mendapatkan aktualisasi didalam kondisi pekerjaan yang “sesungguhnya”. Dengan bantuan MT Coordinator ditambah dengan Mentor dan Coach lapangan maka Hard dan Soft Competencies terkristaliasi dalam dirinya.

Kunci Sukses Pemilihan Materi Soft Skill.
Bagaimana caranya memilih materi Soft Skill yang tepat?
Memberikan semua materi Soft Competencies kepada peserta MT jelas hal yang muskil. Ibaratnya memberikan makan nasi kepada bayi yang baru berumur 1 bulan!.

Tidak ada rumus yang pasti dalam pemilihan Soft Competencies untuk peserta program MT. Pilihlah materi Soft Competencies yang benar-benar dibutuhkan diawal karir dari peserta program MT. Pemilihan ini juga perlu dikaitkan dengan kondisi dan situasi dari perusahaan penyelenggara program. Menurut pengalaman penulis materi yang PASTI harus dikuasai oleh peserta program MT salah satunya adalah materi PRESENTASI dan KOMUNIKASI! dan kemudian silahkan ditambah dengan materi-materi yang lain.

Selamat memilah!

Jakarta, 3 Juni 2011
Eko Jatmiko Utomo
HR Practitioner, Consultant, Facilitator & Coach.

Penulis merupakan Ex-MT dari perusahaan Nasional terkemuka serta memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun dalam mengembangkan program MT dibeberapa perusahaan termasuk perusahaan Multi National Company(MNC).