10 April 2010

Senyum Level 3 dokter cantik! (Learning Matrix)


"Pa..........." bisikan lirih dari sebelah kiri aku abaikan. Buku "What the Dog Saw" sedang sampai di bagian dimana Malcom Gladwell mencaci maki konsultan kelas dunia McKensey gara gara gaya pengelolaan karyawan yang mereka sarankan ke Enron tidak berpengaruh apapun dalam mencegah kejatuhan perusahaan raksasa AS yang paling dramatis diawal milenium dua itu. "War of Talent" usulan McKensey malah dianggap oleh bung Malcom kribo termasuk penyumbang kekacauan di Enron karena membentuk manusia2 narsis yang sok pintar dan dibayar terlalu mahal!

"Pa, dokternya cantik tuh...........", dasar laki2, walau yang bisikin istri sendiri kalau konten yang disebut adalah kosa kata wanita dan cantik mau ngak mau (unconsciously) mampu mengalihkan perhatian dari buku. "Tuh, diruangan yang sebelah kiri" istriku memberikan petunjuk dengan dagunya saat mataku belum ketemu dokter yang dia maksud. Sore ini, kami berdua sedang mengantarkan ibuku untuk laser mata yang kesekian kali di salah satu "eye center" dibilangan Jakarta Barat. Dari sela2 kaca aku lihat seorang dokter wanita berkulit putih, cantik dan anggun sambil tersenyum ramah sedang melayani konsultasi dengan pasiennya. "Hmmm boleh juga tuh, sangat terawat sekali" desisku sambil kembali melototin buku.

"Pa.......dokternya keluar!", mahluk yang berkelamin perempuan ini kalau lihat mahluk sejenis yang keren pasti selalu tertarik untuk melakukan benchmarking, tidak terkecuali istriku. Aku lirik sang dokter wanita keluar dari ruangan konsultasi dan berjalan melintasi kami para pasien yang sedang menunggu giliran. Dagu diangkat, mulut ditarik dan dada dibusungkan penuh percaya diri, untung cantik kalau jelek pasti dah kayak wewe gombel saking angkuhnya. Pandangan mata jauh ke depan, jauuuuh dari para pasien. "Pa, gile...angkuh banget, ngak ada senyum samasekali!" mahluk perempuan yang sudah 8 tahun menjadi teman seranjang ini tambah bawel ngasih komentar. Aku diam saja dan tetap meneruskan bacaan.

"Pa, ada yang aneh tuh...........!". "Apalagi yang aneh?" ucapku ngak tahan juga dicecer pertanyaan. " Bu dokter saat ada didalam ruang konsultasi kembali ramah dan banyak senyum". Segera kuarahkan pandangan mata ke celah kaca di ruang praktek. Woooila, dokter cantik itu berubah kembali jadi bidadari yang murah senyum. Sama sekali tidak tersisa keangkuhannya saat jalan didepan kami. Padahal pasien yang dia layani saat ini adalah pasien yang sama sekali tidak diliriknya saat berjalan keluar.

"Senyumnya palsu! bisik istriku untuk yang kesekian palsu. "Bukan ma, dokter itu sangat sadar sekali bahwa dia harus bersikap ramah kepada pasien, cuma belajar senyumnya belum lulus!", kataku menampik pendapatnya. "Maksud papa?" istriki menuntut penjelasan. "Dalam konsep Learning Matrix dia baru sampai level 3 Conscious Competence dan belum masuk ke level 4*. Jadi saat dia ingat dia akan senyum dan saat tidak ingat (tidak sadar) kembali ke karakter aslinya yang judes!". "Lha terus, bagaimana caranya agar dia bisa senyum lebih tulus" istriku mengejar jawaban. "Latihan senyum terus menerus sampai jadi reflex" pungkasku. "Trus bagaimana caranya kita bisa ngukur orang sudah masuk level 4 unconscious competence?" desaknya. "Lihat orang dalam kondisi santai dan rilex, disaat itulah hal2 yang masuk level 4 akan terlihat". Istriku kelihatan puas dengan jawaban yang aku berikan.

"Ssssst ma, kalau aku lagi tidur kelihatan cemberut dan galak ngak?", pandangan heran muncul di raut mukanya. "Emang napa?" kata istriku. "Mau cek kondisi unconsciousku" lanjutku menjawab pertanyaan yang muncul diwajahnya. Istriku senyam senyum menggoda. "Gimana ma?" aku mendesak saking penasarannya. "Santai pa, mukamu saat tidur rilek dan ramah kok!". Jawaban yang melegakan hati. Kalau nanti dibilang galak di kantor aku bisa bilang ke anakbuah bahwa itu adalah kondisi yang dibuat-buat. Aslinya aku ramah tamah dan baik hati. Kalau ngak percaya tanya aja sama istriku.

BSD City
Saturday night
10 April 2010
EU for U

*Learning Matrix Level
1. Unconscious Incompetence
2. Conscious Incompetence
3. Conscious Competence
4. Unconscious Competence

Tidak ada komentar: