20 Agustus 2020

Leadership & Organizational Agility

 

MENEMUKAN WUJUD PEMIMPIN AGILE

DI TENGAH BADAI PERUBAHAN TAK BERKESUDAHAN

Dr. Eko Jatmiko Utomo 

“Success today requires the agility and drives to constantly rethink, reinvigorate, react and reinvent”

(Bill Gates)

Ketika Turbulensi Menjadi Rutinitas

Di akhir tahun 2019, seluruh dunia merayakan pergantian tahun baru. Milenium kedua memasuki usia dua dekade, sebentar lagi penduduk planet bumi menyambut 2020. Semua berharap bahwa awan kelabu yang menyelimuti tahun 2019 tersibak oleh cerahnya matahari tahun baru. Sepuluh tahun sebelumnya, dunia berada pada titik nadir dari sebuah jurang yang ditimbulkan oleh pecahnya gelembung subprime mortgage di Amerika. Tahun 2009 pertumbuhan ekonomi dunia mengalami konstraksi sebesar -1,7% (https://data.worldbank.org/indicator). Dan sejak saat itu pertumbuhan ekonomi dunia tidak pernah melebihi angka 5%, bahkan beberapa tahun terakhir hanya berkisar di angka 2-3%. China yang merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia tidak mampu kembali ke kinerja terbaik di dekade sebelumnya yang mampu mencatatkan pertumbuhan di atas 10%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi China merupakan tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Semua berharap tahun 2020 bakal jadi tahun harapan pemulihan. Andai saja sudah ada time travel machine yang bisa membawa manusia melihat apa yang terjadi di tahun 2020, mereka tentu tidak akan terkejut setengah mati.

Selagi seluruh dunia berusaha mati-matian mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi masing-masing, Donald Trump presiden baru Amerika meniupkan genderang perang dagang kepada China. Donald Trump menerapkan bea masuk yang tinggi terhadap banyak produk yang diekspor oleh China. Bahkan beberapa produk dilarang masuk ke Amerika. Produsen smartphone Huawei pesaing berat Apple ditekan habis-habisan oleh pemerintah Amerika. Tentu China tidak tinggal diam. Tindakan balasan dilakukan terhadap produk-produk Amerika yang di ekspor ke China. Perang dagang yang dilakukan oleh kekuatan ekonomi nomer 1 dan nomer 2 di dunia tentu mengguncangkan planet bumi. Ibaratnya dua gajah bertarung maka tanah bergetar dan binatang-binatang yang lain mau tidak mau ikut tunggang langgang dan ikut terkena dampaknya. Apalagi hampir semua negara di dunia merupakan mitra bisnis baik Amerika maupuan China. Jika mitra dagang utama mereka sakit demam, tentu berpengaruh terhadap transaksi bisnis yang terjadi dengan negara-negara mitra dagang lainnya.

Belum usai perang dagang US vs China yang membuat dunia ikut meradang, maka muncul sebuah berita baru di pelosok China. Pada tanggal 18 Januari di Wuhan ditemukan sejenis penyakit baru yang dinamakan virus Corona atau Covid 19. Virus ini sifatnya mirip dengan Influenza, memiliki kemampuan penularan yang sangat cepat. Bedanya dengan Influenza, Corona menyerang paru-paru yang menyebabkan kegagalan pernapasan. Tingkat kematian rata-rata 4% dari angka mereka yang terinfeksi. Cukup tinggi dan menakutkan. Pemerintah China dengan cepat melakukan penutupan kota Wuhan. Angka penularan dapat dijaga di angka sekitar 80.000. Gerak cepat pemerintah China mampu melokalisir penyebaran virus Covid 19 di China. Namun globalisasi dunia di mana pergerakan manusia antar bangsa sedemikan mudah dilakukan membuat benua Eropa menjadi korban paling parah serangan virus Covid 19 berikutnya. Ratusan ribu orang di Italia, Spanyol, Inggris dan German tertular penyakit Corona. Dan globalisasi membuat Corona menjadi pandemi yang tidak kalah ganas dibandingkan dengan flu Spanyol yang terjadi persis satu abad yang lalu. Pusat penularan menyeberang samudra Atlantik, Amerika menjadi pusat penyebaran virus Corona berikutnya dengan tingkat korban terinfeksi dan mati yang paling tinggi di dunia. Total ada 4.7 juta orang yang tertular dengan korban 157.000 hanya di Amerika sendiri per tanggal 1 Agustus 2020 (https://www.worldometers.info/coronavirus). Pada tanggal yang sama ada 17.8 juta penduduk dunia terinfeksi dan 684.000 orang yang menjadi korban.

Hampir semua negara menutup batas antar negara mereka, sehingga tidak terjadi pergerakan antar negara. Sebagian negara menerapkan kebijakan lokal penutupan secara total (lockdown) dan sebagian melakukan pembatasan pergerakan manusia secara terbatas. Dunia yang sebelumnya bergerak secara dinamis tiba-tiba dipaksa berhenti. Minim sekali pergerakan antar negara. Bahkan pergerakan antar kota di negara yang sama juga sangat berkurang. Perubahan yang mendadak ini membawa konsekuensi berhentinya proses produksi dan pertukaran barang dan jasa antar negara dan antar daerah di sebuah negara. Hampir semua industri mengalami pertumbuhan negatif terkecuali industri kesehatan dan produsen barang terkait kesehatan. Data pada semester dua tahun 2020 menunjukkan banyak negara yang sudah jatuh ke dalam resesi. Pertumbuhan mereka minus selama dua kuartal berturut-turut. Di dalamnya termasuk Singapura, Perancis, Italia, Jepang, Amerika, Korea Selatan, Jerman dan Hongkong, sekelompok negara-negara yang tergolong negara maju. Dan negara-negara yang akan masuk ke dalam list ini akan terus bertambah di kuartal berikutnya karena pandemi Covid 19 belum dapat ditangani, sampai ditemukannya vaksin Corona. Namun masih dibutuhkan waktu paling cepat awal tahun depan vaksin Corona dapat diproduksi secara masal sesudah uji klinis di beberapa negara berhasil dilakukan. Tentu juga dibutuhkan waktu yang tidak singkat untuk dapat melakukan vaksin untuk puluhan juta orang di setiap negara

Dengan dibatasinya pergerakan manusia, barang dan jasa, maka pasar global mengalami kontraksi yang tajam. Industri pariwisata dan turunannya tiba-tiba mengalami mati suri. Negara-negara yang struktur ekonomi negaranya sangat tergantung kepada industri pariwisata seperti Hongkong, Thailand dan Singapore mengalami hantaman yang sangat keras. Dalam skala yang sama, andalan pariwisata Indonesia seperti pulau Bali juga terdampak hebat karena pandemi, tingkat hunian hotel terjun bebas sampai di bawah 10%. Pasar berubah, pergerakan terhambat, rantai pasok terkendala, sehingga banyak perusahaan yang mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Sebagai dampaknya maka produksi barang dan jasa terhambat, tidak terserap pasar sehingga pendapatan perusahaan menurun dan pada akhirnya mengalami kerugian. Banyak perusahaan melakukan pengurangan karyawan sehingga dipastikan tingkat pengangguran di seluruh negara akan mengalami kenaikan.

Begitu cepatnya perubahan lingkungan bisnis yang terjadi membuat semua organisasi baik institusi negara maupun korporasi menjadi kelimpungan. Idiom kondisi lingkungan bisnis yang makin Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity (VUCA) yang dipopulerkan oleh Kolonel Richard Mackey di US Army War Collage (1992) mendapatkan bukti empiris yang makin kuat dalam konteks global pada saat ini. Artikel yang ditulis oleh Richard Mackey menyatakan bahwa kepemimpinan militer sesudah runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya perang dingin membutuhkan karakter dan kompetensi kepemimpinan baru yang lebih berorientasi kepada masa depan yang diramalkan akan makin Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity (Mackey, 1992). Volatile digambarkan sebagai suatu kondisi di mana perubahan makin tidak bisa diramalkan. Perubahan bersifat dinamis. Kecepatan perubahan dari satu kondisi ke kondisi yang lain berbeda-beda dan bisa berubah sewaktu-waktu. Siapa yang bisa memperkirakan bahwa keputusan politik yang diambil Presiden Uni Soviet Michael Gorbachev dengan cepat mengakhiri perang dingin, memicu runtuhnya tembok Berlin, bersatunya kembali Jerman Barat dan Jerman Timur dan bahkan pecahnya Uni Soviet. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan baik faktor utama maupun yang bersifat katalisator juga makin banyak dan beragam. Sementara uncertainty diartikan bahwa kondisi-kondisi di masa lalu yang semula cenderung mudah diprediksi yang tidak berlaku di saat sekarang. Masa depan menjadi makin sulit untuk diprediksi. Hasil akhir dari sebuah proses belum tentu sesuai dengan apa yang diinginkan dan direncanakan pada awal kerja dilakukan. Amerika dengan sangat jelas membuktikan dalam perang Vietnam. Dengan semua persenjataan dan sumberdaya komplit yang mereka miliki, mereka mendapatkan kekalahan yang sangat memalukan dalam sepanjang sejarah perang modern yang mereka lakukan. Dengan sumberdaya yang lengkap itu Amerika diprediksikan menang di dalam perang Vietnam. Namun kenyataan yang terjadi sebaliknya. Complexity menambah kerumitan dari kontek yang dihadapi oleh organisasi. Komponen-komponen yang terlibat menjadi semakin banyak dan hubungan interdependensi antar komponen juga jadi makin rumit. Dimensi terakhir VUCA adalah ambiguity. Dalam era di mana data dan informasi melimpah maka permasalahan utama bukan lagi bagaimana menemukan data dan informasi, namun menemukan data dan informasi yang tepat dan jelas. Data dan informasi yang menggunung memunculkan banyak tafsir yang berbeda sehingga suatu kondisi yang sama bisa diartikan berbeda-beda oleh pihak yang berbeda. Masalah tafsir dan komunikasi menjadi problem yang semakin pelik.

Sesudah hampir tigapuluh tahun sejak istilah VUCA dipopulerkan oleh Richard Macley di seminar US Army War College tahun 1992, maka kondisi global saat ini ternyata makin meneguhkan bahwa VUCA menjadi sebuah keniscayaan dalam kehidupan sehari-hari di planet bumi. Dunia makin Volatile, Uncertainty, Complex dan Ambiguity. Ada dua faktor utama yang membuat dunia makin VUCA, yang pertama adalah globalisasi dan kedua disrupsi yang terjadi karena perkembangan teknologi (Joiner, 2019). Gabungan kedua faktor ini secara ampuh meningkatkan kondisi lingkungan bisnis semakin VUCA. Mari kita kembali ke masa beberapa abad yang lalu. Teknologi kapal yang makin berkembang mampu memproduksi kapal yang makin besar baik daya jelajah, kekuatan, keselamatan dan daya tampung. Maka pada pada abad pertengahan milenium kedua berbondong-bondong terjadilah penjelajahan dunia yang makin banyak dan masif. Para pelaut dari daratan Eropa menjelajah jauh menyeberangi lautan Atlantik dan “menemukan” benua Amerika. Sebagian dari mereka menuju ke arah selatan bola bumi dan menemukan asal rempah-rempah. Rempah-rempah merupakan bahan makanan yang sangat mahal di belahan bumi Eropa. Karena kelangkaanya maka harganya sangat tinggi. Untuk mendapatkan harga yang murah maka pedagang harus mendapatkannya langsung di mana tanaman itu tumbuh, kepulauan Nusantara. Mereka menjelajah lebih jauh lagi ke selatan dan menemukan benua kecil yang terpencil yang hanya dihuni oleh sedikit penduduk asli dan kemudian mereka namakan Australia. Selama beradab-abad teknologi kapal meningkatkan dinamika perubahan di bumi. Terjadi peningkatan lalu lintas barang dan manusia. Bangsa Eropa melakukan penaklukan dan penjajahan di banyak benua dan wilayah yang selama ini hanya memiliki konflik dan perang regional. Sekarang semua bagian di bumi terpapar oleh konflik global. Musuh dan teman yang harus mereka hadapi tidak hanya kerajaan tetangga namun kerajaan-kerajaan yang sangat jauh melintasi samudera. Semua dimungkinkan karena teknologi kapal membuka pandora globalisasi semakin lebar.

Awal abad 20 manusia menemukan teknologi yang membuat bumi tidak akan pernah sama lagi seperti tahun-tahun sebelumnya, teknologi pesawat terbang. Penemuan teknologi pesawat terbang yang dipelopori oleh Wright bersaudara di Benua Amerika dengan sedemikian cepat berkembang. Pesawat terbang dengan cepat berkembang baik dalam hal jangkauan, kecepatan maupun daya angkut. Hanya butuh kurang dari 30 tahun sejak ditemukan, penerbangan komersial telah menyediakan layanan penerbangan lintas lautan Atlantik pada tahun 1939. Dengan perkembangnya pesawat terbang yang mampu terbang jauh menyeberangi samudra dengan membawa banyak orang, maka interaksi global manusia dari satu pojok bumi ke pojok bumi yang lain menjadi jauh lebih cepat dibandingkan pada saat andalan transportasi manusia adalah kapal laut. Ide bisnis yang berkembang di satu negara dengan cepat menular ke negara lain. Teknologi juga memungkinkan globalisasi mencapai level yang lebih tinggi. Manusia bisa berpindah dari satu negara ke negara lain. Bahkan memungkinkan seseorang untuk makan pagi di sebuah negara, makan siang ke negara lain dan kemudian makan malam di negara yang berbeda. Globalisasi yang difasilitasi oleh teknologi menjadikan hubungan interdepedensi antar manusia, organisasi dan negara makin tinggi. Hubungan dagang dan bisnis meningkat dengan cepat dengan partner yang makin banyak. Negara satu membutuhkan negara yang lain dan sebaliknya.

Pada akhir abad 20 teknologi internet ditemukan. Tanpa harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain manusia dapat berkomunikasi, mengirimkan dan menyimpan data, mengembangkan produk dan jasa serta melakukan proses penjualan ke seluruh penjuru dunia. Dengan teknologi semuanya dapat dilakukan di sebuah dunia virtual yang dinamakan World Wide Web yang didukung oleh Cloud Cumputing. Proses menyebaran ide, informasi dan data mengalami peningkatan yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan pada saat pesawat terbang ditemukan. Hampir seluruh pelosok bumi terkoneksi, secara real time. Hampir seluruh manusia yang berjumlah lebih dari 7 Milyar terhubung, bumi menjadi sebuah desa. Berita dan ide dari satu pelosok dunia yang terpencil dalam hitungan menit dapat menjangkau seluruh dunia, Selamat datang pada dunia yang saling terhubung, hampir tiada batas. Namun teknologi dan globalisasi yang makin cepat membawa informasi dan ide baru membuat informasi dan ide lama cepat sekali menjadi usang. Coba Anda perhatikan, bagaimana teknologi telekomunikasi berkembang dengan cepat dari 1G ke 2G, 3G, 4G dan sekarang sudah mulai masuk ke 5G. Bagi mereka-mereka yang lambat dalam beradaptasi pasti akan ketinggalan. Mereka yang masih berada di teknologi 3G jelas akan ketinggalan dibandingkan mereka yang sudah mengadopsi teknologi 4G. Perhatikan bagaimana produk smart phone BlackBerry yang memiliki keunggulan Push Mail dan komunikasi antar pelanggan dengan cepat digantikan oleh teknogi baru yang lebih canggih, lebih cepat dan lebih terjangkau. Pada saat Black Berry tidak siap beradaptasi maka mereka ditinggalkan kereta perubahan dan tidak pernah bisa mengejar kembali. Semakin cepat teknologi baru ditemukan dan proses globalisasi makin tanpa batas maka dunia makin Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity. Negara dan korporasi yang tidak mampu dengan cepat beradaptasi terhadap perubahan yang cepat ini maka mereka menjadi tidak relevan dan akan ditinggalkan. Pertanyaan maha penting muncul: pemimpin negara dan korporasi seperti apa yang akan mampu memimpin institusinya supaya tidak digilas oleh perubahan?

Model Agility

Agility seorang Nararya Sangramawijaya.

Benak Nararya Sangramawijaya berkecamuk kemarahan, kecemasan dan kekuatiran. Alisnya terangkat dan raut mukanya memerah. Menurut laporan telik sandi yang dikirimkan ke depan garis pertahanan, terlihat bahwa pasukan pemberontak sudah mendekati batas kota. Mereka mendirikan kemah sepelemparan batu dari benteng kota raja. Dari atas benteng kota pasukan lawan terlihat kuat. Umbul-umbul dalam banyak warna megah berkibar di depan perkemahan. Namun berdasarkan laporan telik sandi yang menyusup jauh ke dekat kemah, sebenarnya pasukan pemberontak tidak cukup kuat untuk dapat mengganggu pertahanan kerajaan, apalagi mengambil alih ibukota. Sangramawijaya melaporkan kondisi itu kepada sang Baginda Raja sang mertua bahwa hanya diperlukan pasukan secukupnya untuk menahan dan menggempur pasukan liar pemberontak yang datang dari arah utara itu. Kerajaan perlu berhati-hati dan mempersiapkan diri dengan kemungkinan serangan lain yang lebih berbahaya. Dicurigai bahwa serangan pasukan lawan dari arah utara hanyalah sebuah umpan. Untuk membuat pertahanan ibukota menjadi lemah karena ditinggalkan sebagian besar pengawalnya. Telik sandi melaporkan ada pergerakan pengumpulan pasukan yang besar di Gelanggelang dan bergerak menuju ke Daha.

Namun Baginda Raja yang sudah tua tidak berkenan dengan pendapatnya. Pasukan besar itu masih jauh dari ibukota. Baginda percaya jika pasukan di Daha akan mampu menahannya. Paling tidak sampai pasukan pemberontak yang sudah sampai di gerbang utara dapat dihancurkan. Titah telah diberikan. Bahwa Nararya Sangramawijaya harus membawa sebagian besar pasukan kerajaan untuk bergerak ke batas utara dan menghancurkan pasukan pemberontak, sampai tuntas. Peringatan bahwa ada kemungkinan gerakan pasukan lain dari arah tak terduga ditolak oleh Baginda Raja. Seluruh kekuatan dikerahkan untuk menumpas pemberontak. Padahal kerajaan pada saat itu sedang dalam kondisi lemah. Sebagian pasukan pergi ke luar Jawa menempuh laut untuk melakukan ekspedisi ke kerajaan Melayu. Menunjukkan eksistensi sebagai kerajaan yang terhebat dan terkuat di Nusantara. Kerajaan yang berani mengusir pimpinan dari kerajaan besar dari mancanegara. Kondisi ini rupanya diketahui dan dimanfaatkan oleh pemberontak. Baginda sedemikian marah dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh sepupu dan sekaligus besannya sendiri. Perintah Baginda Raja untuk menyerang keluar dan menumpas pemberontak tidak terbantah.

Dengan terpaksa Nararya Sangramawijaya membawa pasukan yang kuat untuk menghancurkan pasukan pemberontak. Dengan misi menaklukkan musuh secepatnya. Dan kembali ke ibukota secepatnya. Namun apa yang sudah diperkirakan menjadi kenyataan. Dalam perang gelar yang terjadi, pasukan musuh tidak kuasa menghadapi pasukan induk yang dipimpin langsung oleh Sangramawijaya. Mereka tidak cukup kuat bertahan dan segera undur diri dari medan perang. Sebenarnya Sangramawijaya berniat membiarkan pasukan pemberontak pergi. Dia khawatir jika mengejar pemberontak maka pengawalan ibukota kerajaan menjadi lemah. Namun sesuai perintah sang Baginda, maka Nararya Sangramawijaya dengan terpaksa memberikan aba-aba untuk mengejar pasukan lawan dan menghancurkan pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Senopati Jaran Goyang. Harapan untuk segera menghancurkan lawan tidak mudah untuk dilaksanakan. Pasukan kecil lawan cepat menyusup di sela-sela pategalan, semak belukar dan hutan. Mereka memanfaatkan semua bentang alam dan tumbuh-tumbuhan yang ada di atasnya untuk bertahan dan perlahan melarikan diri. Butuh waktu berhari-hari untuk mengejar, menemukan dan menghancurkan mereka. Pasukan makin jauh dari ibukota kerajaan.

Pada akhirnya Sangramawijaya mampu menghancurkan pasukan lawan. Untuk itu mereka harus memberikan pengorbanan, pasukan menjadi jauh dari ibukota kerajaan. Mereka menang perang namun kondisi pasukan letih karena pengejaran dan pulang kembali ke pusat kerajaan dengan kondisi tidak utuh karena cukup banyak korban prajurit yang berjatuhan. Dan Nararya Sangramawijaya menemukan kenyataan pahit bahwa praduga yang terbersit di pikiran sebelum pergi menumpas pasukan pemberontak dari utara pimpinan Jaran Goyang terbukti. Ada pasukan yang jauh lebih kuat sudah disiapkan oleh musuh dari arah selatan. Mereka dengan cepat menggempur dan menguasai Daha dan kemudian bergerak ke timur menusuk ibukota. Pasukan induk lawan menggempur pusat kota yang kosong dan bahkan berhasil menewaskan Baginda Raja yang hanya dikawal oleh pasukan seadanya. Nararya Sangramawijaya terlambat, ibukota kerajaan sudah terlanjur jatuh ke tangan musuh. Pasukannya yang letih dan sudah jauh berkurang kekuatannya tidak cukup mampu untuk dapat merebut ibu kota kerajaan ibukota kembali. Pertempuran perebutan ibukota kerajaan tidak seimbang, pasukan Sangramawijaya menghadapai tekanan yang besar. Jika tetap bertahan maka dipastikan akan menghadapi kebinasaan.

Nararya Sangramawijaya yang juga dipanggil sebagai Raden Wijaya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pertempuran ke utara. Pasukan pemberontak pimpinan Raja Jayakatwang dari Gelanggelang sang besan Baginda Raja Kertanegara tidak berhenti hanya sekedar mengusir Raden Wijaya agar tidak dapat kembali masuk ke kota raja. Mereka mengejarnya jauh ke utara. Raden Wijaya dengan pasukan terpaksa pergi menyeberang laut dan mendarat di pulau Madura. Bertemu dengan penguasa Sumenep Aria Wiraraja. Yang sebenarnya merupakan sekutu dari Jayakatwang sehingga mampu meruntuhkan dinasti Singasari. Aria Wiraraja dendam terhadap Kertanegara karena menyingkirkan dirinya dari ibukota Singasari ke Sumenep. Raden Wijaya memberikan penawaran yang lebih menarik kepada Aria Wiraraja, separo kerajaan Singasari jika bersedia bekerja sama untuk merebut kembali singgasana. Dan siasat disusun. Aria Wiraja mengabarkan bahwa Raden Wijaya menyerah dan bersedia takluk dan setia kepada raja baru Jayakatwang. Jayakatwang yang juga sudah kelelahan berperang menerima penyerahan diri dan memberikan hutan sebagai tempat perburuan di utara kota untuk tempat kediaman Raden Wijaya, menghindarkan peperangan dan menjauhkan Raden Wijaya dari kota raja. Di hutan Tarik Raden Wijaya membangun desa yang dinamakan Majapahit.

Setahun berikutnya pasukan Kubilai Khan yang sangat besar dengan ratusan kapal dan prajurit sejumlah 20.000 mendarat, hendak membalas dendam atas perlakuan Baginda Kertanegara terhadap utusan yang dikirimkan setahun sebelumnya. Dari telik sandi Raden Wijaya mengetahui kedatangan pasukan manca. Sebagai pewaris sah kerajaan Singasari, Raden Wijaya berpura-pura bersedia takluk sebagai kerajaan di bawah kekaisaran Mongol asal dibantu untuk mengambil alih kembali tahta kerajaan dari tangan Jayakatwang. Dan kesepakatan baru terbentuk. Dengan bantuan tentara Mongol maka Raden Wijaya menyerang ibukota kerajaan dari segala penjaru dan meruntuhkan kekuasaan Jayakatwang yang baru berjalan setahun. Raden Wijaya menunggangi gelombang tsunami dari laut utara untuk menundukkan penguasa baru Singasari.

Pasukan gabungan Raden Wijaya, Bupati Sumenep Aria Wiraraja dan pasukan Mongol memetik kemenangan gemilang. Pasukan raksasa dari kerajaan Mongol berperan besar dalam menghancurkan pasukan Jayakatwang. Semua bergembira bahwa ibukota kerajaan dapat diambil alih kembali dan pemberontak Jayakatwang ditangkap dan dijadikan tawanan. Semua senang, terlebih pasukan Mongol yang merasa mendapatkan kemenangan besar di ekspedisi balas dendam di seberang lautan. Pada saat pasukan Mongol berpesta pora merayakan kemenangan, dengan sigap dan diam-diam Raden Wijaya dan Aria Wiraraja mengambil kesempatan untuk menyerang tentara Mongol yang lengah dan mendesak mereka kembali ke utara. Mengusir pasukan Mongol keluar dari pulau Jawa untuk selamanya. Sebuah kekalahan yang tidak terduga atas kecerdasan Raden Wijaya dalam menghadapai perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dalam kurun waktu 2 tahun yang penuh gejolak dan tidak terduga-duga.

Raden Wijaya bertahta di singgasana Majapahit dengan gelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana. Dan tercatat sebagai raja yang mendirikan kerajaan yang meliputi sebagian besar kepulauan di Nusantara. Yang ketenarannya melampaui wujudnya beratus tahun sesudahnya. Nama Raden Wijaya abadi karena kemampuannya dalam melakukan pengamatan yang cermat terhadap apa yang terjadi dan kemudian bertindak cepat dan tepat dari setiap perubahan yang terjadi. Yang terjadi berikutnya adalah catatan sejarah tentang kehebatan kemampuan agility seorang Maharaja baru di Nusantara.

Anda sudah membaca dan menelaah cerita di dalam kotak di atas tentang Raden Wijaya? Kapabilitas seperti apa yang dimiliki oleh Raden Wijaya? seorang menantu raja calon pewaris tahta, dalam sekejap mata menjadi buronan, merebut kembali kekuasaan dan kemudian membangun sebuah dinasti terbesar di Asia Tenggara. Cerita sejarah masa lalu menunjukkan bahwa Raden Wijaya memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengantipasi perubahan-perubahan yang terjadi dan kemudian membuat respon tindakan yang tepat terhadap perubahan yang terjadi. Kemampuan itu di era modern sekarang ini dinamakan Leadership Agility.

Leadership Agility adalah kemampuan seorang pemimpin untuk merasakan dan mendeteksi perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis dan secara cepat mengambil tindakan yang tepat untuk mengantisipasinya (Horney dkk., 2010). Raden Wijaya mengalami perubahan yang radikal pada saat pasukannya kembali ke ibukota. Ternyata pemberontak Jayakatwang sudah menguasai ibukota kerajaan dengan pasukan yang sangat kuat. Jauh lebih kuat dibandingkan dengan pasukan yang dia pimpin. Apalagi mereka masih dalam kondisi kelelahan dan kekurangan pasukan karena baru saja bekerja marathon mengejar dan menghancurkan pasukan musuh dari utara. Raden Wijaya tidak memaksakan diri untuk menggempur ibukota karena tahu bahwa pasukannya yang kecil bakal hancur lebur. Dengan pengamatan yang cepat Raden Wijaya mengambil keputusan untuk meninggalkan peperangan dan pergi ke utara untuk mencari bala bantuan yang ada pada diri seorang Aria Wiraraja sang bupati Sumenep. Jika Raden Wijaya memaksakan diri untuk habis-habisan menggempur Jayakatwang dan pasukannya yang sudah menguasai ibukota Singasari maka sejarah Nusantara akan menjadi berbeda. Tidak ada sejarah kerajaan Majapahit di dalamnya.

Kemampuan Raden Wijaya dalam mengamati dan mendeteksi perubahan kembali diuji. Kekaisaran Mongol dengan pasukan yang sangat kuat datang untuk melakukan balas dendam. Mereka dendam karena setahun sebelumnya utusan mereka dihina dan diusir.  Pada saat itu Raden Wijaya merupakan bagian dari elit kerajaan Singasari yang melakukan pengusiran. Mari kita pelajari apa yang dilakukan oleh Raden Wijaya.  Raden Wijaya tidak memilih untuk melakukan konfrontasi walau dia merupakan bagian dari kerajaan Singasari saat peristiwa pengusiran terjadi. Namun Raden Wijaya juga tidak membiarkan momentum itu berlalu begitu saja. Dengan kecerdikannya Raden Wijaya menyambut dan mengajak utusan Kekaisaran Mongol untuk mengusir Raja Jayakatwang yang mengangkat diri sebagai penerus Singasari. Keputusan itu terbukti benar, kekuatan gabungan Raden Wijaya, Aria Wiraraja dan utusan Kekaisaran Mongol berhasil menumbangkan Jayatkwang yang baru berkuasa 1 tahun lamanya.

Leadership Agility Raden Wijaya tidak berhenti di situ saja. Di dalam waktu yang sempit dengan mengandalkan perhitungan yang rumit namun cepat dan tepat maka Raden Wijaya memutuskan untuk menyerang pasukan utusan Kekaisaran Mongol yang sedang dimabuk kemenangan. Dan kembali sejarah mencatat kecermatan keputusan yang diambil Raden Wijaya, pasukan Mongol dapat diusir dan kemudian Majapahit menorehkan kejayaanya di sejarah bumi Nusantara.

Jadi, untuk menghadapi dunia yang makin VUCA apa yang harus dibangun dan dimiliki oleh perusahaan agar mampu bertahan dan tetap berkembang? Di gambar 1 di bawah, saya membuat sebuah model sederhana untuk menjawab pertanyaan di atas. Lingkungan bisnis yang makin VUCA dipengaruhi oleh dua gaya yang utama: Globalisasi dan Perkembangan Teknologi. Globalisasi adalah proses dimana dunia menjadi tanpa batas. Kesepakatan negara-negara untuk mengendorkan perbatasan, keluar masuknya orang dan barang dari luar negeri mengakibatkan masing-masing negara menjadi lebih mudah mempengaruhi dan dipengaruhi dalam banyak aspek kehidupan: ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, bisnis dan lain-lain. Sementara perkembangan teknologi yang cepat menjadi faktor kedua yang membuat lingkungan bisnis menjadi makin VUCA. Kondisi ini ditambah dengan wild card (faktor-faktor yang tidak dapat diprediksi) seperti pandemi yang terjadi saat ini atau bencana alam.

Agar selamat dalam dunia yang makin VUCA maka organisasi (termasuk organisasi bisnis) harus mengembangkan sebuah kompetensi yang dinamakan Organizational Agility. Organisasi yang agile sangat dipengaruhi dipengaruhi oleh Leadership Agility dari pemimpin di dalam organisasi. Tanpa Leadership Agility maka Organizational Agility tidak akan terjadi.

Mari kita tinjau keselurahan model ini satu persatu. Organizational Agility adalah kemampuan organisasi untuk secara efektif mendeteksi, menilai dan merespon perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis secara tepat agar tetap mampu bersaing dan eksis (Tilman & Jacoby, 2019).

Gambar 1. Model Pengaruh Leadership Agility Terhadap Organizational Agility 

Organisasi yang Agile adalah organisasi yang tangkas dan lincah dalam merespon setiap perubahan yang terjadi pada lingkungan yang akan berdampak terhadap perusahaan. Saya mengidentifikasikan ada 3 karakter utama yang harus dimiliki sebuah organisasi yang agile, 3 karakter utama itu saya namakan RFC yang merupakan singkatan dari: Responsive, Flexible dan Capable. Organisasi yang agile adalah organisasi yang responsif. Lawan kata dari responsif adalah lembam, lambat atau diam. Organisasi yang agile secara proatif dan terus-menerus mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnis. Mereka melakukan analisa pengaruh perubahan yang terjadi terhadap organisasi. Dan kemudian secara cepat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dengan menyusun ulang strategi, sistem dan organisasi agar selaras dengan perubahan. Coba Anda bandingkan saat Anda mengendarai dua jenis mobil: mobil keluarga dan mobil balap. Apa yang Anda rasakan berbeda saat Anda menginjak gas pada kedua jenis mobil ini. Ya, mobil balap sangat responsif dalam merespon injakan gas Anda. Dalam waktu singkat injakan gas Anda akan diorkestrasikan oleh keseluruhan sistem dan tubuh mobil untuk segera mencapai kecepatan yang Anda inginkan. Berbeda kondisinya jika Anda mengendari mobil keluarga, kita harus bersabar untuk menekan gas dalam-dalam dan menunggu waktu yang cukup lama untuk mencapai kecepatan yang kita inginkan. Mobil balap jauh lebih responsif dibandingkan dengan mobil keluarga.

Karakter utama kedua yang dimiliki olah perusahaan yang agile adalah fleksible. Fleksibel adalah kemampuan organisasi untuk melakukan perubahan internal secara cepat. Anda bisa membayangkan pohon cemara dan pohon mangga yang sama-sama ditiup angin besar. Pohon cemara pada saat ditiup angin yang besar dia tidak akan melawan secara langsung, batang pohon akan meliuk-liuk mengikuti ke mana arah angin bertiup. Berbeda dengan pohon mangga yang berdiri tegak kokoh melawan angin yang menerpa. Namun apa yang terjadi? Pohon mangga roboh dan pohon cemara tetap tegak berdiri. Kemampuan pohon cemara untuk tetap berdiri bukan karena batang pohon yang lebih kuat atau akar yang lebih dalam dibandingkan dengan pohon cemara, namun karena pohon cemara secara fleksibel mampu menyesuaikan diri mengikuti arah tiupan angin.

Dalam sebuah kesempatan saya berdiskusi dengan sebuah perusahaan start up. Dalam bisnis model yang mereka kembangkan, perusahaan menyasar industri hospitality sebagai pasar yang mereka bidik. Sebuah strategi yang masuk akal karena pada tahun-tahun sebelumnya industri hospitality termasuk perhotelan berkembang dengan sangat cepat. Namun sesudah pandemi terjadi, maka setiap negara melakukan larangan pergerakan baik dari dalam ke luar maupun dari luar negara ke dalam. Kebijakan ini juga termasuk membatasi pergerakan di dalam negara dengan tujuan melakukan isolasi terhadap penyebaran virus Corona. Industri hospitality sangat mengandalkan pergerakan manusia dan saat pergerakan dilarang dan dibatasi tentu saja industri ini juga akan runtuh. Pada saat berdiskusi dengan manajemen perusahaan start up ini saya merasakan keengganan mereka untuk merubah strategi pemasaran mereka. Mereka merasa telah sedemikian banyak meluangkan waktu untuk menggarap pasar ini. Mereka mengalami hal yang saya namakan rigiditas strategi. Strategi yang kaku, tidak fleksibel. Mereka enggan untuk membangun ulang model bisnis dan strategi pemasaran. Jika hal ini dibiarkan maka kejatuhan organisasi tinggal menunggu waktu. Saya juga menjadi saksi bagaimana sebuah perusahaan yang sedemikian besar terkena dampak pandemi namun tidak mau merubah struktur organisasi. Mereka mempertahankan struktur organisasi yang lama. Memang struktur organisasi yang lama ini terbukti membuat perusahaan berkembang di masa lalu. Namun struktur organisasi yang lama memberikan beban biaya yang sangat besar terhadap perusahaan karena sistem kerja yang banyak dilakukan dari rumah dan beban kerja yang jauh lebih kecil. Infleksibilitas struktur organisasi ini pada akhirnya membawa perusahaan ke dalam kesulitan.

Faktor ketiga dalam organisasi yang agile adalah Capable. Kapabilitas (capable) adalah serangkaian kompetensi yang dimiliki oleh organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan efektif dan efisien. Kita akan kembali menggunakan analogi mobil balap. Pada saat gas ditekan oleh pengemudi maka mesin secara cepat mampu mengubah bahan bakar menjadi energi gerak. Namun bayangkan jika sistem kontrol, sistem gerak, sistem kemudi, bodi mobil, ban dan sistem-sistem yang lain tidak memiliki kemampuan untuk bisa meneruskan energi gerak yang dihasilkan oleh mesin yang responsif. Apa yang akan terjadi? Mobil berjalan lambat dengan meraung-raung atau mobil berjalan sangat cepat namun tidak terkendali. Jadi dibutuhkan sebuah kapabilitas organisasi melakukan eksekusi terhadap respons yang dilakukan oleh perusahaan.

Sebelum membahas dimensi penting kedua yaitu Leadership Agility, saya minta Anda untuk membaca dan menelaah cerita di dalam kotak di bawah ini.

Bagaimana Kemampuan Agility Anthony Salim Menyelamatkan Bahtera Salim Group.

Tanggal 14 Mei 1998. Jakarta membara. Demonstrasi para mahasiswa yang didukung oleh rakyat bagaikan bola salju yang menggelinding makin besar, tak terhadang. Dan seperti yang selalu terjadi, pasti ada penunggang gelap di belakang revolusi yang sedang terjadi. Telpon Anthony Salim di lantai 12 kantor Wisma Indocement berbunyi. Penjaga rumah keluarga Salim di Gunung Sahari melaporkan bahwa ada beberapa truk penuh dengan wajah2 beringas bersenjatakan jerigen bahan bakar membawa banyak perkakas datang. Mereka parkir di dekat gerbang kompleks keluarga Salim. Kedekatan Sudono Salim, ayah Anthony terhadap penguasa Orde Baru Soeharto dalam sekejap berbalik dari aset menjadi liabelitas. Semua yang berhubungan dengan sang penguasa termasuk Sudono Salim yang dituduh sebagai cukong menjadi sasaran massa. Ketajaman prediksi Anthony terbukti, sang ayah berobat ke Amerika dan keluarga sudah diungsikan ke Singapura beberapa hari sebelumnya, saat kondisi politik sudah terlihat memanas. Anthony tanggap bahwa keluarga mereka sebagai konglomerat nomer 1 di Indonesia yang besar karena kedekatan dengan penguasa akan menjadi salah satu sasaran utama.

Penjaga rumah bertanya kepada Anthony Salim apa yang harus dilakukan terhadap para penjarah yang sudah mulai bergerombol di depan gerbang kompleks. Apakah rumah keluarga akan dipertahankan mati-matian? Dengan cepat Anthony melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi dan membuat keputusan terbaik yang akan meminimalisir kerusakan: para penjaga tidak diperkenankan untuk melawan. Lebih baik rumah keluarga yang mewah dibiarkan dibakar daripada ada yang terluka, apalagi terbunuh. Kalau ada darah yang tumpah dari para perusuh saat merusak rumah, maka seluruh kota dapat diprovokasi dan akan mengalami kekerasan yang lebih mengerikan. Karena itulah kehendak mereka yang mengirim gerombolan perusuh ke Gunung Sahari. Dan pada hari itu rumah penuh kenangan keluarga Salim musnah terbakar. Mereka mencabik-cabik photo besar Sudono Salim dan istri dan menyeretnya ke jalan untuk mendapatkan publikasi yang dikehendaki bohir mereka. Emosi para perusuh terlampiaskan, publikasi didapatkan dan mereka meninggalkan kompleks rumah keluarga Salim dengan tulisan cat besar di gerbang kompleks “Anjing Suharto”. Tanpa korban luka, tanpa korban jiwa. Keputusan Anthony sebagai wakil keluarga membiarkan perusuh membakar dan merusak rumah keluarga dalam situasi yang chaos yang serba tidak menentu menyelamatkan reputasi keluarga.

Salim group sebagai konglomerasi nomer 1 di Indonesia yang besar karena kedekatan Sudono Salim kepada penguasa menjadikannya mudah mendapatkan proyek apapun yang mereka kehendaki. Kemudahan berusaha dan menggurita karena dekat dan jadi cukong menjadi pisau tajam yang menusuk balik pada saat kekuasaan Soeharto dilengserkan oleh para mahasiswa. Lawan-lawan bisnis yang selama ini merasa tidak mendapatkan kesempatan untuk berkembang memanfaatkan kesempatan dalam revolusi yang terjadi. Semua cara dilakukan untuk mengambil alih bisnis dan aset keluarga Salim.

Bank Central Asia (BCA) diserbu oleh para nasabahnya. Ditiupkan kabar bahwa Sudono Salim melarikan diri dan BCA bermasalah. Seluruh cabang BCA diserbu nasabah untuk menarik tabungan mereka. Sebagian besar karena provokasi yang diluncurkan dari banyak media dan dari banyak arah. Antrian kecil memancing antrian yang lebih besar lagi. Antrian nasabah menarik uang tabungan menjamur di mana-mana, tak tertanggungkan. Penarikan dibatasi dan mengakibatkan kepercayaan makin merosot. Bank Indonesia terpaksa turun tangan melakukan penyelamatan. Bank-bank lain juga sedang mengalami permasalahan yang serupa. Sehingga tidak bisa diharapkan untuk membantu menyelamatkan bank swasta terbesar di Indonesia itu. Apalagi saham 30% keluarga Cendana berdampak negatif di mata nasabah. Hampir semua bank saat itu memiliki catatan kesalahan fundamental yang besar, kredit lebih dari 70% disalurkan ke perusahaan internal maupun yang terafiliasi. Jauh lebih besar dari kondisi ideal. Puluhan trilyun diguyurkan oleh Bank Indonesia kepada BCA tentu bukan merupakan bantuan cuma-cuma, apalagi telah terjadi pergantian kekuasaan nomer 1 di Indonesia. Kekuasaan berpindah dari Soeharto kepada wakilnya, Habibie. Seseorang yang jauh dari Salim sekeluarga. Mereka salah meletakkan taruhan kedekatan kepada Tri Sutrisno dan bukan kepada Habibie yang juga bukan kepercayaan Soeharto, patron utama Salim (Borsuk & Chng, 2016).

Untuk membayar utang bantuan Bank Indonesia, maka Salim group harus menjaminkan aset-aset yang dimiliki kepada Badan Penyelamatan Perbankan Nasioan (BPPN) yang dibentuk pemerintah untuk menarik kembali uang bantuan yang diberikan kepada para konglomerat khususnya pemilik bank yang jatuh karena reformasi 1998. Anthony merupakan anak laki-laki ketiga namun dipercaya ayahnya Sudono Salim menjadi nahkoda kapal yang mulai karam. Anthony memiliki dua pilihan: melakukan perlawanan dan mempertahankan aset yang dimiliki mati-matian atau bekerja sama dengan pemerintah baru untuk memastikan eksistensi Salim di blantika bisnis Indonesia. Sebuah keputusan yang tidak mudah dilakukan karena perubahan iklim politik yang luarbiasa cepat dan berdampak besar bagi bisnis Salim group yang selama ini dilindungi oleh penguasa lama. Anthony memutuskan pilihan kedua, bekerja sama dengan BPPN yang diwakili oleh Holdiko sebagai perusahaan yang mengurusi, negosiasi aset-aset Salim group yang harus diserahkan ke negara sebagai kompensasi talangan Bank Indonesia.

Sebagai pimpinan Salim Group, Anthony membuat keputusan yang jauh berbeda dibandingkan konglomerat lainnya, yaitu bekerjasama dengan BPPN dan Holdiko yang menjadi wakil pemerintah. Aset-aset penting Salim group termasuk 2 pilar utama bisnis Salim: Bank BCA dan Indocement diserahkan kepada Holdiko. Bahkan 22 persen saham Salim di Astra International juga diserahkan. Ditambah lagi dengan sekian banyak aset Salim lainnya. Salim group mengejar surat bebas utang sebagai pasien BPPN. Mereka hanya menyisakan satu lini bisnis yang dipertahankan sebagai mayoritas pemegang saham Salim Group: Indofood. Anthony memperhitungkan bahwa di kondisi apapun bisnis makanan tetap akan menjadi favorit dan stabil berkembang. Visi Anthony tentang keputusan untuk menyisakan bisnis Indofood dan bukan bisnis yang lainnya akan diuji oleh masa.

Sesudah sekian dekade berlalu, BCA sebagai perusahaan yang dibesarkan oleh keluarga Salim terbukti menjadi tambang emas, bagi siapapun pemiliknya, termasuk pemilik baru keluarga Hartono yang sudah kaya dari berjualan rokok Jarum. Selama bertahun-tahun keluarga Hartono menjadi orang terkaya nomer satu di Indonesia. Waktu yang berlalu membuktikan bahwa cara Anthony melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi dan bagaimana dia merespons dan mengambil tindakan terbukti benar adanya. Bisnis keluarga Salim kembali berkibar, kali ini tanpa koneksi dari penguasa. Indofood menjadi lokomotif bisnis yang hebat, pendapatan melonjak ke 77 Trilyun (2019). Bogasari ada di belakangnya. Kebun sawit dengan transaksi akuisisi mampu dikumpulkan kembali ke keranjang portofolio bisnis Salim. Kebon sawit menjadi rantai pasok utama bisnis Indofood. Mereka bahkan mampu membesarkan minimarket Indomart dengan jumlah outlet raksasa (lebih dari 17.000) dan pendapatan lebih dari 70 Trilyun (2019). Belum termasuk bisnis Indomobil, Sari Roti dan sebagian saham Indocement yang masih mereka miliki. Yang juga patut diperhitungkan adalah bisnis luar negeri yang digawangi oleh group First Pasific yang menaungi bisnis Salim di seluruh dunia (Borsuk & Chng, 2016).

Keputusan dan tindakan yang diambil oleh Anthony Salim sebagai kepala keluarga Salim group mampu menjaga eksistensi bisnis Salim dan membawanya kembali bersinar di percaturan bisnis Indonesia. Walaupun Anthony belum mampu menyamai ayahnya Sudono Salim sebagai orang terkaya di Indonesia, namun Anthony terbukti mampu mencatatkan kembali nama Salim sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Beberapa tahun ini, namanya tidak pernah keluar dari rangking 6 besar sebagai orang terkaya menurut Forbes Indonesia dengan kekayaan lebih dari US $5 Milyar (lebih dari 70 Trilyun rupiah). 

Organisasi agile memiliki karakter Responsive, Flexible dan Capable. Tentu tidak mudah untuk membangun organisasi agar memiliki tiga karakter utama di atas. Di sinilah peran pemimpin organisasi sebagai orang yang paling berpengaruh dan berkepentingan terhadap dibangunnya tiga karakter tersebut. Untuk bisa membangun organisasi yang agile maka pemimpinnya harus agile terlebih dahulu.

Dari model yang saya kembangkan di gambar 1 di atas. Maka kita bisa melihat bahwa pemimpin yang agile memiliki 3 karakter utama: Growth Mindset, Embrace Change dan Rapid Execution. Tanpa memiliki tiga karakter utama ini, pemimpin akan mengalami kesulitan dalam membangun organisasi yang agile yang memiliki karakter Responsive, Flexible dan Capable. Oleh karena itu jika kita ingin membangun organisasi yang agile, yang mampu merespon dengan efektif perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis dengan cepat maka yang harus dibangun dan dikembangkan pertama kali adalah para pemimpin yang agile.

Mari kita mulai dengan karakter yang pertama: Growth Mindset. Jadi apa yang dimaksud dengan seorang pemimpin yang memiliki Growth Mindset? Seseorang yang memiliki keyakinan bahwa kapabilitas seseorang itu bisa tumbuh dengan proses pembelajaran dan latihan (Dweck, 2016). Mindset ini berbeda dengan mereka yang berkeyakinan bahwa kapabilitas merupakan anugrah dan tidak dapat dikembangkan lagi. Mindset ini dinamakan sebagai Fixed Mindset.

Sekarang Anda bayangkan, paradigma seperti apa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin organisasi yang mengalami rangsangan dari luar secara bertubi-tubi dan membutuhkan kompetensi yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Paradigma mana yang lebih tepat? Apakah Growth Mindset atau Fixed Mindset? Tentu Anda akan memilih Growth Mindset. Dengan paradigma ini maka Anda sebagai pemimpin organisasi secara terbuka dan proaktif mencari cara untuk meningkatkan dan mempelajari kompetensi-kompetensi baru yang lebih sesuai dengan konteks saat ini.

Dalam dunia bisnis saat ini, proses yang dilakukan di dalam organisasi harus dilakukan secepat mungkin dengan kualitas yang terbaik agar pelanggan mendapatkan layanan yang sesuai dengan harapan mereka. Jika pemimpin memiliki Fixed Mindset maka dia menolak atau berlambat-lambat dalam mengadopsi misal upaya digitalisasi proses perusahaan. Pemimpin berpikir bahwa cara lama yang manual masih memadai dan selama ini terbukti mampu mendatangkan pelanggan. Pemimpin tidak sadar bahwa tingkat harapan kualitas layanan dari pelanggan mengalami perubahan. Semakin hari semakin menuntut pelayanan yang cepat dan berkualias. Jika proses digitalisasi tidak dilakukan sedangkan kompetitor melakukannya maka dapat dipastikan pelanggan akan kabur dan berpindah kepada kompetitor.

Anda tentu kenal IBM (International Business Machine) bukan? Bagi Anda yang berusia di atas 40 tahun mungkin akan memiliki pemahaman bahwa IBM merupakan perusahaan produsen komputer dan turunannya. Namun bagi mereka yang berusia di bawah 40 tahun mungkin akan menjawab IBM merupakan perusahaan yang bergerak dalam jasa layanan teknologi dan jasa lainnya. Kedua jawaban tersebut tidak salah, benar dalam konteks masing-masing. Pada era sebelum milenium baru IBM memang terkenal sebagai salah satu produsen komputer baik mainframe, desktop maupun laptop yang ternama di dunia. Namun sejak tahun 90an IBM melakukan transformasi organisasi termasuk dalam berganti produk unggulan dari yang sebelumnya memproduksi komputer menjadi penyedia jasa layanan teknologi. IBM mengembangkan kompetensi baru. Kompetensi baru ini yang membuat IBM mampu bertahan sebagai salah satu perusahaan ternama di dunia. Mereka sadar bahwa keunggulan bersaing yang mereka miliki sebagai produsen komputer menjadi tidak unggul lagi. Oleh karena itu mereka mengembangkan kompetensi baru sebagai penyedia jasa layanan teknologi. IBM memperlakukan keunggulan bersaing sebagai suatu hal yang sementara (temporary/transient) bukan sebagai suatu yang tetap (McGrath, 2013).

Tindakan yang diambil oleh pemimpin IBM membuat mereka mampu bertahan di daftar perusahaan S&P500 selama puluhan tahun. Menurut penelitian, usia perusahaan Amerika yang sudah melantai di bursa saham, jika mengacu pada indeks S&P500 mengalami penurunan usia rata-rata. Pada tahun 1950an usia perusahaan rata-rata cukup tua, sekitar 60 tahun.  Namun pada tahun 1980, usia rata-rata perusahaan sudah jauh berkurang menjadi sekitar 20an tahun. Bahkan pada tahun 2010an usia rata-rata perusahaan yang berada pada daftar S&P500 makin muda, di bawah 20 tahun! Yang menarik IBM tetap berada di dalamnya. Kenapa? Karena IBM dipimpin oleh para pemimpin yang memiliki Growth Mindset. Mereka bersedia bahkan untuk berganti bisnis inti karena perubahan kebutuhan dan pasar yang mereka layani. Oleh karena itu maka IBM mampu bertahan lebih dari 1 abad usianya.

Mari kita perhatikan contoh dari dalam Indonesia. Seperti yang sudah kita baca pada narasi di dalam kotak di atas, Salim Group pada masa Orde Baru (Orba) merupakan perusahaan terbesar di Indonesia. Prestasi itu salah satunya dikarenakan kedekatan pendiri Salim Group Sudono Salim dengan penguasa Orba Presiden Suharto. Pada saat reformasi terjadi pada tahun 1998, kekuasaan Presiden Suharto sesudah 32 tahun berkuasa berakhir. Maka keistimewaan karena kedekatan juga berakhir, kemudahan, monopoli dan perlindungan bisnis sudah tidak ada lagi. Kalau kita perhatikan Anthony Salim sebagai pewaris Salim Group bersedia dan mau untuk melepaskan aset dan keunggulan industri kepada negara dan kemudian dengan tekun masuk ke industri baru dan mengembangkan kompetensi baru. Tentu bukan hal yang mudah untuk melepaskan keunggulan sebelumnya di bidang industri perbankan (BCA) atau di industri Semen (Indocement) dan lain sebagainya. Anthony Salim dengan Growth Mindset melahirkan dan membesarkan sebuah industri baru dalam diri Indofood dan kemudian terbukti menjadi motor pertumbuhan group Salim saat ini.

Karakter kedua yang harus dikuasai oleh para pemimpin yang agile adalah embrace change. Embrace tidak sekedar menerima perubahan namun menerima perubahan yang terjadi dengan penuh sukacita. Anda kenal Kodak? Sekali lagi bagi anda yang berusia di atas 40 tahun saya yakin pasti akan mengenal dan bahkan banyak menggunakan produk Kodak. Sebelum akhir dekade 90an, Kodak merupakan salah satu perusahaan besar bahkan di tingkat dunia. Kodak merupakan perusahaan terbesar yang bergerak di industri photo analog dan turunannya. Pendapatan mereka pernah mencapai lebih dari $15 billion pada tahun pertengahan 1990an. Sebuah pendapatan yang sangat besar pada waktu itu. Namun Kodak saat ini adalah perusahaan yang bangkrut. Teknologi photo digital membuat bisnis photo analog ketinggalan jaman dan kehilangan pelanggan. Yang ironis adalah Kodak merupakan perusahaan yang pertama kali menemukan teknologi photo digital pada tahuan 1970an. Namun apa yang terjadi? Para pemimpin Kodak takut terhadap perubahan. Alih-alih mengembangkan produk yang sesuai dengan temuan teknologi photo digital yang ditemukan, mereka malah memasukkan penemuan teknologi baru ini ke dalam brangkas dan tetap mengandalkan teknologi analog yang selama ini menjadi andalan mereka. Apa yang terjadi? Sejarah membuktikan bahwa takut terhadap perubahan hanya akan membuat kita digilas oleh perubahan. Dan itu terbukti terjadi pada Kodak.

Peristiwa berbeda terjadi pada Salim Group. Anthony Salim sadar bahwa cara-cara lama dalam berbisnis di era Orba sudah tidak bisa dipakai lagi di era reformasi. Jika era Orba keunggulan bisnis didapatkan dari kedekatan dengan kekuasaan, maka era reformasi kekuasaan terbagi-bagi di banyak pihak karena trias politika ditegakkan. Anthony Salim memilih menerima perubahan dengan mengembangkan kompetensi baru dalam binis baru: mie instan. Anthony dengan cerdik mempertahankan mayoritas kepemilikan saham pada perusahaan pengolahan terigu Bogasari. Terigu adalah bahan utama yang diperlukan untuk membuat mie instan. Sesudah rantai bahan baku utama diamankan, maka Anthony Salim tinggal memikirkan pengembangan produk dan pemasaran. Dan hasilnya Indofood pada laporan tahun 2019 memiliki pendapatan lebih dari 70 Trilyun. Produsen mie instan yang tidak hanya terbesar di Indonesia namun juga di dunia.

Karakter utama yang dimiliki seorang pemimpin adalah kemampuan melakukan Rapid Execution, kemampuan mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Yang saya maksud di sini cepat dan tepat. Jadi tidak semata-mata cepat saja atau tepat saja. Keputusan yang cepat namun tidak tepat tentu tidak efektif bahkan bisa menghabiskan sumberdaya dan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Namun keputusan yang tepat tapi lambat jelas akan kehilangan momentum. Dalam lingkungan bisnis yang berubah secara cepat, siapa yang lebih dulu mulai akan mendapatkan keuntungan dan keunggulan.

Pengambilan keputusan yang efektif dipengaruh oleh dua faktor utama, yaitu proses yang komprehensif dan pendalaman konten yang juga komprehensif (Utomo, 2019). Pada saat pengambilan keputusan dilakukan, untuk mendapatkan kualitas yang bagus harus dilakukan 4 langkah: identifikasi masalah, pengembangan alternatif solusi, pemilihan solusi dan integrasi keputusan yang dihasilkan. Sedangkan pendalaman konten dilakukan dengan mendiskusikan secara mendalam bagian-bagian penting dari topik yang akan diputuskan, misalnya dibahas secara mendalam aspek keuangan, operasional, regulasi, sosial dan lain sebagainya. Keseluruhan proses tersebut dilakukan secara rasional dan cepat. Jangan berpikir bahwa mengambil keputusan yang komprehensif pasti kalah cepat dengan pengambilan keputusan yang asal-asalan. Pernah dalam sebuah kesempatan, dua orang direksi sama-sama diminta untuk membuat keputusan oleh direktur utama. Mereka diminta membuat keputusan secepatnya tentu saja dengan akurasi yang tinggi, tenggat waktu 1 Minggu. Direktur operasi karena satu dan lain hal membiarkan tenggat waktu berjalan begitu saja. Satu hari sebelum tenggat waktu, dia baru kumpulkan anggota timnya untuk membahas masalah yang harus diputuskan. Karena waktu yang sempit kualitas keputusan yang dihasilkan menjadi kurang baik. Sedangkan direktur marketing, sesudah kembali ke direktoratnya sesudah rapat dengan direktur utama segera memanggil anggota tim dan secara maraton melakukan pengambilan keputusan secara komprehensif baik proses maupun konten. Mereka butuh dua hari untuk melakukan itu. Sehingga pada hari ketiga direktur kedua sudah dapat kembali menghadap ke direktur utama untuk membahas keputusan yang dia ambil. Keputusan direktur kedua lebih cepat dan lebih tepat dibandingkan dengan direktur pertama. Jadi pengambilan keputusan yang komprehensif tidak menjadi alasan untuk lambat.

Anda tentu masih ingat apa yang terjadi dengan Nokia. Pada tahun 2000 Nokia menguasai pasar mobile phone dunia dengan penguasaan 30% pangsa pasar, lipat dua dibandingkan Motorolla sebagai penguasa pasar nomer 2 dengan penguasaan pasar 15%. Namun jika anda pergi ke toko penjual mobile phone pada saat ini pasti anda akan kesulitan untuk dapat menemukan produk Nokia. Jadi apa yang terjadi pada Nokia? Pada tahun 1990an, Nokia yang memiliki kekuatan dalam pengembangan produk hardware mobile phone dan mampu membanjiri pasar dengan produk yang beraneka ragam dalam waktu yang relatif singkat. Kecepatan produksi produk baru jauh lebih cepat dibandingkan dengan pesaingnya seperti Motorolla, Siemens, Sony dan lain sebagainya. Kekuatan ini kemudian membuat merek Nokia menjadi salah satu merek yang paling mahal di dunia. Hal ini terbukti dengan kemampuan mereka menguasai pasar mobile phone selama bertahun-tahun.

Perkembangan teknologi memunculkan produk baru dari pasar telepon: smartphone. Berbeda dengan mobile phone yang lebih mengandalkan disain perangkat karena kebutuhan utama komunikasi pada saat itu hanya berbicara dan kirim pesan, maka smartphone memiliki fitur-fitur baru: layar sentuh yang didorong oleh sistem yang memungkinkan tumbuh suburnya ekosistem pengembangan aplikasi. Sistem IOS yang dimiliki oleh Apple dan sistem Android yang dihela secara terbuka oleh Google menjadi pendatang baru dalam bisnis ini. Apa yang terjadi pada Nokia? Para pemimpinnya percaya bahwa kekuatan merek dan keunggulan pembuatan perangkat telepon tidak akan bisa dilawan oleh kompetitor. Kepercayaan mereka terbukti salah. Pada saat para pemimpin Nokia sadar bahwa analisa mereka salah tentang kebutuhan pelanggan dan teknologi baru di dunia mobile phone, mereka sangat lambat untuk mengambil keputusan untuk mengoreksi langkah salah yang sudah terlanjur mereka lakukan. Dan hasilnya Nokia sebagai pemimpin pasar nomer 1 di dunia hanya tinggal sejarah.

“Apa yang harus kami lakukan pak?”. Demikian pertanyaan penjaga komplek rumah keluarga Salim di Gunung Sahari kepada Anthony Salim di kantor wisma Indocement pada saat memberitahukan ada penjarah hendak membakar rumah. Mereka menunggu instruksi apakah harus melawan atau membiarkan. Sebuah pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Jika membiarkan maka rumah yang bersejarah bagi keluarga Salim akan musnah. Banyak kenangan akan hilang dan tentu secara psikologi akan membawa pengaruh yang buruk bagi keluarga. Namun dalam situasi yang genting Anthony Salim memutuskan untuk memerintahkan para penjaga tidak menghalangi para perusuh menjarah dan membakar rumah. Keputusan yang cepat ini dikemudian hari terbukti tepat. Rumah keluarga Salim terbakar dan roboh. Aset group Salim sebagian besar harus diserahkan ke negara, namun Anthony Salim mampu kembali membangunnya dan kembali menjadi salah satu konglomerasi yang terbesar di Indonesia.

Membangun Leadership dan Organizational Agility

Mari saya sarikan kembali model agility yang sudah saya paparkan di atas: di dalam menghadapi lingkungan bisnis yang makin VUCA karena globalisasi, perkembangan teknologi dan pandemi yang tidak terduga, maka dibutuhkan organisasi bisnis yang responsif, fleksibel dan kapabel. Untuk mampu membangun organisasi yang agile itu maka para pemimpin organisasi memiliki agility yang ditandai oleh karakter growth mindset, embrace change dan rapid execution.

Pertanyaan penting berikutnya: apa yang harus segera kita lakukan? Mengerti dan memahami konsep agility tentu hal yang penting. Namun menerapkannya di dalam organisasi pasti jauh lebih penting. Saya ajak para pembaca untuk melakukan penilaian secara cepat terhadap dua dimensi agility: Leadership Agility dan Organizational Agility. Tentu tidak mudah mengukur langsung dimensi leadership dan organizational agility yang bersifat abstrak. Pembaca bisa melakukannya dengan menggunakan 6 dimensi unsur pembentuk yang lebih mudah dipakai dalam penilaian. Untuk organizational agility: Responsive, Flexible dan Capable. Sedangkan untuk Leadership Agility: Growth Mindset, Embrace Change dan Rapid Execution. Leadership Agility untuk mengukur para pemimpin organisasi dan Organizationl Agility untuk mengukur perusahaan secara keseluruhan. Anda bisa memberikan nilai skala 1 (Sangat tidak setuju) dan nilai 10 (Sangat setuju) pada diri anda sebagai pemimpin atau perusahaan di mana anda berada. Sebagai contoh, Anda bisa membuat beberapa pertanyaan yang mewakili karakter misal Growth Mindset:

1.       1. Percaya bahwa belajar merupakan proses yang tiada henti

2.      2.  Percaya bahwa kompetensi yang dikuasai cepat usang

3.      3.  Percaya bahwa kondisi baru membutuhkan kompetensi baru

Demikian seterusnya membuat beberapa pertanyaan untuk keseluruhan 6 dimensi di atas. Jika anda mendapatkan nilai rata-rata dibawah 5 (skala 10), maka ini merupakan sinyal yang sangat jelas bahwa anda sebagai pemimpin rigid dan organisasi anda tidak agile. Dibutuhkan sebuah tindakan yang strategis dan tegas jika anda ingin perusahaan anda selamat di dunia yang makin VUCA ini.

 

 

Referensi

Borsuk, R., & Chng, N., (2016). Liem Sioe Liong dan Salim Group. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Dweck, S.C., (2016). Mindset: The New Psychology of Success. New York: Random House.

Horney, M., Pasmore, B., & O’Shea, T., (2010). Leadership Agility: A Business Imperative for VUCA World. People & Strategy.

Joiner, B., (2019). Leadership Agility for Organizational Agility. Journal of Creating Value.

Mackey, H.R., (1992). Translating Vision into Reality: The Role of the Strategic Leader. USAWC Military Studies Program Papers.

McGrath, R.G., (2013). Continuous Reconfiguration in the Transient Advantage Economy. Strategy and Leadership

Tilman, M. L., & Jacoby, C., (2019). Agility. USA: Publisher Group West.

Utomo, E.J., (2019). Pengaruh TMT Trust dan TMT Collaboration Dalam Pengambilan Keputusan Investasi Pra Studi Kelayakan: Studi Perusahaan Tambang BUMN dan Swasta di Indonesia. Disertasi FEB Universitas Indonesia.

Wikipedia: Kertanegara, Raden Wijaya, Jayakatwang, Aria Wiraraja, Kerajaan Singasari, Kerajaan Majapahit.

Tidak ada komentar: