28 Agustus 2015

Penggusuran Kampung Pulo: Perspektif Diametrikal

Layar TV nasional hari ini penuh dengan gambar bentrok antara aparat pemerintah (khususnya Satpol pp) dengan warga Kampung Pulo.

Masalahnya jelas, warga Kampung Pulo yang sudah menempati bantaran kali Ciliwung selama puluhan tahun ini tidak mau pindah ke rusun yang sudah disediakan oleh Pemprov DKI. Warga maunya selain difasilitasi rusun juga diberikan uang ganti rugi karena sudah puluhan tahun menduduki tanah negara.

Saya tidak sedang berkehendak menyatakan siapa yang benar dan siapa yang salah antara Pemprov DKI vs Warga Kampung Pulo, namun mengangkat fenomena menarik dalam kasus ini.

Sosial media dan internet sejak Pilpres tahun lalu, terbukti menjadi alat pertempuran dan propaganda yang efektif bagi political marketing. Sisi buruknya massa (yang terhubung denga sosmed) sangat mudah sekali untuk digosok dan diprovokasi. Sisi positifnya masyarakat memiliki akses yang sama cepatnya untuk meneriakkan suara hati tanpa harus lewat pak polisi atau politisi.

"Dasar ngak sadar diri, sudah menjadi penghuni liar puluhan tahun saat diminta pindah masih minta uang ganti rugi!"
"Masih mending disediakan rusun, harusnya dituntut dan dihukum karena menduduki tanah negara"
"Tangkap mereka yang menyerang aparat dan melakukan perusakan backhoe"
-Kutipan suara sosmed pro pemprov-

"Pemerintah ingkar janji, katanya akan diperlakukan manusiawi, nyatanya digusur semena-mena"
"Warga Kampung Pulo bukan warga liar, mereka bayar listrik dan PBB juga. Seharusnya dibantu sertifikasi tanahnya, bukan malah dianiaya"
"Ternyata rakyak kecil hanya jadi tumbal kampanye. Saat tidak dibutuhkan digusur-gusur"
-Kutipan suara sosmed pro warga Kampung Pulo-

Dua jenis suara yang berbeda, bagai bumi dan langit, bagi kutub Selatan dan kutub Utara untuk sebuah hal yang sama!

Jadi apa yang sebenarnya membuat dua pihak menjadi sedemikian diametrikal (berlawanan) untuk hal yang sama?

Stimulus dari luar (dalam kasus ini penggusuran Kampung Pulo) sebelum direspon oleh sebuah pribadi diseleksi (difilter) terlebih dahulu oleh Pengetahuan, Kepercayaan, Budaya, Intensi, Sifat dan Nilai2 yang dimilikinya. Sehingga apapun stimulus yang masuk akan termanipulasi sedemikian rupa sehingga menyesuaikan dengan filter yang dimiliki.

You are what you think
You see what you want to see
Your perception is your projection (yPyP)

Ada kemiripan dengan konsep "Law of Attraction". Kalau LoA semesta akan mendukung/memenuhi apa yang kita inginkan, maka konsep yPyP memperlihatkan bahwa value kita menuntun apa yang akan kita lihat dan persepsi seperti apa yang akan terbangun.

Penggusuran Kampung Pulo merupakan sebuah peristiwa yang nirvalue, hanyalah sebuah peristiwa, kita (para filter) yang kemudian memberikannya makna. Makna yang mana? ya terserah (filter) anda.

Kalau anda melihat sekeliling hitam, gelap dan menakutkan, jangan2 anda salah pilih filter? Cepat2 ganti filter jangan sampai terlanjur mabok dan keblinger

Happy Thursday
EU4U
Agustus 2015

Tidak ada komentar: